Sepanjang tahun 2012 telah kita lalui dan kita segera mulai menapaki tahun 2013, dengan risiko ekonomi yang masih diselimuti oleh ancaman krisis Eropa dan Amerika. Pencapaian kinerja ekonomi tahun 2012 yang positif dengan pertumbuhan di atas 6 persen, diperkirakan masih akan berlanjut dalam tahun 2013.
Fundamental ekonomi masih akan kokoh dengan ditopang oleh dua mesin pertumbuhan yakni konsumsi rumah tangga dan investasi. Predikat sebagai negara layak investasi (investment grade) yang dicapai pada awal tahun 2012 dari dua lembaga pemeringkat internasional, yakni Fitch, yang memberi predikat dengan notasi BBB- dari BB dan Moody’s dengan Baa3 dari sebelumnya Ba1, ikut memberikan efek positif terhadap investasi asing yang masuk.
Indonesia dapat mengambil manfaat positif dengan terus memperbaiki kondisi perekonomian, terutama mendorong capital inflow dari negara-negara maju yang kini dihantam krisis. Membaiknya investment grade semakin membuka pintu bagi investor global yang hanya bisa berinvestasi di negara investment grade.
Masuknya capital inflow ini juga bisa menjadi kesempatan untuk memfasilitasi investasi ke sektor riil, terutama investasi sektor infrastruktur dan industry manufaktur. Masuknya investasi juga akan mendorong masuknya talenta-talenta berbakat dunia untuk memajukan perekonomian domestik.
Meski demikian, konsumsi domestik yang tinggi juga terus mendorong peningkatan impor sehingga menimbulkan ancaman deficit perdagangan nonmigas. Apalagi daya saing ekspor terganggu permintaan global akibat lesunya pertumbuhan ekonomi negara negara Eropa dan Amerika. Melemahnya ekspor dan naiknya impor ini perlu diwaspadai, setidaknya harus dapat dimbangi dengan masuknya investasi asing langsung maupun tidak langsung.
Meski investasi asing yang masuk cukup tinggi, tetapi tidak mampu mendorong penguatan mata uang dan nilai asset. Dana asing yang masuk seharusnya meningkatkan permintaan akan rupiah, sehingga nilai tukar rupiah akan menguat. Selain itu akan mendorong menguatnya harga saham, surat berharga dan asset-aset fisik lainnya. Namun kenyataannya hal itu tidak sepenuhnya terjadi, dimana rupiah terus merosot.
Hal ini harus menjadi tantangan tersendiri dengan terus memperbaiki kondisi usaha dan investasi, agar pertumbuhan ekonomi yang didorong investasi dan konsumsi domestik tetap berkualitas. Kondisi perekonomian Indonesia saat ini memang relatif baik, baik di lihat dari sisi pertumbuhan ekonomi, cadangan devisa, inflasi maupun kinerja sektor perbankan.
Meski demikian, diperlukan kebijakan lanjutan dalam memanfaatkan momentum pertumbuhan ekonomi yang positif untuk semain berkualitas dan mampu meningkatkan pemerataan dan kesejahteraan rakyat.
Pertama, mempercepat terealisasinya proyek-proyek infrastruktur. Indonesia harus memperbaiki kondisi infrastrukturnya agar proses bisnis semakin efisien dan mendorong kepercayaan investor asing. Selama ini perhatian pemerintah terhadap infrastruktur masih terkendala rendahnya pembiayaan dalam APBN.
Pemerintah harus mendorong anggaran negara menjadi lebih produktif. Saat ini APBN terlalu berat ke biaya pegawai dan biaya subsidi. Dalam APBN 2012, belanja pegawai mencapai Rp215,73 triliun atau 22,36% dari total belanja pemerintah pusat Rp965 triliun, dan subsidi energi Rp168,5 triliun (17,47%). Adapun belanja barang Rp142,2 triliun (14,74%) dan belanja modal Rp168,2 triliun (17,44%). Pemerintah mengalokasikan dana Rp168,2 triliun dalam belanja modal di APBN 2012 dimana sebagian besar akan digunakan untuk menunjang pembangunan infrastruktur. Alokasi tersebut, naik sekitar Rp27,2 triliun atau sebesar 19,3% dibandingkan alokasi dalam APBN-P 2011.
Kedua, pemberantasan korupsi. Korupsi menjadi masalah krusial dalam pembangunan. Bahkan kini, dengan semakin terdistribusinya kekuasaan hingga daerah, ternyata mendorong pula tindakan korupsi menjadi semakin merata. Akibatnya membuat penyuapan tidak lagi memperpendek biaya transaksi karena semakin banyak orang yang harus disuap.
Hal ini menyebabkan terjadinya inefisiensi dan mahalnya biaya investasi yang tercermin dalam tingginya tingkat incremental capital output ratio (ICOR) atau perbandingan antara kebutuhan investasi dan pertumbuhan output. Salah satu penyebab ICOR kita yang cukup tinggi adalah besarnya tingkat kebocoran dalam investasi akibat korupsi atau ekonomi biaya tinggi. Investasi yang boros tersebut juga menyebabkan kualitas pertumbuhan yang kita capai menjadi kurang berkualitas dan berkesinambungan. Hal ini bisa dilihat dari setiap 1 persen pertumbuhan ekonomi rata-rata hanya mampu menciptakan lapangan kerja bagi 215 ribu orang, sementara itu, menurut standar ILO setiap kenaikan pertumbuhan sebssar 1 persen seharusnya mampu menyerap tenaga kerja sebesar 450 orang.
Ketiga, mendorong penyerapan anggaran. Rendahnya penyerapan anggaran negara mempunyai implikasi serius terhadap upaya peningkatan kualitas pertumbuhan. Secara langsung, rendahnya anggaran menyebabkan rencana pembangunan tidak dapat terealisasi sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat sebelumnya. Selain itu, karena dana pembangunan tersebut sebagian juga dibiayai dari dana utang, rendahnya penyerapan juga mengakibatkan pemerintah harus membayar biaya bunga untuk dana yang tidak dipergunakan secara benar. Hal tersebut merupakan bentuk pemborosan anggaran yang seharusnya tidak perlu terjadi apabila tidak terjadi pemanfaatan anggaran yang rendah.
Keempat, perbaikan program peningkatan kesejahteraan. Pemerintah memiliki tiga skenario penguatan perlindungan kesejahteraan bagi rakyat miskin, yakni: Pertama, memberikan bantuan dan perlindungan kepada rakyat kurang mampu melalui beras untuk rakyat miskin (Raskin), Bantuan operasional sekolah (BOS), bantuan langsung tunai, jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas). Kedua melalui program nasional pemberdayaan masyarakat-mandiri (PNPM) termasuk pemberdayaan masyarakat pesisir: dan Ketiga, memberikan KUR kepada pengusaha mikro.
Program kedua dan ketiga inilah yang diharapkan bisa mendorong penguatan ekonomi rakyat secara berkelanjutan. Meski demikian, tidak kalah penting adalah bagaimana pemerintah bisa memberikan alokasi anggaran bagi terwujudnya pembiayaan yang menjangkau rakyat miskin atau kalangan pedesaan, yang selama ini tidak dilirik oleh sektor perbankan karena tidak bankable, melalui terbentuknya lembaga pembiayaan mikro seperti BMT atau koperasi. Akses masyarakat terhadap lembaga keuangan harus diperluas agar mereka dapat mengembangkan kegiatan ekonomi.
Kelima, fokus ekspor ke pasar negara-negara Asia yang terus tumbuh seperti China, India dan Korea Selatan. Selain memacu daya saing ekspor, penguatan pasar domestik terutama menjaga pasar dalam negeri dari serbuan barang-barang impor sangat penting. Pemerintah harus lebih aktif untuk melindungi industri dalam negeri dari persaingan tak sehat barang-barang impor. Hal ini bisa dilakukan dengan menerapkan sertifikasi dan standarisasi secara ketat terhadap produk impor, karena selama ini banyak produk impor yang dikenal murah namun kondisinya cepat rusak. Sementara produk Indonesia, meski lebih mahal tetapi ketahanan produknya lebih lama.
Menjaga pasar dalam negeri juga harus dilakukan mengingat industri manufaktur kita menghadapi ancaman masuknya barang-barang selundupan. Barang-barang impor baik legal maupun selundupan kini sangat leluasa membanjiri pasar. Kondisi ini dikhawatirkan akan berimbas pada kemampuan daya saing industri dalam penguasaan pasar domestik.
Langkah nyata dan cepat adalah upaya total memerangi penyelundupan serta penghapusan segala bentuk rintangan, yang membuat produk-produk industri tak bisa menjadi tuan di negerinya sendiri. Ruang gerak pasar domestik yang tersedia untuk menyerap produk-produk industri kecil dan menengah masih relatif sangat besar.
Keenam, kerjasama yang erat antara swAsta dan pemerintah dan koordinasi antarlembaga pemerintah. Selain itu, kualitas kebijakan, kapasitas kelembagaan dan tata kelola pemerintah perlu diperbaiki. Perbaikan kapasitas pemerintahan sangat penting untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat dan investor. Isu-isu nonekonomi seperti korupsi, persaingan politik menjelang pemilu dan kerusuhan di berbaga daerah, perlu diantisipasi agar tidak mengganggu kepercayaan investor. ***
Aunur Rofik
Pengamat dan Praktisi Bisnis
Ketua Bidang Ekonomi dan Kewirausahaan DPP PPP
Fundamental ekonomi masih akan kokoh dengan ditopang oleh dua mesin pertumbuhan yakni konsumsi rumah tangga dan investasi. Predikat sebagai negara layak investasi (investment grade) yang dicapai pada awal tahun 2012 dari dua lembaga pemeringkat internasional, yakni Fitch, yang memberi predikat dengan notasi BBB- dari BB dan Moody’s dengan Baa3 dari sebelumnya Ba1, ikut memberikan efek positif terhadap investasi asing yang masuk.
Indonesia dapat mengambil manfaat positif dengan terus memperbaiki kondisi perekonomian, terutama mendorong capital inflow dari negara-negara maju yang kini dihantam krisis. Membaiknya investment grade semakin membuka pintu bagi investor global yang hanya bisa berinvestasi di negara investment grade.
Masuknya capital inflow ini juga bisa menjadi kesempatan untuk memfasilitasi investasi ke sektor riil, terutama investasi sektor infrastruktur dan industry manufaktur. Masuknya investasi juga akan mendorong masuknya talenta-talenta berbakat dunia untuk memajukan perekonomian domestik.
Meski demikian, konsumsi domestik yang tinggi juga terus mendorong peningkatan impor sehingga menimbulkan ancaman deficit perdagangan nonmigas. Apalagi daya saing ekspor terganggu permintaan global akibat lesunya pertumbuhan ekonomi negara negara Eropa dan Amerika. Melemahnya ekspor dan naiknya impor ini perlu diwaspadai, setidaknya harus dapat dimbangi dengan masuknya investasi asing langsung maupun tidak langsung.
Meski investasi asing yang masuk cukup tinggi, tetapi tidak mampu mendorong penguatan mata uang dan nilai asset. Dana asing yang masuk seharusnya meningkatkan permintaan akan rupiah, sehingga nilai tukar rupiah akan menguat. Selain itu akan mendorong menguatnya harga saham, surat berharga dan asset-aset fisik lainnya. Namun kenyataannya hal itu tidak sepenuhnya terjadi, dimana rupiah terus merosot.
Hal ini harus menjadi tantangan tersendiri dengan terus memperbaiki kondisi usaha dan investasi, agar pertumbuhan ekonomi yang didorong investasi dan konsumsi domestik tetap berkualitas. Kondisi perekonomian Indonesia saat ini memang relatif baik, baik di lihat dari sisi pertumbuhan ekonomi, cadangan devisa, inflasi maupun kinerja sektor perbankan.
Meski demikian, diperlukan kebijakan lanjutan dalam memanfaatkan momentum pertumbuhan ekonomi yang positif untuk semain berkualitas dan mampu meningkatkan pemerataan dan kesejahteraan rakyat.
Pertama, mempercepat terealisasinya proyek-proyek infrastruktur. Indonesia harus memperbaiki kondisi infrastrukturnya agar proses bisnis semakin efisien dan mendorong kepercayaan investor asing. Selama ini perhatian pemerintah terhadap infrastruktur masih terkendala rendahnya pembiayaan dalam APBN.
Pemerintah harus mendorong anggaran negara menjadi lebih produktif. Saat ini APBN terlalu berat ke biaya pegawai dan biaya subsidi. Dalam APBN 2012, belanja pegawai mencapai Rp215,73 triliun atau 22,36% dari total belanja pemerintah pusat Rp965 triliun, dan subsidi energi Rp168,5 triliun (17,47%). Adapun belanja barang Rp142,2 triliun (14,74%) dan belanja modal Rp168,2 triliun (17,44%). Pemerintah mengalokasikan dana Rp168,2 triliun dalam belanja modal di APBN 2012 dimana sebagian besar akan digunakan untuk menunjang pembangunan infrastruktur. Alokasi tersebut, naik sekitar Rp27,2 triliun atau sebesar 19,3% dibandingkan alokasi dalam APBN-P 2011.
Kedua, pemberantasan korupsi. Korupsi menjadi masalah krusial dalam pembangunan. Bahkan kini, dengan semakin terdistribusinya kekuasaan hingga daerah, ternyata mendorong pula tindakan korupsi menjadi semakin merata. Akibatnya membuat penyuapan tidak lagi memperpendek biaya transaksi karena semakin banyak orang yang harus disuap.
Hal ini menyebabkan terjadinya inefisiensi dan mahalnya biaya investasi yang tercermin dalam tingginya tingkat incremental capital output ratio (ICOR) atau perbandingan antara kebutuhan investasi dan pertumbuhan output. Salah satu penyebab ICOR kita yang cukup tinggi adalah besarnya tingkat kebocoran dalam investasi akibat korupsi atau ekonomi biaya tinggi. Investasi yang boros tersebut juga menyebabkan kualitas pertumbuhan yang kita capai menjadi kurang berkualitas dan berkesinambungan. Hal ini bisa dilihat dari setiap 1 persen pertumbuhan ekonomi rata-rata hanya mampu menciptakan lapangan kerja bagi 215 ribu orang, sementara itu, menurut standar ILO setiap kenaikan pertumbuhan sebssar 1 persen seharusnya mampu menyerap tenaga kerja sebesar 450 orang.
Ketiga, mendorong penyerapan anggaran. Rendahnya penyerapan anggaran negara mempunyai implikasi serius terhadap upaya peningkatan kualitas pertumbuhan. Secara langsung, rendahnya anggaran menyebabkan rencana pembangunan tidak dapat terealisasi sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat sebelumnya. Selain itu, karena dana pembangunan tersebut sebagian juga dibiayai dari dana utang, rendahnya penyerapan juga mengakibatkan pemerintah harus membayar biaya bunga untuk dana yang tidak dipergunakan secara benar. Hal tersebut merupakan bentuk pemborosan anggaran yang seharusnya tidak perlu terjadi apabila tidak terjadi pemanfaatan anggaran yang rendah.
Keempat, perbaikan program peningkatan kesejahteraan. Pemerintah memiliki tiga skenario penguatan perlindungan kesejahteraan bagi rakyat miskin, yakni: Pertama, memberikan bantuan dan perlindungan kepada rakyat kurang mampu melalui beras untuk rakyat miskin (Raskin), Bantuan operasional sekolah (BOS), bantuan langsung tunai, jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas). Kedua melalui program nasional pemberdayaan masyarakat-mandiri (PNPM) termasuk pemberdayaan masyarakat pesisir: dan Ketiga, memberikan KUR kepada pengusaha mikro.
Program kedua dan ketiga inilah yang diharapkan bisa mendorong penguatan ekonomi rakyat secara berkelanjutan. Meski demikian, tidak kalah penting adalah bagaimana pemerintah bisa memberikan alokasi anggaran bagi terwujudnya pembiayaan yang menjangkau rakyat miskin atau kalangan pedesaan, yang selama ini tidak dilirik oleh sektor perbankan karena tidak bankable, melalui terbentuknya lembaga pembiayaan mikro seperti BMT atau koperasi. Akses masyarakat terhadap lembaga keuangan harus diperluas agar mereka dapat mengembangkan kegiatan ekonomi.
Kelima, fokus ekspor ke pasar negara-negara Asia yang terus tumbuh seperti China, India dan Korea Selatan. Selain memacu daya saing ekspor, penguatan pasar domestik terutama menjaga pasar dalam negeri dari serbuan barang-barang impor sangat penting. Pemerintah harus lebih aktif untuk melindungi industri dalam negeri dari persaingan tak sehat barang-barang impor. Hal ini bisa dilakukan dengan menerapkan sertifikasi dan standarisasi secara ketat terhadap produk impor, karena selama ini banyak produk impor yang dikenal murah namun kondisinya cepat rusak. Sementara produk Indonesia, meski lebih mahal tetapi ketahanan produknya lebih lama.
Menjaga pasar dalam negeri juga harus dilakukan mengingat industri manufaktur kita menghadapi ancaman masuknya barang-barang selundupan. Barang-barang impor baik legal maupun selundupan kini sangat leluasa membanjiri pasar. Kondisi ini dikhawatirkan akan berimbas pada kemampuan daya saing industri dalam penguasaan pasar domestik.
Langkah nyata dan cepat adalah upaya total memerangi penyelundupan serta penghapusan segala bentuk rintangan, yang membuat produk-produk industri tak bisa menjadi tuan di negerinya sendiri. Ruang gerak pasar domestik yang tersedia untuk menyerap produk-produk industri kecil dan menengah masih relatif sangat besar.
Keenam, kerjasama yang erat antara swAsta dan pemerintah dan koordinasi antarlembaga pemerintah. Selain itu, kualitas kebijakan, kapasitas kelembagaan dan tata kelola pemerintah perlu diperbaiki. Perbaikan kapasitas pemerintahan sangat penting untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat dan investor. Isu-isu nonekonomi seperti korupsi, persaingan politik menjelang pemilu dan kerusuhan di berbaga daerah, perlu diantisipasi agar tidak mengganggu kepercayaan investor. ***
Aunur Rofik
Pengamat dan Praktisi Bisnis
Ketua Bidang Ekonomi dan Kewirausahaan DPP PPP
sumber:
http://news.okezone.com/read/2012/12/26/58/737050/memacu-kualitas-pertumbuhan-dan-kesejahteraan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar