Jumat, 24 Mei 2013

Di Dalam Diam




Sore yang cerah namun begitu menenangkan,, ku lepas pandang ke garis laut nun di ujung sana. Menatapi pulau-kecil di tengah laut, pantai padang, yang tak lagi terlihat pantainya, melainkan hanya sebuah bayang bayang hijau yang rimbun. Di ujung batu pemecah ombak ,di balik cahaya matahari barat yang masih malu-malu mendekati ujung laut, ku pandang sesosok bayang-bayang berdiri. Kulihat dia begitu menikmati indahnya pantai ini,wajahnya menghadap ke langit,dengan mata terpejam, aku merasakan kedamaian yang ia rasakan.
Sudah beberapa minggu belakangan ini, entah mengapa aku selalu dekat dengan nya, dia ada dimana saja aku ada. Dia adalah sosok yang begitu perhatian, peduli, dan ceria. Entah ini benar, ataukah hanya aku yang merasa, karna dia adalah sosok yang ku kagumi. Hari itu kami makan bersama di kantin belakang kampus, tanpa sadar, aku selalu memperhatikanya, tak tau kenapa, aku merasa bahagia bersamanya.
Hari ke hari,lalu berkumpul menjadi minggu ke minggu, bersama sang waktu yang terus bergulir tanpa jeda, ku jalani keseharian yang terkadang terasa membosankan. Belakangan ini, kesibukan di kampus, selalu membuat ku bertemu denganya. Tanpa sadar, aku mulai merasa sesuatu yang asing dalam diriku saat bersamanya. Aku merasa berbeda terhadap perhatian yang ia berikan, aku merasa lain saat ia tersenyum dan berbicara padaku. aku menatap nya seperti bermakna. Aku rasa, aku telah jatuh cinta.
Hingga minggu,berubah menjadi bulan, rasa itu kian lama kian besar, rasaku itu tak lagi berupa dugaan semata, namun ia nyata, aku tau,, itu nyata. Sore itu hujan mengguyur kota ku, dengan langit yang begitu kelabu, dan angin kencang, membuat ku menunda rencanaku untuk pulang, kemudian ku putuskan untuk berdiri mematung di sudut salah satu gedung di kampus, sambil menatap curahan hujan yang tak mengenal ampun itu.
Tiba- tiba dia datang, ia muncul tepat di hadapanku, berdiri bersama, menunggu hujan mulai reda. Sekian lama mengobrol, namun hujan tak jua kunjung reda. aku mulai berfikir untuk menempuhnya saja, karna takut kemalaman. Ternyata dia juga berfikiran sama dengan ku. Kami berlari lari ditengah2 hujan yang begitu deras, “romantis banget ya,, kayak sinetron aja, lari-larian ditengah hujan,” dia mengatakanya sambil tertawa, begitu juga aku, aku ikut tertawa mendengarnya. Bagi orang yang saat itu sedang jatuh cinta, itu bukanlah kata-kata biasa, aku merasa begitu bahagia mendengarnya, entah mengapa, saat itu aku merasakan perasaan yang sama darinya.
Suatu hari ,yang entah kenapa aku tak ingin mengingatnya, rasanya begitu sakit untuk mengatakanya. Yaa,, saat itu aku mendengar langsung dari nya, “aku ngak suka, pacaran dengan orang yang sudah menjadi sahabatku”, dia mengatakanya, saat kami sedang asik mengobrol, entah apa yang membuat dia mengatakan itu, aku benar benar terkejut mendengarnya. Meskipun saat itu aku tak sedikitpun menaruh harapan untuk menjadi lebih dari seorang teman, namun kata katanya ,membuat aku terjatuh. Aku tak sanggup mendengarnya, hatiku terasa berat, dan sesak.
Lalu senyum ku menutupi segala kepedihan saat itu, aku menatap nya dengan sebuah senyum ceria. Sedang aku tak mengenal ceria ketika itu. Aku sungguh sungguh tak ingin dia tau, tentang apa yang aku rasakan, aku tak ingin dia jauh hanya karna aku jatuh cinta. Selama ini aku hanya mencintai nya di dalam diam, dan berharap suatu hari bisa memberitahukannya, tanpa menuntut sebuah status hubungan. Tapi, setelah mendengar itu, aku tak lagi bisa berharap, aku akan menyimpan rasa ini, hingga dengan sendirinya ia pergi.
Malam itu, setelah semua orang tertidur, ku tuliskan semua kepedihanku, tak tahan rasanya membendung air mata saat itu, aku yang telah salah mengartikan sikap nya, sekarang tersedu sedan bersama malam yang menghujan.
Sejak hari itu, aku takut ,jika bertemu denganya, aku takut, jika ia merasa ,sikapku berbeda. Aku takut, kalau akhirnya dia tau tentang cinta yang telah tumbuh sejak bayang di balik matahari sore itu.
Hingga waktu telah kembali menjadi bulan ke bulan, sudah cukup lama rasanya aku menjaga jarak dengan nya, mungkin aku tak lagi menyukainya, mungkin rasa itu telah menguap bersama angin bulan kemaren, mungkin bayang bayang itu sudah hilang bersama mentari yang tenggelam. Dan mungkin aku tak lagi jatuh cinta. aku terus memperbaiki hari-hariku,yang sempat rusak kala itu.
Aku merasa cukup lega, rasanya langkah ini telah ringan kembali, karna aku tak lagi sering bertemu denganya, sudah sejak beberapa minggu kemaren. Rasanya senyum ku sudah muncul lagi, bersama mentari yang kembali mengintip di balik hijaunya bukit barisan, aku sudah kembali, aku tak lagi patah hati.
Hari itu sedang turun hujan, sepertinya kemarau sudah ingin pergi, hingga musim hujan kembali bertamu. Rasanya begitu segar, setelah berminggu minggu ditempa sinar matahari yang semakin panas.
Suatu hari sehabis kuliah, kuberjalan sendiri menuju kantin, karena teman-temanku yang lainya, memilih kembali ke kos nya masing2. Saat itu, hujan telah berhenti, mentari kembali membayang bayangi bumi dari balik awan yang sedikit kelabu. Hujan tadi meninggalkan embun-embun segar di pucuk pohon-pohon rindang yang hijau, terkadang seperti dihiasi berlian, karna mereka memancarkan kilauan saat di sinari cahaya matahari. Udara kota Padang yang belakangan ini berdebu, perlahan lahan menjadi begitu segar dan basah.
Di perjalanan menuju kantin, di tengah-tengah orang yang lalu lanlang, aku melihat sosok orang yang telah membuat aku jatuh cinta dan sekaligus patah hati sebulan yang lalu.
Aku ingin menyapanya, namun aku tak bisa. Disana, ia sedang duduk dengan seorang wanita, ia dan wanita itu sedang tertawa riang. Mereka sepertinya begitu akrab, aku curiga kalau kalau, itu adalah cintanya. Tak ingin berfikiran negatif, kembali ku alihkan pandangan, dan terus berjalan.
Aku mulai berlalu, namun suara panggilan itu mencegat langkah ku, ku alihkan pandangan padanya, ia tersenyum dan melambaikan tangan memintaku menghampirinya. Tiba tiba saja kakiku melangkah mendekatinya, ku berfikir untuk kembali, namun sia-sia, kakiku sudah terlanjur melangkah, hanya satu langkah lagi, maka aku tepat di depanya. Ia tersenyum, menanyai kabarku,kemudian ia melihat wanita di depanya , dan memperkenalkan aku dengannya ,“kenalkan, ini pacarku” sambil menyebutkan nama wanita itu, ku salami dia dengan senyum terbaik ku. Sedang saat itu aku benar benar tak merasa baik.
“oh ya, aku dulan ya, teman-temanku sudah menunggu ku di kantin”, aku terburu buru mengucapkan kata itu di depan mereka, keringat dinginku bercucuran di balik jilbab biru yang sedang ku kenakan,dengan seuntai senyum yang berat, aku meninggalkan mereka.
Ketika itu, hatiku luluh lantak, ia telah hancurkan hatiku, aku ingin menangis, namun mengapa, aku tak punya alasan lagi untuk itu. Kenapa aku menagisi, orang yang hanya menganggapku sebagai teman biasa, kenapa aku harus menangis, sedangkan aku tau, aku tak boleh mencintainya. Ternyata benar, terkadang cinta itu, pahit rasanya, ku hanya bisa tersenyum, diam melihat semua itu. Karna tak tau dengan alasan apa aku boleh menangis.
Sejak itu hati ini terasa begitu hampa, sepertinya ia telah terluka begitu dalam. Terluka, lagi dan lagi, terjatuh dan remuk berkali kali.
Terkadang terfikirkan oleh ku. Kenapa harus bayanganya yang ku tatap saat itu, kenapa dia, yang berada dibalik matahari sore itu. Tak henti hentinya kepalaku menimbulkan pertanyaan pertanyaan yang menyakitkan. Aku bergetar, hatiku bergetar, rasanya begitu sakit untuk mengetahuinya, namun aku harus tegar, akulah yang telah memulai cinta ini, dan aku juga akan yang mengakirinya. Betapa aku tak ingin melihat mereka tertawa bersama, di hadapanku. Namun itulah kenyataan nya, aku hanya bisa, berpura pura bahagia dengan itu, aku hanya bisa tetap tersenyum, karna tak punya alasan, untuk bersedih.
Sekarang ingin ku akhiri cinta yang telah ada sejak bayang-bayang itu, cinta yang bersembunyi jauh di dalam diriku, cinta yang belum ada yang mengetahuinya, cinta yang selalu ada, meski hanya di dalam diam. Cukuplah bagiku untuk mencintai bayang bayang di balik matahari itu, karna tak leluasa untuk menatap wajah di balik bayang bayangnya.
pustaka:
http://fiksi.kompasiana.com/cermin/2013/05/24/di-dalam-diam-558945.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar