Senin, 31 Desember 2012

Pegawai Vs Pengusaha: Jadi Pengusaha Itu Mudah?


Kakak teman saya pernah berkata pada saya, saat saya sedang merintis usaha: “Jadi pengusaha itu gampang.. Ga perlu belajar tinggi-tinggi, ga perlu les keterampilan khusus, tinggal buka usaha aja, beres..”

Seorang teman saya yang pegawai juga ngasih pernyataan yang senada: “Enak banget jadi pengusaha yaa.. Lihat bosku.. Kerjanya goyang-goyang kaki sama kipas-kipas.. Tapi penghasilannya jauh lebih besar dari kami yang setiap hari pontang panting bekerja buat dia..”

Coba cari teman kita yang pengusaha menengah, yang membangun usaha dari bawah.. Tanya sejarah ia membangun usahanya itu.. Semua teman-teman saya yang menjadi pengusaha, begitu saya tanyai sejarah perjuangannya membangun usaha dari nol, semuanya tiba-tiba memancarkan sinar terang di matanya, pandangan matanya menatap sebuah titik jauh di atas kepala saya, bercerita dengan berapi-api, kadang-kadang dengan genangan air di matanya.. Perjuangan mereka tidak pernah ringan.. Keliling-keliling berusaha menjual produk atau jasanya, ditolak di sana-sini, masa-masa sepi pesanan yang membuat kelimpungan menggaji karyawan, masa-masa di saat beberapa bank menelpon sekaligus dan mengancam karena pinjaman sudah jatuh tempo, ditipu rekanan bisnis sehingga ratusan juta rupiah, yang kesimpulannya hanya satu: jalan untuk jadi pengusaha yang sukses, tidak pernah mudah..

Ada teman saya pengusaha konstruksi, yang pernah nyaris bangkrut habis-habisan, karena ditipu rekanan.. Karyawannya harus tetap digaji, dan pinjaman bank terus berbunga.. Tekanan begitu berat, sehingga ia nyaris putus asa dan ingin menutup usahanya.. Tapi ia memikirkan para karyawannya, yang rata-rata sudah ikut dia belasan tahun.. Akhirnya ia mengumpulkan semua karyawannya, dan dengan mata berkaca-kaca, ia menceritakan semua kondisi perusahaan, dan akhirnya bertanya: apakah semua karyawan bersedia dikurangi gajinya sampai kondisi perusahaan membaik, yang ia belum tahu entah kapan? Ia sendiri tidak akan bergaji (teman saya membiasakan diri menggaji dirinya sendiri sebagai direktur perusahaan), dan tidak akan mengambil sepeserpun uang perusahaan, sampai usahanya diselamatkan.. Syukurlah, dan ajaibnya, semua karyawan setuju bertahan, bahkan menjadi tertantang membangun kembali perusahaan tersebut..

Selama 8 bulan mereka berjuang habis-habisan dengan kondisi keuangan berantakan, sehingga sang direktur pun hanya mengandalkan gaji istrinya yang PNS, untuk bertahan hidup.. Akhirnya, kondisi sulit itu berlalu, dan di akhir tahun, teman saya itu mengundang kembali semua karyawan, memeluk mereka satu persatu, mengucapkan terima kasih dengan tenggorokan tercekat, menaikkan gaji melebihi masa-masa sebelum krisis, dan membagikan bonus yang besar untuk semuanya..

Teman saya yang lain, membuka bisnis bimbingan belajar.. Usahanya cukup sukses untuk ukuran saat itu.. Tetapi entah kenapa, usahanya tiba-tiba bangkrut, menyisakan utang ratusan juta, dan rumah dan kendaraan mereka pun tersita.. Teman saya itu harus naik motor butut ke sana kemari, pindah ke rumah kontrakan kumuh di pinggiran kota, dan nyaris setiap hari harus didatangi debt collector, yang memaki-maki ia di depan istri dan anaknya.. Sungguh hidup yang tidak tertahankan bagi sebagian besar kita.. Hebatnya, ia dan istri tidak pernah menyerah.. Ia membangun kembali bisnis yang lain dari kondisi minus.. Empat tahun kemudian, ia sudah kembali membeli rumah, mobil, dan menjadi lebih kaya dari sebelumnya..

Saat saya berusaha membangun bisnis tour organizer bersama teman-teman, kami nyaris menyerah berkali-kali.. Karena kami tidak padat modal, kami berusaha padat karya.. Kami menawarkan jasa ke mana-mana, tanpa hasil.. Sementara kebutuhan hidup terus mendesak.. Kami kerja serabutan di luar, sambil terus berusaha membangun usaha kami.. Kami menggagas ide untuk mengadakan tour misteri ke gua cerme, survei lokasi, merangkak di dalam genangan air menyusuri gua yang gelap, melobi Damian Magic School utk bekerjasama, kemudian menyebar brosur di UGM pada hari minggu: tidak ada yang berminat.. Mengadakan wisata mancing: rugi. Setiap hari pergi ke sana-sini, dapat penolakan dari sana sini, pulang ke rumah tanpa hasil, membuat semangat kami terus menurun.. Kami harus berjuang keras untuk menyemangati diri untuk ngesot ke kantor kami setiap pagi, untuk kembali mengalami kegagalan yang sama, dan pulang sore hari ke rumah dengan kepala tertunduk.. Tapi, kami tidak punya pilihan lain, dan kami tidak bisa menyerah.. Saya, tidak pernah melupakan masa-masa itu..

Proses membangun usaha dari bawah, tidak pernah mudah.. Sering kali kita tidak tahan dengan prosesnya, dan langsung kembali ke jalur pegawai jika kita tidak kuat menanggung bebannya.. Sebagai pegawai, kita cukup melakukan apa yang diperintahkan, maka gaji akan datang diakhir bulan.. Pengusaha? Sedikit saja kita salah mengambil keputusan, kita bisa jatuh ke lembah terdalam kehidupan manusia..

Beberapa teman saya mencoba buka usaha dengan modal ratusan juta, bangkrut, dan kembali menjadi pegawai, sambil menjilati luka-lukanya.. Itulah mengapa, seringkali mereka yang berpendidikan rendah, malah bisa menjadi pengusaha sukses: mereka tidak punya pilihan lain. Tidak ada perusahaan yang mau memberikan gaji yang layak untuk mereka, sehingga mereka tidak punya pilihan lain untuk berjuang.. Kalau mereka terantuk dan bangkrut, mereka tidak punya pintu belakang, dan pilihan mereka hanya bangun lagi.. Seringkali, itulah yang menjadi pembeda keberhasilan membangun usaha..

Sedangkan teman-teman yang berpendidikan tinggi, mereka punya pilihan lain.. Jika mereka dihajar pengalaman pahit, banyak dari mereka yang mundur teratur, dan kembali ke jalur yang aman: pegawai. Walaupun harus menelan gaji seadanya (jarang sekali ada pegawai yang curhat dengan galau : “gue pusing banget nih bro, gaji gue berlebih-lebih terus.. Bank-bank dah nolak deposito gue, brankas dah penuh sesak, tanah di sekeliling rumah dah habis digali untuk nanam duit.. Ada solusi?”), mereka tetap bertahan jadi pegawai.. Banyak teman-teman yang ingin buka usaha sejak beberapa tahun yang lalu, tapi banyak dari mereka yang tidak memulainya sampai sekarang, karena mereka masih punya pilihan.. Dan membayangkan harus menempuh resiko bangkrut, menghadapi kemungkinan memulai sesuatu dari nol lagi, membuat mereka selalu menunda-nunda langkah mereka, dengan berbagai alasan (“nunggu anak-anak besar, nunggu situasi ekonomi membaik, nunggu warisan, nunggu ekonomi mapan, nunggu pensiun, dan nunggu tahun 2012 lewat, siapa tahu kiamat jadi”).. Coba bayangkan, jika tiba-tiba besok mereka diPHK, apakah alasan-alasan itu masih relevan? Sering ga baca cerita tentang orang yang sukses jadi pengusaha, justru setelah dia diPHK dari pekerjaannya?

Jadi, benarkah menjadi pengusaha itu gampang? Memang benar, membuka usaha itu tidak perlu pendidikan tinggi.. Tapi, membangun usaha sampai berhasil itu, memerlukan semangat pantang menyerah, membuang gengsi, disiplin yang tinggi, dan keuletan yang luar biasa.. Dan itu, tidak akan pernah kita pelajari, dari sekolah manapun, kecuali sekolah kehidupan.. Penghasilan pengusaha lebih besar? Jelas, karena ia menanggung beban, resiko dan tanggung jawab yang jauh lebih besar dari pegawainya.. Seperti kata pamannya Spider-Man saat sekarat: “Ingatlah Peter, dibalik tanggung jawab yang besar, ada pendapatan yang besar..” (ngarang mode on). Pengusaha itu tinggal goyang-goyang kaki dan kipas-kipas? Iya benar, jika mereka itu penjahit dan tukang sate, hehehe..

Bukan, saya bukan sedang mencoba mematikan semangat mereka yang ingin atau pernah membuka usaha.. Saya cuma ingin katakan, kalau kita pernah mengalami sulitnya membangun usaha, ditipu, atau bahkan bangkrut sampai tinggal kolor doang, ga usah khawatir, ga usah buru-buru berfikir “ini karena gue lahir Selasa Kliwon”: itu normal. Nyaris semua pengusaha sukses pernah mengalaminya.. Teruskan saja, atau coba lagi, karena itu artinya kita sudah berada di jalan yang benar.. Pengusaha, setiap hari, memang hidup dalam badai.. Tapi yakinlah, jika berhasil melaluinya, kita akan menjadi pribadi yang luar biasa..

Ada kabar baik dan kabar buruk menjadi pengusaha.. Kabar baiknya: tidak ada orang yang menyuruh-nyuruh kita.. Kabar buruknya? Tidak ada orang yang menyuruh-nyuruh kita..

sumber:
http://ekonomi.kompasiana.com/wirausaha/2012/12/10/pegawai-vs-pengusaha-jadi-pengusaha-itu-mudah-515556.html

Pegawai vs Pengusaha


“Tidak ada apapun di dunia ini yang bisa menggantikannya. Bakat pun tidak. Banyak sekali orang berbakat yang tidak sukses. Kejeniusan pun tidak. Jenius yang tidak sukses sudah hampir selalu menjadi olok-olokan. Pendidikan pun tidak. Dunia ini penuh dengan orang terpelajar. Hanya KEMAUAN dan KETABAHAN saja yang paling ampuh..”

Suatu hari, di bulan Mei 2012

Saya diundang Dinas Koperasi dan UKM untuk mengisi acara pelatihan kewirausahaan untuk para penyuluh KUB (Kelompok Usaha Bersama), yang bertugas untuk membentuk kelompok-kelompok usaha di pedesaan, yang diharapkan menjadi pendorong kegiatan wirausaha di desa masing-masing..

Baru kali itu saya menghadiri acara di hotel berbintang, di ruangan ber AC, yang udaranya penuh asap rokok.. Saya sangat maklumi, karena mereka semua berasal dari daerah-daerah yang terpencil.. Bahkan jika ada yang menaikkan satu kakinya ke kursi dan sambil buka lapak kartu, saya mungkin akan tetap maklum.. Nah, satu pertanyaan yang sangat menggelitik, muncul dari salah satu peserta: “Bagaimana cara kami memotivasi para pengusaha kecil ini? Sering sekali kami berikan masukan-masukan, tapi mereka tidak pernah melaksanakannya..”

Pertanyaan ini sudah sering saya dengar.. Kenapa para pengusaha kecil ini, tidak mau mematuhi saran-saran para penyuluh? Bahkan para penyuluh lulusan sindansi, diklat 6 bulan dari kementerian perindustrian, yang dilatih oleh para akademisi dari kampus UGM dan UI, tidak juga dipatuhi.. Masukan-masukan dari para penyuluh ini memang didengarkan, sambil mengangguk-angguk dan menatap kosong.. Tapi, tidak pernah dilaksanakan.. “Mengapa, oh, mengapa pak?” tanya para penyuluh itu dengan mata berkaca-kaca.. #lebay

Saya merenung sebentar.. Bukan, bukan karena saya bingung mau jawab apa.. Tapi menurut mentor saya yang jago orasi: “jika kamu diberi pertanyaan, dan jawabannya menurut kamu sangat, sangat penting, diam dulu sejenak, berlagak seolah-olah kamu berfikir keras, agar mereka benar-benar penasaran dan menyimak jawaban kamu..” Maka saya pun berlagak mengerutkan kening, mencubit-cubit bibir, menatap langit-langit, menghela nafas panjang, lalu mendekatkan bibir ke mikropon, menghela napas lagi, menatap sang penanya, dan……setelah jeda yang cukup lama, dan sebelum ada sandal atau asbak melayang ke saya, saya mulai bertanya..

“Pak, bapak bisa berenang?”

“Tidak pak..”

“Kira-kira, kalau bapak ingin belajar berenang, bapak belajar dengan orang yang dah sering berenang, atau dengan orang yang hapal luar kepala isi buku Mari Belajar Berenang, tapi ga pernah nyemplung ke air seumur hidup?”

Itulah, menurut mentor saya, yang membuat para penyuluh wirausaha ini, tidak pernah dipatuhi oleh para pengusaha kecil tersebut. Mereka belajar segala macam teori tentang wirausaha, dari para akademisi ternama, tentang manajemen keuangan, analisis BEP, manajemen SDM, uji kelayakan usaha, dan segudang ilmu lain, tapi mereka sendiri, termasuk para akademisi yang mengajar mereka, tidak pernah membuka usaha.. Wirausaha, bukan hanya soal seberapa banyak teori yang kita hapal, tapi soal keberanian dan kemauan menjejakkan kaki ke zona baru, zona di mana disiplin, kemauan merubah pola fikir, dan semangat pantang menyerah menjadi kunci pentingnya..

Para penyuluh ini, dilatih tentang wirausaha, tapi pola fikir mereka tetap seperti pegawai.. Bahkan, sebagian dari mereka adalah PNS, dan walau mereka diajari oleh Philip Kotler langsung sekalipun, tapi pola fikir mereka tetap PNS.. Dan itu, tidak akan berubah, sebelum mereka membuka usaha sendiri..

“Lho apa sih beda pola fikir antara pegawai dan pengusaha? Yang penting kan sudah paham ilmunya?” protes salah satu penyuluh..

“Ok, coba saya beri contoh ya pak.. Kira-kira, pengusaha dengan pegawai, lebih kaya mana?”

“Ya tentu saja lebih kaya pengusaha pak..”

“Nah, kalau lebih kaya pengusaha, kenapa bapak belum buka usaha? Bapak ga ingin kaya?”

Nyaris semua menjawab: “Ya pingin paak.. Tapi kami ga punya modal..”

Itulah alasan yang paling sering saya dengar, dari teman-teman yang berpola fikir pegawai: tidak punya modal. Banyak dari kita yang menganggap, wirausaha itu harus memiliki modal puluhan juta rupiah.. Benarkah?

Mari kita lihat di sekitar kita: berapa banyak pengusaha sukses yang memulai usaha dari nol, bahkan dari minus? Bapak saya, datang dari Jawa ke Medan setamat SPMA (Sekolah Pertanian Menengah Atas), hanya bermodal sedikit baju, ijazah dan sebuah alamat untuk dicari.. Karena alamat yang dituju tidak bisa membantu banyak, bapak bertahan hidup dengan berjualan sayur dan koran keliling..

Bapak ingin berjualan perabot rumah tangga, tapi ga punya modal dan pengetahuan.. Akhirnya beliau magang di seorang pedagang perabot, selama 3 bulan, tanpa bayaran sama sekali.. Beliau tetap jualan sayur dan koran, untuk menyambung hidup.. Pergi pagi, pulang lewat tengah malam.. Setelah mengerti cara berdagang perabot, beliau mengajak join satu temannya yang punya modal tapi malas bekerja keras.. Beliau membangun usaha tersebut dari nol, kerja keras siang malam, sehingga akhirnya mampu menyekolahkan empat anaknya sampai universitas, dan mempunyai banyak aset berupa rumah kontrakan di berbagai lokasi..

Teman saya yang lain, memulai bisnis keripik ubi dari nol. Ia seorang sarjana, yang ingin berwirausaha.. Istrinya yang menggoreng keripik, lalu ia mengedarkan hasil gorengan istrinya ke warung-warung sekitar rumahnya.. Malu? Wah, hampir semua kenalan dan keluarganya menghina habis-habisan: “oalaaah.. tinggi-tinggi sekolah koq malah jadi tukang keripik..” Dia tinggal di kota kecil di Jawa Tengah, di mana seorang sarjana diharapkan menjadi PNS, atau minimal pegawai perusahaan.. Tapi ia tetap ulet, dan usahanya maju pesat.. Lima tahun kemudian, ia sudah bisa naik haji dan banyak mempekerjakan banyak tetangganya.. Pandangan orang pun berubah: “Waaah.. hebat yaa.. Sekarang dah jadi pengusaha keripik..” Berapa besar sih modal membuat kripik ubi?

Saya pernah memulai usaha tour organizer, dengan dua orang teman saya, yang menawarkan jasa mengatur tour bagi perusahaan atau instansi yang ingin mengadakan tour bagi para karyawannya.. Coba tebak berapa modal usahanya? Ratusan juta? Puluhan juta? Hanya 600 ribu rupiah (dibagi tiga orang pemilik menjadi 200 ribu rupiah).. Kami hanya membeli telepon flexy dan mencetak brosur dan kartu nama, lalu mulai menawarkan jasa kami melalui email dan jaringan teman-teman kami.. Proyek pertama kami, datang dari sebuah perusahaan di Surabaya, yang ingin mengadakan tour karyawan ke Yogyakarta, yang nilai kontraknya puluhan juta.. Usaha itu masih berjalan sampai sekarang, walau saya sudah keluar, karena harus pindah ke Medan..

Jadi, benarkah usaha itu butuh modal uang (yang besar)?

“Semua orang ingin berhasil, tetapi tidak semua orang mau berubah..”

sumber:
http://ekonomi.kompasiana.com/wirausaha/2012/12/03/pegawai-vs-pengusaha-513772.html

Pegawai vs Pengusaha: Investasi


s
Seorang teman, yang sudah menikah dan punya anak, dengan sisa uang terakhirnya sebesar 11 juta, mencoba bermain trading valas melalui internet. Saya kebetulan berkunjung ke rumahnya, dan karena saya tertarik dengan hal-hal yang baru, saya pun mengamati apa yg dilakukan teman saya itu selama 3 hari berturut-turut. Hari pertama dan kedua, berjalan luar biasa, dan wow, teman saya berhasil meraup untung 1 juta per hari.. Hari ketiga, ia melakukan kesalahan fatal, dan kehilangan semua uang terakhirnya..
Teman saya yang lain, mencoba membuka usaha restoran di Jakarta.. Ia punya konsep rumah makan yang bagus, lokasi yang strategis di sebuah mall di Jakarta, harga makanan yang tidak terlalu mahal, dan berdasarkan semua perhitungan yang ia lakukan, usahanya ini seharusnya akan sukses.. Maka ia mengundurkan diri dari pekerjaannya di bank yang sudah cukup mapan, dan dengan percaya diri menginjakkan kakinya ke dunia wirausaha.. Apa yang terjadi? Restorannya sepi. Ia mencoba mempertahankannya, sambil berharap pada kata pepatah “semua akan ramai pada waktunya..” (ngarang mode on) Sayang, keuangan yang defisit terus menerus, membuat dia harus menutup restorannya di bulan ke 11, dan mulai mencari-cari pekerjaan lagi..
Teman saya bermain badminton malah menghadapi kehancuran yang lebih parah.. Dia pernah bekerja di toko komputer, dan akhirnya memutuskan untuk membuka usaha komputer sendiri.. Selama 2 tahun usahanya berjalan sangat bagus, sehingga ekonomi keluarganya meningkat dengan pesat.. Tapi, hanya karena tertipu dalam satu transaksi saja, ia pun bangkrut habis-habisan, bahkan rumah mertuanya pun harus disita untuk membayar hutang-hutangnya.. Saat ini, dia kembali bekerja, menjadi supir di sebuah perusahaan ekspedisi..
Sebenarnya, apa sih itu investasi? Kalau secara awam, mungkin bisa kita katakan, bahwa investasi adalah mengorbankan sesuatu (waktu, uang, tenaga, fikiran, dll) dengan mengharapkan sesuatu yang lebih besar.. Dari serangkaian kisah kegagalan di atas, seringkali kita menyimpulkan hal yang salah, bahwa investasi yang telah dilakukan teman-teman di atas, adalah kesia-siaan..
Yuk kita ambil contoh investasi yang nyata: sekolah. Apa kira-kira tujuan kita bersekolah? Saya rasa sebagian besar dari kita akan menjawab: “untuk mendapatkan pekerjaan yang bagus, gaji yang besar, jadi kaya raya, dan mati masuk surga”. Nah, dengan harapan seperti itu, kita bersedia menginvestasikan kira-kira 18 tahun dari usia hidup kita untuk jungkir balik belajar segala macam di sekolah, dari SD sampai sarjana.. Itu baru dari segi waktu.. Berapa banyak uang yang kita habiskan untuk bersekolah? Puluhan juta? Jika dihitung dari SD sampai sarjana, saya yakin rata-rata kita sudah menghabiskan ratusan juta rupiah, bahkan mungkin milyaran rupiah, jika kita memilih sekolah-sekolah bagus dan universitas unggulan.
Pertanyaannya: setelah kita menginvestasikan belasan tahun, dan ratusan juta rupiah, berapa lama kita balik modal setelah lulus? Ada ga yang berhasil balik modal di tiga tahun pertama (jika kita tidak melalui fase pengangguran dulu)? Belum lagi jika kita menghitung pengeluaran kita selama bekerja..  Dan berapa banyak yang bekerja tidak sesuai dengan bidang yang ia pelajari di waktu kuliah? Jadi, apakah investasi kita bersekolah, menjamin kita sukses?
Nah, jika kita bersedia menginvestasikan waktu belasan tahun dan ratusan juta rupiah untuk sesuatu yang tidak pasti, kenapa kita tidak berani menginvestasikan hal yang sama untuk membuka usaha? “Buka usaha kan belum pasti berhasil mas.. Iya kalau berhasil.. Kalau gagal gimana?” Iya, betul. Tapi, memangnya ada investasi yang pasti menguntungkan? Jika memang ada, pasti semua orang akan berinvestasi di bidang itu..
Dan, sering kali kita keliru menganggap membuka usaha itu mudah: kita menginvestasikan uang, waktu dan tenaga dalam waktu setahun dua tahun, lalu uang itu akan kembali dengan sendirinya.. Kita lupa, bahwa, untuk semua bidang, kita juga harus belajar, agar bisa menjadi yang terbaik di bidang itu..
Susi Susanti, sudah diakui sebagai salah satu pemain bulu tangkis yang terbaik.. Tapi sebelum dia menjadi yang terbaik, dan telah mendapatkan banyak uang dari profesinya, apakah kita mengira dia langsung terjun ke bulu tangkis dalam waktu setahun, dengan bawa modal besar, lalu tiba-tiba jadi sukses? Kita sering lupa bahwa, Susi Susanti telah banting tulang semenjak ia kecil, latihan siang malam, menginvestasikan waktu, bahkan juga uang yang tidak sedikit, untuk belajar bermain bulutangkis.. Apakah dia sudah yakin sejak kecil bahwa dia akan jadi pebulu tangkis hebat kelak? Bahwa investasinya tidak akan sia-sia? Saya yakin tidak. Tapi dia terus berusaha, dan dia sudah memetik hasilnya..
Nah, kembali ke dunia usaha: kita juga sering menganggap usaha itu hanya butuh investasi uang. Kita kontrak bangunan, kita isi dengan barang-barang, kita rekrut pegawai, potong kambing, pasang karangan bunga, dan sim salabim: tiba-tiba kita punya pemasukan besar, dan menjadi pengusaha sukses.. Jika kemudian impian kita kandas, kita langsung menyimpulkan weton kita yang keliru, atau dukun kita kalah ama dukun toko sebelah.. Kita sering kali lupa proses belajarnya.. Untuk menjadi pengusaha yang hebat, kita harus belajar banyak..
Itulah mengapa, sering kali usaha yang diwariskan ke anak, jadi hancur berantakan.. Sang ayah sukses mendirikan usaha, dan usaha itu sudah berjalan sedemikian bagus, hingga seolah-olah akan terus maju walau pimpinan perusahaan diserahkan kepada office boynya.. Tapi ternyata begitu diserahkan ke anaknya, perusahaan itu jadi oleng, termehek-mehek, bahkan ambruk.. Sang ayah hanya mewariskan usahanya, tapi lupa mewariskan hal-hal yang lebih penting: pengetahuan tentang dunia usahanya, dan, lebih dari itu, mental wirausahanya.. Banyak sekali pengusaha yang sukses malah memanjakan anak-anaknya secara berlebihan, menjauhkan anaknya dari segala masalah, sementara pengusaha yang baik, justru muncul dari tempaan masalah yang berat..
Banyak juga dari kita yang malas belajar, hingga akhirnya tergiur iming-iming investasi di berbagai perusahaan abal-abal, yang menjanjikan keuntungan per bulan yang jauh di atas bunga bank.. Kita ingin hasilnya, tapi sering kali kita bahkan tidak mau belajar lebih rinci tentang detail bisnis yang ditawarkan, kredibilitas perusahaan yang ditawarkan, bahkan kita terlalu malas untuk belajar apakah pembagian keuntungan yang diberikan masuk akal atau tidak.. Hingga setiap tahun ada saja ribuan orang yang tertipu dengan investasi bodong, dan, herannya, ribuan orang berikutnya, tetap tidak belajar..
Akhirnya, jika kita pernah gagal membangun bisnis, dan kehilangan banyak uang, selamat: itu bagian dari pelajaran menjadi pengusaha.. Susi Susanti juga tidak menang terus menerus.. Saya ga kebayang jika Susi terus mutung dan gantung raket hanya karena kalah berturut-turut 5x di masa awal karirnya.. Kadang kita memang harus kalah dulu, agar lebih mengerti tentang dunia usaha.. Di usaha berikutnya lah, kita baru berhasil.. Maka kebangkrutanpun, bisa dipandang sebagai investasi.. Dan investasi kita itu, tidak pernah sia-sia, jika kita belajar darinya… Dan ingatlah, yang seringkali menentukan keberhasilan investasi kita bukanlah jenis usaha kita, , sestrategis apa lokasi usaha kita, atau bahkan seberapa besar modal yang kita tanam.. Keberhasilan investasi kita, justru ditentukan oleh: apakah kita juga berinvestasi ke ujung tombak usaha kita: diri kita sendiri..
Berinvestasi uang dalam bidang usaha tanpa mau belajar, sama seperti kita ingin jadi pemain basket hebat, dimana kita membeli seragam, bola basket, ring basket, bahkan lapangan basket sekaligus, tanpa pernah mau belajar bermain basket yang baik..


sumber:
http://ekonomi.kompasiana.com/wirausaha/2012/12/27/pegawai-vs-pengusaha-investasi-520121.html

Pegawai vs Pengusaha: Bagaimana cara pensiun?

Pernah makan di KFC? Pertanyaan yang ga perlu dijawab sebenarnya.. Sama saja seperti saya nanya: pernah minum coca cola? Tujuan saya bukan menanyakan itu.. Coba perhatikan, apakah pemilik KFC itu nongkrong nungguin usahanya?
Beberapa teman saya, memilih menjadi pengusaha, bukan karena sekedar ingin menjadi kaya.. Kalau sekedar ingin menjadi kaya, semua bidang lain bisa menjadi kaya.. Pegawai kaya? Banyak. Lihat saja Gayus Tambunan.. (hush! koq Gayus yg dijadikan contoh?). Atau lihat para pegawai lain yang sudah mencapai posisi yang tinggi di perusahaannya.. Cukup banyak pegawai yang berpenghasilan bersih di atas 20 juta per bulan, sehingga bisa kita kategorikan kaya..
Wirausaha kaya? Banyak. Dokter spesialis yang kaya bertaburan di seluruh Indonesia.. Artis apalagi. Banyak yang penghasilannya puluhan juta, bukan per bulan, tapi per jam.. Eh, sebentar, memangnya apa bedanya pengusaha dengan wirausaha?
Menurut Robert Kiyosaki, pengusaha dan wirausaha sama-sama tidak bekerja di bawah perintah orang lain.. Mereka sepenuhnya bekerja untuk dirinya sendiri.. Perbedaannya? Setahun. Maksudnya?
Pengusaha, jika ia berhenti total bekerja selama setahun, maka usahanya akan tetap berjalan, bahkan mungkin makin maju.. Sementara wirausaha, tidak. Jika wirausaha bekerja, ia dapat pemasukan. Jika ia berhenti bekerja, maka pemasukannya juga berhenti. Jadi sebenarnya mudah saja untuk mengukur, apakah kita masih termasuk wirausaha, atau sudah masuk kelompok pengusaha.. Coba besok pagi kemas-kemas, kemudian pergi wisata keliling Indonesia, kemudian akhirnya menetap di Papua untuk belajar memanah.. Lalu sambil memakai koteka, coba kita kembali ke rumah setahun kemudian, dan tinjau usaha kita.. Kalau ternyata usaha kita ambruk, dan rumah kita sudah dipasang plang rumah ini dijual oleh bank untuk bayar utang, berarti kita masih masuk kelompok wirausaha..
Nah, inilah salah satu daya tarik pengusaha: pensiunnya.. Beda dengan pegawai, di mana saat pensiun, penghasilan sering kali terpotong menjadi kurang dibawah setengah gaji, sementara mereka sudah terbiasa dengan gaya hidup bergaji penuh selama puluhan tahun. Tidak heran saya cukup sering melihat para pensiunan pegawai yang pusing memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, yang akhirnya malah menggantungkan hidup pada anak-anaknya.. Saya rasa, hidup di bawah belas kasihan orang lain, walaupun itu anak kita sendiri, tidaklah sehat.. Anak-anak kita kelak, sudah punya tanggung jawab sendiri, untuk menghidupi keluarganya..
Nah pertanyaannya, bagaimana caranya pindah dari wirausaha menjadi pengusaha, sehingga penghasilan kita tetap, atau bahkan meningkat, walau kita sudah berhenti bekerja? Jawabnya cuma satu: sistem.
Saya punya langganan bakso, dari sejak tahun 90an sampai sekarang.. Dari sejak pertama saya kali makan di sana, sampai sekarang puluhan tahun kemudian, yang saya temui tetap sama: lokasi sama, besar warung tetap sama, tidak punya cabang, bahkan sang pemilik masih tetap nongkrong di meja kasir yang sama, hanya saja sudah bertambah tua.. Saya cukup heran: baksonya enak, warungnya selalu ramai, harganya masuk akal, pelayanannya cukup bagus, dan sudah cukup terkenal di Medan, kenapa sepertinya tidak ada perkembangan? Pernah saya iseng tanya ke bapak tua pemiliknya: “Kenapa ga dikembangkan usahanya pak? Minimal buka cabang satu lagi?” Bapak itu menjawab dengan senyuman lebar khasnya: “Walah mas, ngurus satu aja sudah habis waktu saya.. Mana sanggup saya ngurus dua warung sekaligus?”
Lha, kembali ke awal cerita ini: memangnya para pemilik KFC itu kerjanya nongkrong di warung KFCnya? Saya yakin ada beberapa cabang yang dimiliki pemilik yang sama.. Pertanyaannya: kenapa usaha KFC bisa berkembang terus, walau tidak ditongkrongi, sementara usaha bakso bapak itu tidak berkembang sama sekali? Saya tidak bisa membayangkan seorang pengusaha, yang mempunyai 50 tempat usaha dengan berbagai jenis usaha yang berbeda di seluruh Indonesia, harus keliling-keliling nongkrongin 50 tempat usaha sekaligus.. Kenapa ada orang yang bisa punya banyak perusahaan, sementara ada orang yang kehabisan waktu hanya untuk mengurusi satu warung? Sekali lagi jawabnya sederhana: sistem.
Sistem, dalam bahasa awam, adalah sekumpulan hal-hal kecil yang distandarkan, yang jika dilakukan, akan membentuk kinerja.. KFC, sudah punya aturan standar yang jelas.. Kadang kita menyebutnya sebagai SOP (Standard Operating Procedure). Mulai dari cara melayani konsumen, pembukuan, tata interiornya, cara melatih pegawai, berapa lama ayam digoreng dan dalam suhu berapa derajat, bahkan sampai arah menyapu lantainya, semua sudah distandarkan.. Semua cabang KFC mempunyai sistem yang sama, dan semua sudah melalui riset yang mendalam.. Bahkan sampai pilihan warna kursi dan mengapa KFC menggunakan kaca tembus pandang sebagai dinding, semua melalui riset.. Sehingga, siapapun yang diberi tugas memimpin cabang tersebut, cabang tersebut tetap bisa berjalan dengan baik.. Sistemnya juga dibuat sedemikian rupa, sehingga potensi kecurangan pegawai juga bisa diminimalisir..
Itulah yang perlu kita lakukan jika ingin menjadi pengusaha: membentuk sistem. Tidak mudah? Iya. Kita harus meluangkan waktu untuk menemukan standar yang tepat untuk semuanya di dalam usaha kita, sama seperti KFC, lalu mengcopynya ke cabang yang baru.. Itupun belum tentu langsung berhasil, karena cabang yang baru berarti menemui masalah yang baru.. Semua usaha waralaba, seperti KFC dan Indomaret, terus menerus menyempurnakan sistemnya, sehingga diharapkan mampu menjawab masalah apapun yang muncul di cabang manapun.. Sehingga di beberapa negara, ada aturan bahwa sebuah jenis usaha baru boleh diwaralabakan setelah lima tahun berdiri.. Setelah lima tahun, diharapkan sistemnya sudah mapan, sehingga tidak ada pembeli hak waralaba yang dirugikan karena sistem yang masih coba-coba..
Dan, lebih dari itu, membentuk sistem berarti kita harus mampu untuk berbagi wewenang dan rezeki kepada orang lain.. Kita harus mampu mengikhlaskan cabang-cabang usaha kita dipimpin oleh orang lain, dan mengikhlaskan sebagian keuntungan untuk menggaji orang lain untuk mengawasi cabang-cabang kita.. Tapi coba renungkan, mana yang lebih baik, punya satu toko dengan penghasilan 20 juta rupiah, atau punya 10 toko dengan penghasilan masing-masing 5 juta rupiah? Tanpa kemauan dan kemampuan untuk berbagi, maka kita akan sulit sekali untuk sekedar mengembangkan 2 toko, apalagi sampai 10 toko..
Lalu kenapa kita harus susah payah membentuk sistem, kalau usaha kita sudah berhasil membuat kita kaya? Kenapa kita harus menginvestasikan uang, tenaga dan fikiran, jika sekarang saja usaha kita sudah cukup maju? Jawabnya mudah: kita tidak pernah tahu berapa lama kita diberi waktu oleh Tuhan berkarya di dunia ini.. Di zaman di mana banyak orang kena stroke atau penyakit jantung di usia 30an, bagaimana kita bisa berharap kita akan hidup selamanya? Jika suatu saat kita sakit keras dan tidak mampu bekerja lagi, atau bahkan meninggal, bagaimana nasib usaha kita? Atau pertanyaan yang lebih tajam: bagaimana nasib keluarga kita, yang mungkin menggantungkan hidupnya terhadap penghasilan kita? (apalagi jika kita adalah pegawai).. Banyak sekali wirausaha yang dikendalikan penuh oleh kebijakan pemiliknya, dimana sang pemilik adalah sistem itu sendiri, sehingga di saat pemiliknya meninggal, sistemnya ikut berpulang, dan akhirnya usahanya ikutan menutup mata..
Akhirnya, jika kita ingin meninggalkan warisan yang berharga untuk penerus kita, mari kita bentuk sistem.. Kita bisa memilih membangun sistem sendiri, atau membeli hak waralaba dari perusahaan-perusahaan yang sistemnya sudah mapan.. Yang manapun pilihan kita, ingatlah, bahwa semua susah payah itu demi masa tua kita, dan demi masa depan anak cucu kita..
Membangun usaha tanpa sistem seperti mendorong batu besar di jalan rata. Kita mendorong, batunya jalan. Kita berhenti, batunya berhenti.
Membangun usaha dengan sistem, seperti mendorong batu besar di sebuah tanjakan. Lebih berat dan lebih sulit, bahkan jika kita berhenti di tengah tanjakan, batu besar itu akan menggelinding dan melindas kita. Tapi jika kita teruskan sampai puncak tanjakan, batu itu akan terus meluncur turun, dengan atau tanpa kita.. 

sumber:
http://ekonomi.kompasiana.com/wirausaha/2013/01/01/pegawai-vs-pengusaha-bagaimana-cara-pensiun-521378.html

Cara Hitung Harga Gabah yang Propetani

Berapa harga gabah yg pro petani?apakah HPP gabah yg ditentukan pemerintah di Rp.3750,-/kg gabah kering giling telah merefleksi harga yg pantas? Apakah harga ini telah melindungi petani? Kenyataannya hingga seminggu yg lalu harga gabah dipasaran sempat Rp.5.500/kg.Saya mulai menjabarkan biaya petani kita perhektar.Dari pembenihan hingga panen, satu hektar sawah butuh 205 hari kerja.bila UMP Rp.1.500.000/bulan maka satu hari kerja itu Rp.50.000,-Maka upah tenaga kerja dari pembenihan hingga panen itu Rp.10.250.000,- ditambah biaya benih,pupuk dan obat2xan sekitar Rp.5.000.000,-maka total biaya petani untuk satu hektar sawah adalah Rp.15.250.000,-
Lalu harus ditambah biaya oportunity cost petani itu selama 4 bulan menunggu panen, kita makan UMP Rp.1,5 juta x 4 bulan = 6 juta rupiah.
Maka total biaya memproduksi satu hektar sawah adalah Rp.21.250.000,-Saat sawah itu panen dgn baik, standar nasional produktivitas sawah kita adalah 5000kg per hektar, namun banyak petani yg hanya panen 3000-4000kg per hektar.
Maka bila diambil 25 juta dibagi 5000kg gabah maka modal petani per kg adalah sekitar Rp.5000,-
Kenapa pemerintah menetapkan Rp.3750,- perkg gabah?
Apakah artinya petani kita harus makan angin selama 4 bulan menunggu panen?
Kalo begitu jadi buruh masih lebih baik, ngapain jadi petani?
Bisa mati, negara kaga bela petani, nasib petani lebih buruk daripada buruh!
Apa pendapat anda?

sumber:
http://ekonomi.kompasiana.com/agrobisnis/2012/12/29/cara-hitung-harga-gabah-yg-pro-petani-519857.html

KKP Perkuat Konsolidasi Hulu-Hilir Rumput Laut

Sebagai salah satu dari empat komoditas unggulan di dalam industrialisasi perikanan budidaya, rumput laut memiliki potensi yang begitu besar untuk terus dikembangkan. Untuk itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus mengembangkan usaha budidaya rumput laut secara terintegrasi mulai dari hulu (up stream) sampai hilir (down stream) dengan memperhatikan pilar-pilar pengembangan blue economy. Demikian dikatakan Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C.Sutardjo di Pantai Pandawa, Desa Kutuh, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali, Sabtu (29/12).
Sharif menjelaskan, Industrialisasi rumput laut dilaksanakan dalam rangka meningkatkan produktivitas dan kualitas produksi budidaya rumput laut. Hal itu ditujukan untuk dapat memenuhi kebutuhan bahan baku industri pengolahan, meningkatkan pendapatan pembudidaya, menyediakan lapangan kerja serta merevitalisasi usaha budidaya rumput laut baik skala mikro, kecil maupun menengah secara berkelanjutan. Peningkatan produktivitas dan nilai tambah pada komoditas rumput laut akan meningkatkan pendapatan para pelaku usaha di sektor tersebut. Sementara pengembangan usaha budidaya rumput laut yang merujuk pada pilar-pilar pengembangan blue economy berperan penting dalam melipatgandakan pendapatan (revenue), dengan penyerapan tenaga kerja yang tinggi dan tidak merusak lingkungan (zero waste).
Maka dari itu, inovasi dan kreativitas termasuk didalamnya diversifikasi produk, sistem produksi, pemanfaatan teknologi, financial engineering menjadi kunci dalam mengolah limbah suatu kegiatan menjadi bahan baku produk lainnya. Pasalnya sebagai bahan baku, rumput laut memiliki lebih dari 500 end product. Artinya, rumput laut sebagai bahan baku penggunaannya luas dan banyak dibutuhkan oleh industri baik pangan maupun non pangan. Untuk industri, rumput laut bisa berperan sebagai pengenyal, pengemulsi, pengental, dan penjernih. Blue economy diartikan sebagai sebuah model ekonomi baru untuk mendorong pelaksanaan pembangunan berkelanjutan dengan kerangka pikir seperti cara kerja ekosistem. Cara pandang ekonomi tersebut merupakan suatu model bisnis yang mampu meningkatkan nilai tambah dari komoditas rumput laut.
Langkah tersebut ditempuh untuk meningkatkan penerimaan negara dan masyarakat sekitar lokasi budidaya rumput laut melalui upaya peningkatan nilai tambah komoditas rumput laut. Lantaran,permintaan akan produk olahan rumput laut yang terus meningkat mesti dibarengi dengan ketersediaan bahan baku rumput laut. Sebagai informasi, produksi perikanan budidaya 2011 mencapai 7.928.962 ton. Capaian tersebut telah melebihi target produksi yang telah ditetapkan sebesar 6.847.500 ton. Adapun dari produksi 2011 tersebut, Produksi rumput laut merupakan yang terbesar dibandingkan dengan komoditas lainnya. Bahkan dapat dikatakan produksi rumput laut setiap tahunnya menyumbangkan sekitar 2/3 dari total produksi perikanan budidaya yaitu sebesar 5.170.201 atau sebesar 65,2 persen. Bahkan, Indonesia memiliki 45 persen spesies rumput laut dunia dan merupakan produsen terbesar rumput laut jenis cottonii.Sementara pada 2012, KKP menargetkan produksi perikanan budidaya akan mencapai 9.42 juta ton atau dapat dikatakan meningkat 35 persen jika dibandingkan dengan produksi tahun 2011.
KKP menyatakan komitmennya untuk mewujudkan keberlanjutan usaha budidaya rumput laut agar terus meningkat sesuai dengan peningkatan dari target produksi yang telah ditetapkan. Pada 2014 ditargetkan produksi rumput laut basah mencapai 1.182.159 ton diatas lahan seluas 19.703 Ha. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku bagi industri, ditargetkan mencapai 118.000 ton. Di samping itu, sampai dengan akhir tahun 2014 pula, kegiatan usaha budidaya rumput laut yang padat karya, diperkirakan dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 650.188 orang serta tercapainya peningkatan nilai tambah komoditas rumput laut Rp 550 miliar dengan nilai produksi sebesar Rp. 1.063,94 miliar. Hal ini dimungkinkan karena teknologi budidaya yang sederhana, modal usaha yang sedikit dan masa pemeliharaan yang pendek adalah diantara alasan berkembangnya kegiatan budidaya rumput laut dikalangan masyarakat pesisir.
Untuk memacu kegiatan usaha di perikanan budidaya, KKP terus menyalurkan program bantuan Pengembangan Usaha Mina Pedesaan (PUMP). Sepanjang 2012, KKP telah menyalurkan bantuan langsung masyarakat seperti, bantuan Program Pengembangan Usaha Mina Pedesaan (PUMP) sebanyak 3.600 paket untuk 3.600 Kelompok Pembudidaya Ikan (pokdakan) yang terdiri atas 40 ribu pembudidaya ikan dengan total anggaran sebesar Rp234 miliar, paket model usaha berbasis kelompok masyarakat sebanyak 146 paket senilai Rp. 10,95 miliar serta bantuan modal usaha untuk wirausaha pemula perikanan budidaya terdidik untuk 100 orang pembudidaya dengan anggaran sebanyak Rp. 460 juta.
Sekedar informasi, Provinsi Bali yang dikenal dunia sebagai pusat wisata bertaraf internasional mempunyai potensi yang sangat besar di dalam pengembangan budidaya laut, khususnya bagi Kabupaten Badung, yang merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Bali yang mempunyai potensi budidaya rumput laut yang besar. Potensi budidaya rumput laut tersebut dapat menjadi mata pencaharian utama masyarakat dan sumber perekonomian daerah.
sumber:
http://ekonomi.kompasiana.com/agrobisnis/2012/12/30/kkp-perkuat-konsolidasi-hulu-hilir-rumput-laut-514948.html

Perkembangan Perekonomian di Indonesia pada Kehidupan Berbangsa dan Bernegara


“Tanda kebijaksanaan adalah membaca masa kini dengan benar dan bergerak sesuai dengan situasinya.”

Prolog

Sendainya kita bisa melihat ke belakang betapa banyak kejadian-kejadian yang terjadi di negeri sendiri. Saya melihatnya banyak sekali kejadian baik yang positif maupun yang negatif. Seandainya para pendahulu kita Bapak Founding Father kita masih ada. Pastilah beliau sangat menyesalkan banyak-banyak kejadian yang sangat memilukan nama-nama baik Indonesia di mata dunia. Kita ketahui banyak para pahlawan yang berjuang mati-matian untuk memerdekaan Indonesia dari Negara Penjajahan di dunia. Seperti pembukaan UUD 1945 alinea ke pertama Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka segala bentuk penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusian dan perikeadilan. Dari pemamaparan diatas bisa kita lihat sendiri betapa pentingnya kemerdekaan itu bagi seluruh rakyat Indonesia.

Kita bisa melihat sendiri Indonesia ini terdiri dari berbagai pulau-pulau besar dan pulau-pulau kecil secara geografis. Tetapi Indonesia beraneka ragam suku bangsa, Bahasa, dan Tanah airnya. Seperti sumpah pemuda oktober tahun 1928 yang berbunyi: Kami putra putri Indonesia mengaku berbangsa satu bangsa Indonesia, Kami putra putri Indonesia mengaku bertanah air satu tanah air Indonesia. Kami putra putri Indonesia berbahasa satu menujung tinggi bahasa persatuan bahasa Indonesia. Petikan dari sumpah pemuda bisa kita gariskan bahwa kita sebagai bangsa sangat toleransi dengan yang namanya menjaga persatuan dan kesatuan Indonesia.

Pada akhir-akhir ini kita sering melihat pemberitaan baik di daerah atau di pusat sendiri banyak sekali kejadian-kejadian yang secara signifikan dapat membawa bangsa Indonesia keluar dari krisis multidimensional yang terjadi Indonesia di mata dunia. Saya melihat penyakit ini sebagai penyakit sangat akut sekali meningat bangsa Indonesia sampai saat ini belum lepas dari yang namanya krisis moneter (perekonomian) dan krisis multidimensional yang sampai ke rakyat atau bangsa Indonesia sendiri. Seperti masih terjadi penyakit KKN (Korupsi Kolusi Nepotisme) di negeri ini. Karena saya melihatnya belum ada obat yang jitu atau ampuh untuk memberantas penyakit akut ini. Seperti banyak gonjang- ganjing permasalahan pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara langsung. Sampai penyakit hilangnya rasa kepercayaan diri bangsa Indonesia di mata dunia. Dari segala penyakit yang hadapi Indonesia yang sangat membahayakan bagi keutuhan NKRI adalah penyakit separatisme. Dimana penyakit ini menjadi bahaya laten bagi perkembangan keutuhan bangsa atau rakyat Indonesia Negara Kesatuan Republik Indonesia. Karena seandainya kita bisa bercermin ke belakang banyak gonjang-ganjing yang menjatuhkan Indonesia baik dari Eksternal (dari luar) maupu dari dalam sendiri (Internal). Yang ingin memecah belah persatuan dan kesatuan rakyat atau bangsa Indonesia.

Visi misi

Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang besar. Yang dalam sejarah pernah segani dalam percaturan politik internasional. Dulu banyak sekali para pemimpin dunia yang pernah mengakui sendiri kelebihan dari bangsa Indonesia. Seperti pemimpin KAA (koferensi Asia Afrika) seperti Jawaharlal Nehru, Joseph Brosz Tito, sampai Presiden Kennedy dan Perdana Menteri Inggris Wiston Churchill. Sangat mengakui Indonesia bangsa yang sangat disegani di Asia dan di mata dunia. Tetapi pada kenyataan lain sekali, karena Indonesia sendiri setelah lepas dari penjajahan Belanda. Banyak tergantung sekali dengan pihak Amerika dan para sekutunya. Ini tidak terlepas dari campur tangan pihak asing yang ingin menguasai perekonomian Bangsa atau rakyat Indonesia sendiri. Setelah orde lama tumbang yang dipimpin oleh Soekarno dan para pembantu setianya. Dan setelah itu digantikan oleh OrBa (orde baru) yang dpimpin oleh Soeharto dan diikuti juga oleh pembantu setia juga. Saya melihatnya banyak sekali kebijakan-kebijakan yang pro asing. Karena itulah yang membuat Indonesia cepat berkibar perekonomiannya di Asia dan di mata dunia. Dari kebijakan-kebijakan tersebut kita melihat peran pihak Amerika dan sekutunya dan di Asia sendiri Jepang ikut membantu secara berkelanjutan dalam permasalahan perekonomian dan masalah Asia tenggara sendiri.

Saya melihatnya banyak sekali bantuan modal atau pinjaman yang diberikan pihak Amerika dan sekutunya. Kita tidak bisa terlepas dari perekonomian Amerika dan perekonomian dunia sendiri. Karena peran Amerika sangat strategis di mata dunia dan di Asia sendiri. Saya melihat adanya perkembangan perekonomian secara signifikan. Dimana perkembangan perekonomian tersebut dapat meningkatkan sektor rill dan sektor non rill. Dalam membantu ekonomi secara makro dan ekonomi secara mikro. Efek domino sperti yang bisa kita dari para pemikir-pemikir ekonomi secara luas. Dimana adanya kebijakan moneter yang dialami oleh Negara-negara Asia terutama Indonesia yang menekan sektor industri dan jasa. Adanya kebijakan moneter membuat Indonesia kurang memperhatikan Aspek sosial dan budaya. Menyebabkan Indonesia mulai tertinggal dengan Negara-negara Asia Tenggara sendiri. Peningkatan kebijakan moneter ini harus diimbangi sumber daya manusia (SDM) sendiri. Akibatnya Indonesia mulai kelimpungan atau memikir sumber dayanya kurang signifikan. Akibatnya para TKI (Tenaga Kerja Indonesia) yang dikirimkan ke luar negeri. Padahal di Negara sendiri masih lapangan pekerjaan yang belum terkelolah dengan baik. Disini akibatnya banyak TKI yang mencari kerja di luar negeri. Tetapi di luar negeri sendiri tidak terurus dengan baik. Banyak masalah yang dihadapi oleh TKI yang bekerja di luar negeri. Seperti permasalahan perizinan, domisili, Tempat tinggal, biaya hidup, dan lain-lain. Sampai banyak TKI yang bekerja di luar negeri di deportasi kembali ke Indonesia. Ada juga tidak pulang karena ditahan oleh pihak imigrasi tempat dia bekerja.

Dengan kebijakan moneter yang berlakukan oleh Indonesia. Menyebabkan Negara Indonesia mulai kebingungan mencari jalan keluarnya dalam mengatasi krisis moneter yang dihinggapi oleh Negara Indonesia. Apalagi dengan adanya arus globalisasi membawa kebijakan Indonesia yang tadi perekonomian secara mikro membawa perekonomian secara makro. Dimana kebijakan moneter tersebut membawa dampak yang sangat signifikan terhadap penguatan nilai mata uang secara berkala. Tetapi tidak dibarengi dengan sektor ril dan sektor jasa. Akibatnya banyak sekali karyawan yang terancam PHK (pemutusan hubungan kerja) oleh berbagai perusahaan-perusahaan besar secara nasional.

Epilog

Dengan perubahan arus globalisasi membawa kita ke dalam ekonomi mordenisasi. Dimana segala modal atau pengutan sumber daya di kelola secara makro atau luas. Artinya cakupannya lebih luas dimana penguatan sumber ekonomi yang di kuasai oleh sekarang juga dapat dikelola atau dikembangkan oleh pihak-pihak Swasta. Dimana banyak sekali pihak-pihak swasta ikut campur dalam permasalahan sektor rill dan sektor jasa atau pelayanan. Seandainya kita melihat kebelakang banyak yang ikut berperan dalam penguatan perekonomian bangsa. Seperti Muhammad Hatta sebagai Bapak koperasi. Tokoh perekonomian yang berperan pada masa Orde Baru(Orba) seperti Prof. Dr. Soemitro, sampai sekarang banyak para pakar ekonomi yang mengembangkan kebijakan moneter secara luas seperti Dr. Syahrir, dan Mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Disini banyak sekali para pengamat ekonomi yang dapat meningkatkan sumber daya manusia itu sendiri. Seperti pemaparan Dr.Aviliani, dan para pakar ekonomi lain-lainnya.

Pada kesimpulannya kita bisa melihat begitu cepatnya Negara berkembang seperti Indonesia. Di Asia Tenggara sendiri banyak Negara berkembang bisa lebih maju perekonomiannya secara signifikan selain singapura dan Malaysia. Sekarang Vietnam berlomba-lomba dalam penguatan perekonomian secara makro atau peningkatkan ekspor-impor dalam pembelian dan juga penjualan barang-barang dan jasa. Seandainya kita bisa bercermin bahwa banyak ketertinggalan bangsa Indonesia dengan Negara Asia Tenggara sendiri. Itu menyebakan Negara Indonesia yang merasa ketertinggalan secara perekonomian dan juga permasalahan aspek internal di Indonesia. Merasa kurang maju akibat kebijakan moneter yang tidak sampai ke aspek rill di masyarakat sendiri. Menyebabkan pasar kurang percaya dengan kebijakan yang diambil oleh Indonesia sendiri.

Penulis Rumi Algar

Sarjana Antropologi UNPAD
sumber:
http://ekonomi.kompasiana.com/moneter/2012/12/31/perkembangan-perekonomian-di-indonesia-pada-kehidupan-berbangsa-dan-bernegara-521048.html

Reformasi Sikap dan Perilaku Pegawai


“Walaupun seorang pilot sangat berpengalaman dan cerdas pengetahuan tentang menerbangkan pesawat, dia tetap perlu pertolongan dari petugas menara kontrol bandara, agar pesawat tidak salah jalur atau terjebak dalam keadaan cuaca yang tak diinginkan. Dengan bimbingan dan dukungan dari menara kontrol bandara, pesawat dapat berada pada jalur yang aman dan jauh dari risiko yang tidak diinginkan. Demikian juga dengan diri, setiap pribadi membutuhkan pertolongan dari kesadaran diri, agar setiap tindakan dapat terkendali dalam emosi dan pikiran positif, sehingga diri tidak salah arah. Diri yang hidup dengan menara kontrol dari kesadaran dirinya sendiri akan selalu membawa dirinya melalui jalur kehidupan yang terbuka, damai, tenang, optimis, seimbang, serta berpengetahuan dengan wawasan yang luas.”~ Djajendra

Semangat reformasi dimulai pada tahun 1998. Setelah pemerintahan Presiden Soeharto berakhir, reformasi menjadi sebuah slogan yang sering digunakan semua pihak untuk melakukan perubahan dan perbaikan. Dan telah banyak kebijakan dan keputusan yang dibuat agar reformasi dapat berjalan dengan baik.

Sampai hari ini semangat reformasi masih terus hidup; organisasi dan instansi pemerintah, serta perusahaan-perusahaan swasta terus melakukan perbaikan-perbaikan untuk menjalankan tata kelola yang sesuai dengan semangat reformasi. Good governance sebagai pilihan dalam implementasi tata kelola di zaman reformasi, terus-menerus mengalami perbaikan dan penyesuaian ke arah yang lebih baik.

Pelayanan publik dari pemerintah dari hari ke hari terus meningkat kualitasnya. Semangat reformasi terhadap tata kelola menjadi sesuatu yang diperjuangkan oleh semua pihak di setiap instansi pemerintah pusat maupun daerah. Dan hasilnya terus mengalami perbaikan.

Sebelum reformasi, mengurus surat-surat atau dokumen-dokumen, seperti: kartu tanda penduduk, sim, paspor, dan lain sebagainya terlihat berbeli-belit; tapi sekarang ini menjadi sangat mudah dan dilayani dengan sopan. Reformasi sedang bekerja dan membantu masyarakat untuk mendapatkan pelayanan publik yang lebih baik.

Reformasi terhadap tata kelola yang efektif dan efisien harus terus dijaga dengan melakukan reformasi terhadap mental, perilaku, emosi, sikap, dan cara kerja dari orang-orang yang ditugaskan untuk melayani publik. Setiap pegawai yang bertugas dalam pelayanan publik, wajib menguasai cara kerja yang efektif dengan tata kelola berprinsip good governance. Setiap pegawai dan pimpinan mampu bekerja secara kolaboratif untuk menjadi energi yang cerdas memahami semangat reformasi.

Reformasi harus diikuti dengan perubahan terhadap sikap dan perilaku untuk disesuaikan dengan semangat reformasi. Bila tidak, maka sikap dan perilaku lama yang sudah menjadi kebiasaan akan menjadi penghalang reformasi. Diperlukan pemahaman bahwa reformasi tidak sebatas konsep dan kebijakan, tapi sesuatu yang dibuat untuk dikerjakan dengan perilaku baru dalam totalitas yang sepenuh hati.

Setiap organisasi dan instansi wajib melakukan reformasi terhadap mental, perilaku, emosi, dan sikap dari semua pegawainya. Disiplin dan komitmen haruslah menjadi motivasi dalam setiap perbaikan menuju semangat reformasi. Melibatkan semua pegawai untuk mendapatkan pengetahuan, keterampilan, wawasan, pencerahan, dan menjadikan mereka sebagai energi positif dalam membangun manajemen kerja yang efektif dan produktif, akan membuat budaya kerja lama secara perlahan-lahan hilang dan digantikan budaya kerja baru yang sesuai dengan semangat reformasi. Mental dan perilaku untuk melayani dengan tata kelola yang terbuka, adil, berkualitas, bertatakrama, beretika dan penuh tanggung jawab, akan mengurangi rasa tidak puas dan komplain dari stakeholders.

Perkembangan zaman terus bergulir dengan sangat cepat, semua pihak secara global telah menyadari bahwa perubahan yang cepat telah membuat harapan dan kebutuhan masyarakat juga berubah dengan sangat cepat. Diperlukan kesadaran dari setiap instansi, organisasi, dan perusahaan untuk melakukan perubahan mental dan perilaku dari semua pegawai dan pimpinan dalam memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan harapan masyarakat.

Kunci keberhasilan reformasi tidak hanya terletak pada kecerdasan membuat konsep dan kebijakan tentang tata kelola yang baik, tapi sangat ditentukan oleh kesadaran setiap pimpinan dan pegawai untuk melakukan perubahan terhadap dirinya masing-masing; agar sikap, perilaku, emosi, mental, dan cara kerja dapat membawa reformasi ke arah tujuan.

Sikap, perilaku, pikiran, dan emosi yang fokus pada konsep dan kebijakan reformasi akan mengalirkan energi kerja untuk menghasilkan kinerja dan prestasi sesuai semangat reformasi. Pelayanan yang terbuka dalam tanggung jawab dan akuntabilitas untuk menciptakan pengalaman menyenangkan buat stakeholders, akan menjadi prestasi yang membawa organisasi dan instansi menjadi kebanggaan masyarakat.

Djajendra
sumber:
http://ekonomi.kompasiana.com/manajemen/2012/12/29/reformasi-sikap-dan-perilaku-pegawai-520576.html

Mereka adalah Intrapreneur

“Innovation almost never happens in large organizations without an individual or small group passionately dedicated to making it happen. When such people  start up new companies, they are called entrepreneurs. Inside large organizations we call them intrapreneurs.”
—Gifford Princhot III (1985)—
Jadi intrapreneur itu adalah karakter wirausaha (entrepreneur) yang dimiliki oleh pekerja/karyawan dalam sebuah perusahaan. Berbeda dengan wirausahawan, mereka bukanlah pemilik (owner) melainkan pekerja kreatif dan inovatif yang selalu memberikan yang terbaik bagi perusahaan. Mereka  bisa saja duduk sebagai eksekutif atau karyawan biasa, namun karena karakternya yang berbeda, mereka seharusnya dihargai dengan baik oleh perusahaan, memperoleh pengakuan orang-orang disekelilingnya.
Di masa krisis, karyawan tipikal intrapreneur menjadi kebutuhan semua perusahaan. Pasalnya, krisis selalu membawa ketidakpastiaan sehingga perusahaan membutuhkan orang-orang mandiri, optimis, berfikir kreatif dan tidak mudah pasrah dengan keadaan. Di tangan para intrapreneur inilah perusahaan dapat melakukan surfing, mengarungi gelombang ketidakpastian.
Melihat karakter yang dimilikinya, seorang intrapreneur jelas bukanlah sekedar karyawan yang bekerja dengan rutinitas.  Ia hadir dan memiliki keberanian menantang hal-hal yang biasa.  Ia memiliki karakter yang unik, panggilan niat yang kuat, melakukan temuan baru, memelihara pertumbuhannya, menjaga agar perusahaan tetap segar di mata pelanggannya, dan tentu saja menyiapkan para penerusnya membawa perusahaan mencapai puncak kejayaan.
Steade et.al. (1984) menemukan setidaknya ada lima karakter yang menentukan kualitas seseorang yang bermental wirausaha, yaitu:
1)     Purposeful. Memiliki tujuan yang jelas dan berniat betul untuk mencapainya. Artinya bukan sekedar basa-basi dengan sekedar menempelkan visi dan misi perusahaan di dinding ruang rapat.
2)     Persuasive.  Mereka menyadari betul, sukses tak bisa diraih seorang diri, pasar tak mau membeli produk yang ditawarkan kalau tak menarik atau diperlakukan tidak pantas. Untuk memperoleh bantuan orang lain, ia harus menjaga perasaan orang lain. Mereka melakukan tindakan persuasif,  mengayomi, sehingga dirinya memiliki daya tarik dan pengaruh yang kuat.
3)     Persistent. Adalah sesuatu yang tingkatannya satu level berada di atas konsistensi. Persistent berarti tahan banting meskipun seseorang menghadapi banyak rintangan dalam merealisasikan mimpinya.  Ia tidak mudah menyerah, bahkan dalam otaknya tak ada kata “No/impossible”.  Ia tidak menghalalkan segala cara, melainkan menggunakan kekuatan pikiran dan akal untuk menembus setiap kesulitan.  Bagi mereka kegagalan merupakan hal yang penting dalam menguji sampai sejauh mana semangat yang mereka miliki saat ini, sebab sebuah tujuan mulia hanya bisa dicapai melalui rangkaian rintangan yang harus dimaknai dengan baik.
4)    Presumptious. Bisnis bagi seorang intrapreneur berarti dream and action.  Artinya diimpikan saja tidak cukup, dalam tataran praktis; punya strategi dan produk yang bagus juga tidak cukup, harus harus strategi yang bisa dieksekusi dengan keberanian dan kecepatan bertindak.  Bila perlu lakukan seorang diri tanpa perlu meminta petunjuk. Seorang intrapreneur mengambil keputusan dengan cepat, berani bertindak manakala orang lain masih ragu-ragu.
5)     Perceptive. Melalui intusinya, seorang intrapreneur punya keahlian melihat rangkaian aktivitas dan pihak-pihak terkait untuk merealisasikan gagasan-gagasannya.  Ia tahu keinginan Klien A, ada dimana, butuhnya apa, dan apa yang tidak diinginkannya. Mereka dengan jeli melihat peluang untuk dikembangkan sebelum orang lain melihatnya. Seorang intraprenur mampu melihat sesuatu yang tidak dilihat karyawan biasa dan mereka punya dorongan kuat menembusnya.
Desakan untuk bertingkahlaku sebagai wirausaha dalam organisasi muncul dalam berbagai situasi sebagai respon terhadap keadaan lingkungan. Dengan demikian seseorang yang tidak tertarik untuk menjadi seorang wirausaha dalam artian sebagai owner, dapat mempelajari dan menjalani tingkah laku seorang wirausaha sehingga terbiasa dan memiliki sifat tersebut.
Itulah mengapa mitos bahwa entrepreneur is born tidak berlaku, karena pada realitasnya kewirausahaan bisa dibentuk melalui proses belajar. Jadi tidak ada hubungannya antara gen, gender, kelas sosial bahkan pendidikan.  Yang benar setiap orang bisa belajar, melalui pergaulan yang intens dengan dunia ini sehari-hari.  Seorang karyawan biasa atau pemula dapat langsung terjun dan merasakan sendiri sampai akhirnya ia menemukan apa yang ia inginkan. Singkatnya, semua karyawan dapat dididik untuk memiliki karakter wirausaha dan di tangan para intrapreneur ini kreativitas dan inovasi perusahaan dipertaruhkan.

3112012/77 Highland Road 
sumber:
http://ekonomi.kompasiana.com/manajemen/2013/01/01/mereka-adalah-intrapreneur-521268.html

Peran Human Relation Dalam Menunjang Kinerja Public Relation


Dalam keseharian manusia selalu dituntut untuk membangun relasi antara satu dan yang lainnya. Seutuhnya secara fitrah manusia yang terkombinasi dari lintas individu, etnis, budaya, agama yang berbeda-beda. Manusia sebagai eksistensi merupakan perwujudan makhluk yang dituntut untuk selalu memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan ini sebagai tuntutan realitas dunia yang kompetitif. Untuk mewujudkan eksistensi itu manusia mencoba memrakarsai realitas sosial agar tidak terpuruk dalam ketidakmampuan. Sehingga secara manusiawi dituntut untuk memenuhi semua itu.
Human relation merupakan bentuk pola relasi yang dibangun antar individu untuk membangun interaksi timbal balik sebagai upaya persuasi satu sama lain. Human Relation menjadi unsur penting dalam membangun citra diri, kelompok, organisasi atau perusahaan sekalipun. Dalam kajian komunikasi, human relation menjadi fungsi  komunikasi antarpersonal. Karena di sini melibatkan dua atau lebih individu yang saling berinteraksi. Kalau didefenisikan secara literlek human relation merupakan sikap manusia yang terkesternalisasi dalam bentuk perilaku komunikasi kemanusiaan. Human relation atau hubungan manusiawi bisa terjadi dimanapun dan kapanpun. Hubungan manusiawi seperti ini berdimensi luas atau bisa terjadi dimanapun dan kapanpun. Kita bisa berbicara dengan orang di samping kita ketika sedang berada dalam Bus, Kereta, Kapal, Pesawat, bahkan saat nonton di Bisoskop. Pada umumnya komunikasi ini tidak terarah dan hanya mencoba membangun komunikasi interaktif dangkal.
Dalam dunia kerja yang selalu berupaya untuk meningkatkan produktifitas perusahaan, biasanya individu yang terlibat dalam dunia perusahaan itu dituntut selalu progresif dalam hal apapun. Sehingga tidak jarang kita lihat banyaknya perusahaan mencoba membangun kesepahaman antara pihak perusahaan maupun stakeholder sebagai usaha dalam membangun korelasi psikologis antara pihak yang terkait. Human Relation secara teori bukanlah bagian dari kajian sosial, akan tetapi merupakan praksis psikologi sosial dalam bentuk komunikasi antar personal. Dan manusiawi sekali ketika kita membedah tentang relasi. Apalagi relasi yang kita kaji cukup pragmatis sekali. Yaitu relasi sebagai upaya untuk memenuhi eksistensi dan daya tahan perusahaan atau organisasi sebagai wadah manusia untuk bertahan sebagai entitas yang korelatif dan saling membutuhkan.
Tidak jarang relasi manusiawi atau human relation dijadikan cara untuk mempertahankan apa yang harus dipertahankan manusia itu sendiri. Seperti perusahaan membangun relasi untuk mencoba menjaga stabilitas produksi perusahaan, dan berupaya seprogresif mungkin. Ranah praksis relasi manusiawi inilah yang menjadi bentuk strategi komunikasi organisasi yang diupayakan oleh kegiatan public relation
Public Relation dengan tujuan dasar untuk membangun dan mempertahankan citra terhadap khalayak internal maupun eksternal perusahaan tidak serta merta dibangun atas dasar komunikasi struktural dan seremonial. Karena pada umumnya selama ini masih mengedepankan langkah yang kooptatif dan diskoperatif. Langkah sentra yang dibangun seharusnya  tidak hanya secara komunal atau kelompok, tapi perlu upaya pendekatan secara individual dan kultural.
Antara human relation dan public relation mempunyai kata kunci yang sama. Yaitu sama-sama membangun relasi. Yang membedakan satu sama lain adalah human relation lebih demokratis dan cultural dan tidak terstruktur, namun sangat dalam dan menjiwa. Sedangkan public relation bentuk komunikasinya adalah perusahaan atau orang yang berkepentingan cenderung aktif dan struktural dan tidak mendalam. Human relation mempunyai peran besar untuk membantu  kinerja seorang public relation dalam mempertahankan citra perusahaan atau sebuah organisasi. Human relation tidak hanya penting bagi strategi public relation, akan tetapi human relation juga mempengaruhi daya produksi perusahaan atau organisasi. Manusia yang bekerja dalam perusahaan, dan manusia yang mempunyai kepentingan terhadap perusahaan bukanlah sebuah robot yang tanpa naluriah dan beban psikologis. Ketika karyawan merasa tidak nyaman dan terintimidasi, maka secara drastis kemampuan berfikir dan daya kerja optimal mereka hilang begitu saja. Akhirnya frustasi sosial lantaran tuntutan pekerjaan yang terlalu berlebihan dan komunikasi internal perusahaan yang agresif sehingga memungkinkan terjadinya perselisihan yang akibatnya berefek domino terhadap perusahaan.
Oleh sebab itu perlu adanya stimuli dan motivasi sebagai praktik hubungan manusiawi dengan memanusiakan manusia. Jika dalam relasi butuh kasih sayang, maka dengan kasih sayang kita bekerja. Dalam relasi kita butuh untuk saling menghargai maka pola saling menghargai kita budayakan dalam internal perusahaan dan eksternal perusahaan.
Bentuk aplikasi human relation adalah kepedulian (charity) dan tanggung-jawab (responsibility). Kegiatan Corporate Social Responsibolity yang dilakukan perusahaan merupakan langkah awal bagaimana perusahaan membangun hubungan manusiawi dengan masyarakat atau konsumen. Oleh sebab itu citra perusahaan lebih tergantung bagaimana seorang PR mampu memengaruhi persepsi khalayak. Untuk itu pada saat ini human relation merupakan bentuk strategi yang paling jitu untuk mendongkrak kinerja public relation.

sumber:
http://ekonomi.kompasiana.com/marketing/2012/12/31/peran-human-relation-dalam-menunjang-kinerja-public-relation-515342.html

Memacu Kualitas Pertumbuhan dan Kesejahteraan

Sepanjang tahun 2012 telah kita lalui dan kita segera mulai menapaki tahun 2013, dengan risiko ekonomi yang masih diselimuti oleh ancaman krisis Eropa dan Amerika. Pencapaian kinerja ekonomi tahun 2012 yang positif dengan pertumbuhan di atas 6 persen, diperkirakan masih akan berlanjut dalam tahun 2013.

Fundamental ekonomi masih akan kokoh dengan ditopang oleh dua mesin pertumbuhan yakni konsumsi rumah tangga dan investasi. Predikat sebagai negara layak investasi (investment grade) yang dicapai pada awal tahun 2012 dari dua lembaga pemeringkat internasional, yakni Fitch, yang memberi predikat dengan notasi BBB- dari BB dan Moody’s dengan Baa3 dari sebelumnya Ba1, ikut memberikan efek positif terhadap investasi asing yang masuk.

Indonesia dapat mengambil manfaat positif dengan terus memperbaiki kondisi perekonomian, terutama mendorong capital inflow dari negara-negara maju yang kini dihantam krisis. Membaiknya investment grade semakin membuka pintu bagi investor global yang hanya bisa berinvestasi di negara investment grade.

Masuknya capital inflow ini juga bisa menjadi kesempatan untuk memfasilitasi investasi ke sektor riil, terutama investasi sektor infrastruktur dan industry manufaktur. Masuknya investasi juga akan mendorong masuknya talenta-talenta berbakat dunia untuk memajukan perekonomian domestik.

Meski demikian, konsumsi domestik yang tinggi juga terus mendorong peningkatan impor sehingga menimbulkan ancaman deficit perdagangan nonmigas. Apalagi daya saing ekspor terganggu permintaan global akibat lesunya pertumbuhan ekonomi negara negara Eropa dan Amerika. Melemahnya ekspor dan naiknya impor ini perlu diwaspadai, setidaknya harus dapat dimbangi dengan masuknya investasi asing langsung maupun tidak langsung.

Meski investasi asing yang masuk cukup tinggi, tetapi tidak mampu mendorong penguatan mata uang dan nilai asset. Dana asing yang masuk seharusnya meningkatkan permintaan akan rupiah, sehingga nilai tukar rupiah akan menguat. Selain itu akan mendorong menguatnya harga saham, surat berharga dan asset-aset fisik lainnya. Namun kenyataannya hal itu tidak sepenuhnya terjadi, dimana rupiah terus merosot.
Hal ini harus menjadi tantangan tersendiri dengan terus memperbaiki kondisi usaha dan investasi, agar pertumbuhan ekonomi yang didorong investasi dan konsumsi domestik tetap berkualitas. Kondisi perekonomian Indonesia saat ini memang relatif baik, baik di lihat dari sisi pertumbuhan ekonomi, cadangan devisa, inflasi maupun kinerja sektor perbankan.

Meski demikian, diperlukan kebijakan lanjutan dalam memanfaatkan momentum pertumbuhan ekonomi yang positif untuk semain berkualitas dan mampu meningkatkan pemerataan dan kesejahteraan  rakyat.

Pertama, mempercepat terealisasinya proyek-proyek infrastruktur. Indonesia harus memperbaiki kondisi infrastrukturnya agar proses bisnis semakin efisien dan mendorong kepercayaan investor asing. Selama ini perhatian pemerintah terhadap infrastruktur masih terkendala rendahnya pembiayaan dalam APBN.

Pemerintah harus mendorong anggaran negara  menjadi lebih produktif. Saat ini APBN  terlalu berat ke biaya pegawai dan biaya subsidi. Dalam APBN 2012, belanja pegawai mencapai Rp215,73 triliun atau 22,36% dari total belanja pemerintah pusat Rp965 triliun, dan subsidi energi Rp168,5 triliun (17,47%). Adapun belanja barang Rp142,2 triliun (14,74%) dan belanja modal Rp168,2 triliun (17,44%). Pemerintah mengalokasikan dana Rp168,2 triliun dalam belanja modal di APBN 2012 dimana sebagian besar akan digunakan untuk menunjang pembangunan infrastruktur. Alokasi tersebut, naik sekitar Rp27,2 triliun atau sebesar 19,3% dibandingkan alokasi dalam APBN-P 2011.

Kedua, pemberantasan korupsi. Korupsi menjadi masalah krusial dalam pembangunan. Bahkan kini, dengan semakin terdistribusinya kekuasaan hingga daerah, ternyata mendorong pula tindakan korupsi menjadi semakin merata. Akibatnya membuat penyuapan tidak lagi memperpendek biaya transaksi karena semakin banyak orang yang harus disuap.

Hal ini menyebabkan terjadinya inefisiensi dan mahalnya biaya investasi yang tercermin dalam tingginya tingkat incremental capital output ratio (ICOR) atau perbandingan antara kebutuhan investasi dan pertumbuhan output. Salah satu penyebab ICOR kita yang cukup tinggi adalah besarnya tingkat kebocoran dalam investasi akibat korupsi atau ekonomi biaya tinggi. Investasi yang boros tersebut juga menyebabkan kualitas pertumbuhan yang kita capai menjadi kurang berkualitas dan berkesinambungan. Hal ini bisa dilihat dari setiap 1 persen pertumbuhan ekonomi rata-rata hanya mampu menciptakan lapangan kerja bagi 215 ribu orang, sementara itu, menurut standar ILO setiap kenaikan pertumbuhan sebssar 1 persen seharusnya mampu menyerap tenaga kerja sebesar 450 orang.

Ketiga, mendorong penyerapan anggaran. Rendahnya penyerapan anggaran negara mempunyai implikasi serius terhadap upaya peningkatan kualitas pertumbuhan. Secara langsung, rendahnya anggaran menyebabkan rencana pembangunan tidak dapat terealisasi sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat sebelumnya. Selain itu, karena dana pembangunan tersebut sebagian juga dibiayai dari dana utang, rendahnya penyerapan juga mengakibatkan pemerintah harus membayar biaya bunga untuk dana yang tidak dipergunakan secara benar. Hal tersebut merupakan bentuk pemborosan anggaran yang seharusnya tidak perlu terjadi apabila tidak terjadi pemanfaatan anggaran yang rendah.

Keempat, perbaikan program peningkatan kesejahteraan. Pemerintah memiliki tiga skenario penguatan perlindungan kesejahteraan bagi rakyat miskin, yakni:  Pertama, memberikan bantuan dan perlindungan kepada rakyat kurang mampu melalui beras untuk rakyat miskin (Raskin), Bantuan operasional sekolah (BOS), bantuan langsung tunai, jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas). Kedua melalui program nasional pemberdayaan masyarakat-mandiri (PNPM) termasuk pemberdayaan masyarakat pesisir: dan Ketiga, memberikan KUR kepada pengusaha mikro.

Program kedua dan ketiga inilah yang diharapkan bisa mendorong penguatan ekonomi rakyat secara berkelanjutan. Meski demikian, tidak kalah penting adalah bagaimana pemerintah bisa memberikan alokasi anggaran bagi terwujudnya pembiayaan yang menjangkau rakyat miskin atau kalangan pedesaan, yang selama ini tidak dilirik oleh sektor perbankan karena tidak bankable, melalui terbentuknya lembaga pembiayaan mikro seperti BMT atau koperasi. Akses masyarakat terhadap lembaga keuangan harus diperluas agar mereka dapat mengembangkan kegiatan ekonomi.

Kelima, fokus ekspor ke pasar negara-negara Asia yang terus tumbuh seperti China, India dan Korea Selatan. Selain memacu daya saing ekspor, penguatan pasar domestik terutama menjaga pasar dalam negeri dari serbuan barang-barang impor sangat penting. Pemerintah harus lebih aktif untuk melindungi industri dalam negeri dari persaingan tak sehat barang-barang impor. Hal ini bisa dilakukan dengan menerapkan sertifikasi dan standarisasi secara ketat terhadap produk impor, karena selama ini banyak produk impor yang dikenal murah namun kondisinya cepat rusak. Sementara produk Indonesia, meski lebih mahal tetapi ketahanan produknya lebih lama.
Menjaga pasar dalam negeri juga harus dilakukan mengingat industri manufaktur kita menghadapi ancaman masuknya barang-barang selundupan. Barang-barang impor baik legal maupun selundupan kini sangat leluasa membanjiri pasar. Kondisi ini dikhawatirkan akan berimbas pada kemampuan daya saing industri dalam penguasaan pasar domestik.

Langkah nyata dan cepat adalah upaya total memerangi penyelundupan serta penghapusan segala bentuk rintangan, yang membuat produk-produk industri tak bisa menjadi tuan di negerinya sendiri. Ruang gerak pasar domestik yang tersedia untuk menyerap produk-produk industri kecil dan menengah masih relatif sangat besar.
Keenam, kerjasama yang erat antara swAsta dan pemerintah dan koordinasi antarlembaga pemerintah. Selain itu, kualitas kebijakan, kapasitas kelembagaan dan tata kelola pemerintah perlu diperbaiki. Perbaikan kapasitas pemerintahan sangat penting untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat dan investor. Isu-isu nonekonomi seperti korupsi, persaingan politik menjelang pemilu dan kerusuhan di berbaga daerah, perlu diantisipasi agar tidak mengganggu kepercayaan investor. ***

Aunur Rofik
Pengamat dan Praktisi Bisnis
Ketua Bidang Ekonomi dan Kewirausahaan DPP PPP
 
sumber:
http://news.okezone.com/read/2012/12/26/58/737050/memacu-kualitas-pertumbuhan-dan-kesejahteraan

Industrialisasi Perikanan dan Ekonomi Biru

Pada awal 2012 istilah "industrialisasi perikanan" sangat populer karena merupakan kata kunci dalam strategi pembangunan kelautan dan perikanan (KP).

Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Soetardjo mengusung strategi tersebut sebagai respons terhadap peran ekonomi sektor KP yang belum maksimal. Sementara itu, pada penghujung 2012 istilah "ekonomi biru" (blue economy) kemudian populer sebagai "oleh-oleh" Rio+20 dan ingin dijadikan pendekatan pembangunan. Bagaimana relevansi industrialisasi dan ekonomi biru untuk pembangunan KP? Bagaimana prospeknya pada 2013?

Konseptualisasi

Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), industrialisasi perikanan merupakan proses perubahan sistem produksi hulu dan hilir untuk meningkatkan nilai tambah, produktivitas, dan skala produksi sumber daya kelautan dan perikanan.

Caranya melalui modernisasi yang didukung dengan arah kebijakan terintegrasi antara kebijakan ekonomi makro, pengembangan infrastruktur, sistem usaha dan investasi, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta sumber daya manusia untuk kesejahteraan rakyat.

Jadi, nilai tambah, produktivitas, dan modernisasi menjadi kata kuncinya. Industrialisasi perikanan berarti mengindustrikan perikanan melalui transformasi sosial-ekonomi dan budaya perikanan dengan nilai-nilai industrial. Dengan demikian, industrialisasi perikanan tidak semata-mata unit pengolahan ikan (UPI), tetapi juga aktivitas hulu, baik penangkapan maupun budi daya.

Meski harus diakui bahwa di mana pun tumpuan industrialisasi adalah unit pengolahan karena nilai tambah akan diperoleh serta kaitan ke belakang (hulu) dan ke depan (hilir) akan semakin kuat.

Karena itu, industrialisasi perikanan yang baik adalah yang UPI-nya mampu mendorong tumbuhnya aktivitas hulu dan hilir. Lalu, apa hubungannya dengan ekonomi biru? Ekonomi biru, menurut Pauli (2010), merupakan pendekatan baru bahwa aktivitas ekonomi harus inovatif, nirlimbah (tanpa limbah), membuka banyak lapangan kerja untuk orang miskin, dan efisien dalam menggunakan sumber daya. Hal itu bisa diwujudkan bila kita mampu bekerja dengan meniru bagaimana alam bekerja.

Alam telah bekerja secara efisien. Hutan tumbuh tak perlu pupuk. Ikan di laut berkembang biak tanpa harus diberi pakan oleh manusia. Ekosistem laut memiliki cara sendiri, bagaimana membuat ikan hidup. Mekanisme kerja alam inilah yang mestinya ditiru.

Di sinilah diperlukan kreativitas dan inovasi manusia untuk menerapkan prinsip kerja alam tersebut dalam aktivitas ekonomi produktif yang menguntungkan. Dari uraian di atas terlihat bahwa sebenarnya industrialisasi perikanan merupakan strategi, dan ekonomi biru merupakan pendekatan.

Jadi, keduanya bisa dipadukan dengan industrialisasi perikanan berparadigma ekonomi biru. Paradigma baru ini penting untuk mengoreksi pola industrialisasi konvensional yang sering merusak lingkungan, boros sumber daya dan energi, dan menimbulkan kesenjangan sosial. Karena itulah, ekonomi biru diharapkan dapat meningkatkan kualitas pertumbuhan perikanan secara sosial dan ekologis. Inilah pintu menuju keberlanjutan industrialisasi perikanan sebagaimana diharapkan masyarakat dunia.

Prospek 2013

Pada 2012 terdapat capaian sektor KP yang lumayan membanggakan. Menurut data pemerintah, ekspor naik dari USD3,52 miliar menjadi USD3,93 miliar, swasembada garam-konsumsi tercapai dengan produksi 2,02 juta ton, serta pertumbuhan sektor KP mencapai 6,71 persen lebih tinggi dari pertumbuhan nasional. Pertanyaannya, apakah kinerja 2013 dapat ditingkatkan dengan strategi industrialisasi perikanan berparadigma ekonomi biru?

Tentu membangun sektor KP tidak seperti membalik telapak tangan yang hanya sekejap. Apalagi ekonomi biru adalah proses jangka panjang sehingga 2013 pun sulit terlihat hasilnya. Mengapa? Karena ekonomi biru mensyaratkan kreativitas dan inovasi yang tinggi dari para pelaku ekonomi. Bagaimanapun pemerintah akan sangat bergantung pada para pelaku ekonomi. Namun, keberanian pemerintah untuk memikirkan hal-hal yang jangka panjang seperti ini patut diapresiasi.

Tentu saja harus ada langkahlangkah konkret untuk menginisiasi pendekatan baru ini. Apa saja yang kira-kira penting untuk diinisiasi pada 2013 ini? Pertama, bagaimana menciptakan aktivitas penangkapan ikan hemat bahan bakar.

Di Maroko sudah dikembangkan sistem penangkapan tanpa bahan bakar minyak berbasis fosil, melainkan berbasis energi surya, angin, dan arus. Ini penting seiring situasi akan meningkatnya harga bahan bakar minyak (BBM) yang pasti akan membuat nelayan gelisah, sekaligus dapat menyelamatkan 2,7 juta nelayan kita.

Kedua, bagaimana mengembangkan budi daya perikanan hemat pakan. Saat ini pakan merupakan komponen besar dalam struktur biaya produksi budi daya. Dan, pakan tersebut kandungan impornya sangat tinggi. Bila ini berhasil, maka akan membantu 3,3 juta pembudi daya ikan, sekaligus menurunkan ketergantungan impor. Di Afrika Selatan sudah mulai dengan memanfaatkan maggot sebagai sumber proteinnya.

Lebih baik lagi bila dikembangkan budi daya tanpa pakan dengan memperhatikan trophic level spesies-spesies di dalamnya. Ketiga, mendorong pemanfaatan limbah UPI. Seperti, saat ini peneliti Institut Pertanian Bogor (IPB) sudah mulai memanfaatkan limbah industri pengolahan ikan lemuru untuk dijadikan unsur dalam pakan ayam agar melahirkan telur ayam omega-3.

Di Kagoshima, Jepang, limbah UPI sebagian dijadikan pakan ikan, dan sisa tulang ikannya dijadikan komponen untuk pupuk organik. Artinya, limbah industri menjadi bahan baku untuk industri lainnya. Keempat, pengembangan pulau-pulau kecil, baik untuk mandiri energi maupun wisata bahari prorakyat.

Hal ini mengingat banyak wisata bahari yang konflik dengan nelayan karena perebutan ruang. Begitu pula rumput laut perlu dikembangkan dengan mendorong diversifikasi vertikal melalui pengembangan industri turunannya yang bisa dikerjakan rakyat, serta konservasi mangrove yang juga menguntungkan secara ekonomi.

Tentu masih banyak lagi inovasi-inovasi yang bisa dihasilkan, dan ini memerlukan riset-riset yang diilhami spirit ekonomi biru tersebut. Tanpa riset transdisiplin yang memadai, termasuk di dalamnya rekayasa finansial, akan sulit ditemukan inovasi yang aplikatif, murah, dan ramah lingkungan.

Oleh karena itu, mindset para peneliti harus mulai digeser ke arah bagaimana memahami kerja alam, mementingkan kolaborasi riset lintas disiplin, serta berorientasi pada inovasi yang layak secara finansial. Inovasi pun tidak didominasi peneliti, juga masyarakat, apalagi ekonomi biru sangat mementingkan lokalitas sehingga peran masyarakat menjadi sentral karena mereka lebih tahu situasi lokal. Sekali lagi, ini adalah kerja mikro jangka panjang, yang suatu saat akan punya dampak makro yang signifikan.

ARIF SATRIA
Dekan Fakultas Ekologi Manusia IPB
(Koran SI/Koran SI/ade)

sumber:
http://economy.okezone.com/read/2012/12/31/279/739373/industrialisasi-perikanan-dan-ekonomi-biru