Kamis, 31 Oktober 2013

Pengantar Manajemen (21)


Perkembangan Ilmu Manajemen
Tiga Kelompok Pemikiran Dalam Ilmu Manajemen
Kelompok Kedua: Perspektif Manajemen Prilaku.
Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, salah satu kelemahan perspektif manajemen klasik adalah belum masuknya faktor manusia sebagai faktor penting dalam manajemen dan organisasi. Perspektif manajemen klasik lebih cenderung melihat organisasi sebagai sebuah mesin dan manusia atau tenaga kerja merupakan bensin atau komponen lain yang mendukung gerak dari mesin agar dapat bekerja dengan baik. Peran manajemen bagi kelompok manajemen klasik lebih kepada bagaimana manajer dapat melakukan kontrol agar kerja mesin tersebut tetap bekerja dengan baik. Tugas manajer bagi kelompok manajemen klasik adalah untuk melakukan kontrol atas para pekerja melalui standarisasi perilaku individu pekerja dan menyesuaikannya dengan mekanisme kerja organisasi secara keseluruhan.

Berbeda dengan perspektif manajemen klasik, perspektif manajemen perilaku (behavioral management perspective) justru menekankan pada pentingnya manajemen memerhatikan perilaku dan kebiasaan individu manusia yang terdapat dalam sebuah organisasi dan pentingnya pula manajemen melakukan perubahan perilaku dan kebiasaan manusia yang ada dalam organisasi agar organisasi dapat berjalan dengan baik.

Perspektif manajemen perilaku banyak dipengaruhi oleh konsep-konsep psikologi yang diaplikasikan dalam sebuah industri. Tidak heran, di antara kontributornya adalah seorang psikolog Jerman yang bernama Hugo Munstberg (1863-1916). Munstberg juga dikenal sebagai the Father of Industrial Psychology atau Bapak dari ilmu Psikologi Industri, karena termasuk yang pertama kali memperkenalkan aplikasi dari konsep-konsep psikologi dalam kegiatan industri. Munstberg menyatakan bahwa para psikolog bisa memberikan kontribusi yang sangat berharga dalam sebuah kegiatan bisnis atau industri dalam hal seleksi pekerja dan upaya-upaya yang dapat memotivasi pekerja. Upaya untuk meng-identifikasi perilaku dan kebiasaan pekerja pada saat pekerja tersebut pertama kali akan diseleksi untuk bekerja merupakan kegiatan penting dalam perspektif ini. Hal ini terkait dengan prediksi akan perilaku bekerjanya nanti. Demikian pula kegiatan untuk memotivasi para pekerja. Kegiatan memotivasi pekerja sangatlah diperlukan agar perilaku dan kebiasaan para pekerja yang berbeda-beda dalam pelaksanaannya dapat diperhatikan namun sekaligus diarahkan kepada pencapaian tujuan organisasi. Kegagalan pemberian motivasi pada pekerja akan menyebabkan perbedaan yang ada pada pekerja dari sisi perilaku dan kebiasaan mendorong ke arah kegagalan organisasi dalam mencapai tujuannya daripada semestinya.

Selain Munstberg, Mary Parker Follet termasuk konstributor utama dalam perspektif manajemen prilaku. Definisinya mengenai manajemen, seni dalam menyelesaikan suatu pekerjaan melalui orang lain, menunjukan bahwa tugas manajemen tidak saja melakukan kegiatan sistematis dalam rangka pencapaian tujuan, tetapi merupakan juga seni dalam memahami perilaku orang lain sehingga dapat diarahkan kepada pencapaian tujuan. Sekalipun Follet bekerja pada saat era manajemen klasik, namun kontribusinya merupakan kritik terhadap pandangan manajemen klasik yang cenderung melihat pekerja sebagai mesin yang mekanis daripada sebagai sosok pekerja yang memiliki idealisme dan cenderung dinamis. Follet juga menganjurkan pentingnya manajemen memahami peran dan fungsi manusia dalam organisasi secara utuh, sehingga Follet juga menyakini perlunya organisasi lebih demokratis dalam memandang pekerja termasuk juga para manajernya.

The Howthorne Studies. Salah satu kontribusi berharga dalam dunia manajemen adalah apa yang telah dihasilkan oleh studi yang dilakukan di perusahaan Western Electric di Howthorne antara tahun 1927 hingga 1932, atau dikenal sebagai the Howthorne studies atau studi Howthorne. Studi ini disponsori oleh perusahaan besar General Electric (GE) dan dilakukan oleh Elton Mayo dan rekan-rekannya. Studi ini terdiri dari dua eksperimen. Eksperimen pertama dilakukan bagi kelompok pekerja yang memperoleh manipulasi atas penerangan di tempat kerjanya. Sedangakan eksperimen kedua dilakukan bagi kelompok pekerja yang memasang telepon di bank-bank.

Eksperimen pertama dilakukan sebagai berikut: Dua kelompok pekerja ditempatkan ke dalam dua ruangan yang berbeda. Satu ruangan memperoleh penerangan yang tetap, di mana lampu yang disediakan memberikan penerangan atau nyala yang tetap. Adapun ruangan lainnya, dimana kelompok pekerja lainnya ditempatkan, mengalami eksperimentasi dengan mendapatkan penerangan yang berubah-ubah. Mayo dan rekan-rekannya mengubah-ubah tingkat penerangan atau nyala lampu di ruangan kedua di mana kelompok kedua bekerja. Ternyata hasilnya cukup menarik, kedua kelompok pekerja yang ditempatkan di ruangan yang berbeda-beda dan mengalami perlakuan yang berbeda dari sisi penerangan ternyata menunjukan produktivitas yang hampir sama dan cenderung meningkat. Setelah dikaji, ternyata produktivitasnya tersebut ditentukan bukan oleh nyala lampu atau tingkat penerangan yang diberikan, akan tetapi oleh “perasaan diawasi” dan “merasa diperhatikan” dalam proses pekerjaan yang dilakukan.

Eksperimen kedua dilakukan terhadap sembilan orang pekerja yang bertugas untuk memasang sambungan telepon di bank yang lokasinya berbeda-beda. Setiap pekerja akan diberi insentif yang lebih jika mampu memasangkan sambungan telepon lebih banyak. Artinya, semakin banyak sambungan telepon yang dihasilkan, akan semakin tinggi pula insentif yang diberikan kepada para pekerja. Ternyata, dari hasil yang diperoleh, para pekerja tampak seolah-olah memerlukan insentif yang ditawarkan. Dan mereka seolah-olah “memiliki kesepakatan” mengenai jumlah sambungan telepon yang harus dipasang oleh masing-masing pekerja. Mereka sendiri seolah-olah memiliki anggapan bahwa mereka yang berlebihan dalam memasang sambungan telepon sebagai  “tidak kompak” dan “ingin menonjolkan diri”, sehingga akhirnya masing-masing dari mereka memasang sambungan telepon dengan jumlah yang hampir sama.

Kedua eksperimen ini menyimpulkan bahwa ternyata pemberian insentif dan juga nyala lampu atau penerangan tidak menentukan produktivitas para pekerja, akan tetapi adanya perlakuan yang sama oleh manajer serta “perhatian khusus”-lah yang akan menentukan produktivitas para pekerja. Tentunya tidak berarti bahwa mereka tidak memerlukan upah atau insentif  atau juga penerangan secukupnya dalam bekerja, akan tetapi “perhatian dan penerimaan sosial” rupanya lebih menjadi faktor yang memengaruhi perilaku mereka dalam bekerja dalam organisasi daripada faktor insentif dan faktor individu.

Teori Relasi Manusia. Teori relasi merupakan pengembangan dari eksperimen Howthorne studies. Pada dasarnya teori relasi manusia berargumentasi bahwa pada dasarnya manusia selalu melakukan respons terhadap konteks sosial di mana pun berada. Dalam organisasi bisnis, konteks sosial ini dapat meliputi kondisi sosial, norma yang disepakati di dalam kelompok, dan juga dinamika antarindividu. Asumsi dasar yang digunakan dalam teori ini adalah bahwa perhatian manajer atau pimpinan terhadap bawahannya akan meningkatkan tingkat penerimaan dan kepuasan ini akan mendorong tercapainya peningkatan produktivitas.

Salah satu kontributor teori ralasi manusia ini adalah seorang yang bernama Abraham Maslow. Dia menyatakan bahwa perilaku manusia dimotivasi oleh keragaman kebutuhan yang dihadapinya. Keragaman kebutuhan ini direpresentasikannya melalui apa yang dinamakan dengan “Hierarki Kebutuhan” (Hierarchy of Needs), termasuk kebutuhan akan insentif secara keuangan dan juga penerimaan sosial. (Hierarki kebutuhan Maslow ini akan dibahas lebih detail pada bagian lain).

Selain Maslow, Douglas McGregor memberikan kontribusi berharga mengenai dinamika dalam relasi manusia. McGregor memperkenalkan kepada kita bahwa pada dasarnya manusia dapat diklasifikasikan menjadi tipe X dan tipe Y. Mereka yang bertipe X cenderung bersifat pasif, malas, tidak mau bekerja kecuali disuruh, kurang inisiatif, dan kurang menyukai tantangan, serta akan berdisiplin jika diawasi. Untuk mereka yang dikategorikan tipe X ini, pendekatan manajemen yang harus dilakukan barangkali adalah yang terkait dengan pengarahan dan pengawasan yang menyeluruh dan terus-menerus. Adapun klasifikasi yang kedua adalah tipe Y di mana merka yang bertipe Y memiliki karakteristik proaktif, menyukai tantangan dan pekerjaan, memiliki banyak ide dan inisiatif, serta berdisiplin adalah bagian dari tantangan prestasi yang ingin dicapainya. Untuk mereka yang berkategori Y ini, pendekatan manajemen lebih kepada pemberian delegasi dan kepercayaan daripada pengawasan terus-menerus dan menyeluruh.

Teori Prilaku Kontemporer. Teori relasi manusia yang telah dikenalkan oleh Fayol, Mayo, McGregor, Maslow, dan lain-lainnya telah memberikan kontribusi dalam dunia manajemen, serta memberikan justifikasi bahwa peran sumber daya manusia dalam organisasi adalah sangat penting bagi pencapaiam tujuan organisasi. Akan tetapi pada perkembangan berikutnya, teori relasi manusia ini kurang cukup untuk menjelaskan kompleksitas dalam perkembangan organisasi dan lingkungan pada masa berikutnya, khususnya hingga saat ini dan untuk yang akan datang. Kompleksitas lingkungan dan organisasi memerlukan perspektif yang lebih luas dari sekedar teori relasi manusia saja.

Saat ini, perkembangan peran manusia dalam organisasi direpresentasikan dalam teori perilaku organisasi (organizational behaviour) yang mencoba melihat organisasi dari perspektif  yang lebih luas, di antaranya dari perspektif psikologi, sosiologi, ekonomi, antropologi, hingga medis. Beberapa topik penting dalam teori perilaku organisasi ini, di antaranya adalah bahwa kinerja organisasi sangat terkait dengan kepuasan kerja, stres, motivasi, kpemimpinan, dinamika kelompok, budaya kerja, politik dalam organisasi, konflik interpersonal, desain organisasi, dan lain sebagainya. Beberapa bab selanjutnya yang terkait dengan pengorganisasian, kepemimpinan dalam organisasi, sangat dipengaruhi perspektif dari kelompok perilaku organisasi ini.

.......
Pustaka:
Ernie dan Kurniawan (2009), Pengantar Manajemen, Kencana Perdana Media Group, Jakarta.
..............

Manajemen Strategik Dalam Pengembangan Daya Saing Organisasi (20)


Struktur Lingkungan
Evaluasi Proses Analisis Lingkungan. Kegiatan analisis lingkungan biasanya digunakan untuk membantu organisasi mencapai tujuannya secara efektif dan efisien. Biasanya, berdasarkan mutu analisis lingkungan yang dilakukan, beberapa analisis lingkungan lebih bersifat peralatan daripada sebagai penolong untuk mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan. Oleh karena itu, sangatlah penting bagi pihak manajemen untuk mengevaluasi proses analisis lingkungan seperti mengevaluasi kegiatan lain.

Berikut beberapa karakteristik penting dari analisis lingkungan yang layak diterapkan agar berhasil, yaitu:
1.      Berkaitan secara konseptual dan praktik dengan operasi perencanaan pada saat ini. Gunanya adalah untuk memastikan bahwa melalui integrasi visi analisis lingkungan dengan proses perencanaan, organisasi memiliki arah yang tepat di masa mendatang. Salah satu metode yang biasa dilakukan untuk mencapai integrasi utama ini adalah melibatkan perencana kunci (key planners) organisasi dalam beberapa fase analisis lingkungan.
2.      Mampu memberikan tanggapan terhadap kebutuhan informasi manajer puncak dalam organisasi. Dengan demikian, para analis ini harus dapt memahami dan memenuhi kebutuhan tersebut serta menyadari bahwa informasi yang diberikan mungkin berubah dan perubahan tersebut harus mampu disesuaikan dengan analisis lingkungan itu sendiri.
3.      Didukung manajemen tingkat atas secara terus-menerus. Apabila analisis lingkungan diharapkan memberikan hasil yang baik, upaya ini tidak boleh lepas dari dukungan dan dorongan manajemen tingkat atas.
4.      Dilaksanakan oleh analis lingkungan yang mengerti keahlian yang dibutuhkan untuk menjadi seorang ahli strategi. Analisis lingkungan harus menitikberatkan pada pengidentifikasian kesempatan dan ancaman yang ada atau yang bersifat potensial. Strategi harus menginterpretasikan hasil analisis lingkungan dalam upaya memperoleh pemahaman mendalam atas operasi perusahaan.

Jika analisis lingkungan sudah dilakukan, perumusan diharapkan mampu mendapatkan gambaran yang utuh tentang kondisinya. Oleh karena itu, langkah selanjutnya dalam proses manajemen strategi adalah bagaiamana perusahaan menentukan dan menetapkan arah yang diinginkannya berdasarkan keadaan tersebut.

.......
Pustaka:
Musa Hubeis dan Mukhamad Najib (2008), Manajemen Strategik dalam Pengembangan Daya Saing Organisasi, PT Alex Media Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta.




Minggu, 06 Oktober 2013

FILSAFAT ILMU dan METODOLOGI PENELITIAN (23)


BERRFILSAFAT DAN BERPIKIR FILSAFATI
Berfilsafat
Sejarah kefilsafatan di kalangan filsuf menjelaskan tentang tiga hal yang mendorong manusia untuk berfilsafat, yaitu kekaguman atau keheranan, keraguan, atau kegengsian, dan kesadaran akan keterbatasan. Plato mengatakan: ‘Mata kita memberi pengamatan bintang-bintang, matahari dan langit. Pengamatan ini memberi dorongan kepada kita untuk menyelidiki. Dan dari penyelidikan ini berasal filsafat’.

Agustinus dan Descartes memulai berfilsafat dari keraguan atau kesangsian. Manusia heran, tetapi kemudian ragu-ragu, apakah ia tidak ditipu oleh pancaindranya yang sedang heran? Rasa heran dan meragukan ini mendorong manusia untuk berpikir lebih mendalam, menyeluruh dan kritis untuk memperoleh kepastian dan kebenaran yang hakiki. Berpikir secara, menyeluruh, dan kritis inilah yang kemudian disebut berfilsafat.

Berfilsafat dapat juga bermula dari adanya suatu kesadaran akan keterbatasan pada diri manusia. Berfilsafat kadang-kadang dimulai apabila manusia menyadari bahwa dirinya sangat kecil dan lemah, terutama dalam menghadapi kejadian-kejadian alam. Apabila seseorang merasa bahwa ia sangat terbatas dan terikat terutama pada waktu mengalami penderitaan atau kegagalan, maka dengan adanya kesadaran akan keterbatasan dirinya tadi manusia mulai berfilsafat. Ia akan memikirkan bahwa di luar manusia yang terbatas pasti ada sesuatu yang tidak terbatas yang bahan kemajuan untuk menemukan kebenaran hakiki.

Berdasarkan pengetahuannya, terdapat beberapa jenis manusia dalam kehidupan ini, sebagaimana dipantunkan seorang filsuf:
Untuk mnedapatkan pengetahuan yang benar, maka ketahuilah apa yang kau tahu dan ketahuilah pula apa yang kau tidak tahu, lanjut filsuf tersebut.

Pengetahuan dimulai dari rasa ingin tahu. Kepastian dimulai dari rasa ragu-ragu. Filsafat dimulai dari rasa ingin tahu dan keragu-raguan. Berfilsafat didorong untuk mengetahui apa yang telah diketahui dan apa yang belum diketahui. Berfilsafat berarti berendah hati bahwa tidak semuanya akan pernah diketahui dalam kesemestaan yang seakan tidak terbatas ini. Berfilsafat berarti mengoreksi diri, semacam keberanian untuk berterus terang, seberapa jauh sebenarnya kebenaran yang dicari telah dijangkau.

Ilmu merupakan pengetahuan yang kita geluti sejak bangku sekolah dasar sampai pendidikan lanjutan dan perguruan tinggi. Berfilsafat tentang ilmu berarti keterus-terangan pada diri sendiri: apakah sebenarnya yang kita ketahui tentang ilmu itu? Apakah ciri-ciri yang hakiki yang membedakan ilmu dari pengetahuan-pengetahuan lain yang bukan ilmu? Bagaimana mengetahui bahwa ilmu merupakan pengetahuan yang benar? Kriteria apa yang dipakai dalam menentukan kebenaran secara ilmiah? Mengapa ilmu mesti dipelajari? Apa kegunaan ilmu yang sebenarnya? Berfilsafat berarti berendah hati mengevaluasi segenap pengetahuan yang telah diketahui: Apakah ilmu telah mencakup segenap pengetahuan yang seyogyanya diketahui dalam hidup ini? Di batas manakah ilmu mulai dan dibatas manakah dia berhenti? Kemanakah kita harus berpaling di batas ketidak-tahuan ini? Apakah kelebihan dan kekurangan ilmu?

Pengertian filsafat menurut arti kata, terdiri atas kata philein yang artinya cinta dan sophia yang artinya kebijaksanaan. Filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Cinta artinya hasrat yang besar, atau yang berkobar-kobar, atau yang sungguh-sungguh. Kebijkasanaan artinya kebenaran sejati atau kebenaran yang sesungguhnya. Jadi filsafat artinya hasrat atau keinginan yang sungguh akan kebenaran sejati. Pengertian umum filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat segala sesuatu untuk memperoleh kebenaran. Filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang hakikat. Ilmu pengetahuan tentang hakikat menanyakan apa hakikat atau sari atau inti atau esensi segala sesuatu. Dengan cara ini, jawaban yang akan diberikan berupa kebenaran yang hakiki. Ini sesuai dengan arti filsafat menurut kata-katanya. Sementara itu pengertian khusus filsafat telah mengalami perkembangan yang cukup lama dan dipengaruhi oleh faktor-faktor yang kompleks sehingga menimbulkan berbagai pendapat tentang arti filsafat dengan kekhususan masing-masing. Berbagai pendapat pendapat khusus tentang filsafat antara lain:

 
Aliran-aliran tersebut mempunyai kehususan masing-masing, menekankan kepada sesuatu yang dianggap merupakan inti dan harus diberi teempat yang tinggi, misalnya ketenangan, kesalehan, kebendaan, akal, dan idea.

Dari beberapa pendapat tersebut, pengertian filsafat dapat dirangkum menjadi seperti berikut:
Ø  Filsafat adalah hasil pikiran manusia yang kritis dan dinyatakan dalam bentuk yang sistematis.
Ø  Filsafat adalah refleksi pikiran manusia yang paling dalam.
Ø  Filsafat adalah refleksi lebih lanjut daripada ilmu pengetahuan atau pendalaman lebih lanjut ilmu pengetahuan
Ø  Filsafat adalah hasil analisis dan abstraksi.
Ø  Filsafat adalah pandangan hidup.
Ø  Filsafat adalah hasil perenungan jiwa manusia yang mendalam, mendasar, dan menyeluruh.

Dari rangukuman tersebut dapatlah dikemukakan bahwa ciri-ciri berfilsafat antara lain deskriptif, kritis, atau analitis, avaluatif atau normatif, spekulatif, sistematis, mendalam, mendasar, dan menyeluruh.

.......
Pustaka:
Soetriono dan Hanafie (2007), Filsafat Ilmu dan Metode Penelitian, Andi Yogyakarta.