Senin, 20 Mei 2013

Perempuan Lesung Pipit





Semenjak perempuan itu memasuki duniaku, hidupku haru biru.
Matanya senantiasa tersenyum, dalam tawa maupun duka.
Lesung pipitnya memancarkan daya magnet di hatiku.
Sejak itu, aku senantiasa bertemu dengannya disebuah lingkaran waktu.
Menyusuri tapak demi setapak batas cakrawala.
Menari bersama mentari.
Menangis diantara gemulung awan.
Tertawa dalam gempita cahaya bintang.
Tak terkatakan indahnya yang tercipta.
Segalanya menjadi surga kecil yang penuh senyum dan gairah.
Ketika waktu tak mau lagi menunggu,
perempuan itu pergi meninggalkanku, bersama angin dan pekatnya malam.
Ia pergi membawa luka tak terkatakan, namun kurasakan.
Sayap jiwanya patah.


Seharusnya aku bahagia karena aku bisa membawanya terbang dengan sayapku, meniti titian langit, mengitari surga kecil kami.
Tapi ia memilih porak poranda.
Hatinya memang seluas samudera.
Perih dan luka hendak ia resapi sendiri.
Tak pernah lagi kutemui perempuan lesung pipitku.
Bahkan dilingkaran waktu tempat kami bertemu.
Tak tahukah ia, sayap jiwakupun tlah retak dan batinku berserak?


pustaka:
http://fiksi.kompasiana.com/puisi/2013/05/21/perempuan-lesung-pipit-562025.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar