Sabtu, 21 Desember 2013

Harapan Bunda


Wanita Desa dan Kemandirian Ekonomi Keluarga

Tangan kanan mereka menggenggam singkong yang telah terkupas, sedangkan tangan kiri masing-masing memegang parut dari kayu.    Sambil "ngerumpi", mereka menghasilkan irisan-irisan tipis singkong, pisang, dan tempe yang kemudian dibuat keripik.
Kreativitas ala warga desa yang diperoleh sambil "ngerumpi" ini cukup untuk menambah penghasilan keluarga.    Salah seorang dari mereka bernama Muryati (52 tahun), yang merupakan Ketua Kelompok SPP Desa Marga Jaya, Kecamatan Kongbeng, Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim).
Kelompok yang dipimpin Muryati ini beranggotakan 12 orang. Setiap dua hari sekali mereka memproduksi keripik yang bahan bakunya dari singkong, pisang, dan tempe di dapur rumah Muryati, sedangkan alat yang digunakan sangat tradisional, yakni parutan kayu dan pisau dapur.
Tiap dua hari, Kelompok SPP ini membutuhkan 12 sisir pisang kepok, 30 kilogram singkong, dan 20 lembar tempe.    Bahan-bahan tersebut diparut untuk dijadikan keripik singkong, keripik pisang, dan keripik tempe.
Hasil produksi keripik kelompok ini cukup renyah, gurih, dan nikmat, hanya saja dari sisi kemasan masih tradisional karena hanya dibungkus dengan plastik putih tipis, padahal jika kemasannya cantik dan menarik, dipastikan harga jualnya jauh lebih tinggi ketimbang saat ini yang hanya Rp2 ribu per bungkus.
Ketika ditanya mengapa tidak dikemas lebih baik, Muryati mengaku tidak mengerti. Tetapi dia berharap ada bantuan dari pemerintah melalui Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi baik di tingkat kabupaten maupun tingkat provinsi, bahkan kalau perlu dari kementerian terkait.
Bantuan yang diharapkan oleh kelompok ini tidak terlalu muluk, yakni hanya berupa pelatihan mengemas atau mencarikan pangsa pasar lebih luas, pasalnya sebagai warga desa, pengetahuan mereka tentang kemasan dan melebarkan pasar masih terbatas.
Selama ini produk keripik kelompok ini hanya dipasarkan di sekolah-sekolah terdekat, baik sekolah di desa mereka, di desa tetangga, dan di toko-warung di Kecmatan Kongbeng.
Dia mengaku meskipun pangsa pasarnya masih terbatas, tetapi keuntungan yang diperoleh cukup lumayan karena mampu membantu suami dalam meningkatkan pendapatan keluarga.
Tetapi ketika ditanya berapa keuntungan yang didapat tiap dua hari itu, perempuan-perempuan "perkasa" ini hanya saling memandang, kemudian pandangan terakhir mereka ditujukan ke Muryati, bertanda keputusannya diserahkan kepada ketua kelompok mereka.
Muryati tersenyum sesaat sebelum menjawab "Pokoknya lumayanlah untuk menambah penghasilan keluarga. Ini kan usaha kelompok, jadi keuntungan kami bagi rata untuk kelompok,".
Dia kemudian bercerita, bahwa beberapa tahun lalu hanya dia sendiri yang membuat keripik, produk yang didapat juga sangat sedikit karena terbatasnya modal untuk membeli bahan baku.
Kemudian pada 2011 dia mendapat informasi dari tetangganya bahwa usaha yang dijalankan itu bisa dikembangkan karena ada pinjaman modal usaha, yakni dari Unit Pengelola Kegiatan (UPK) kecamatan setempat melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MPd).
Menurut informasi tetangganya, kata Muryati lagi, PNPM-MPd bukan hanya untuk kegiatan fisik seperti membangun gedung Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), TK, Posyandu, dan jalan desa, tetapi juga untuk kegiatan ketahanan dan penguatan ekonomi masyarakat, di antaranya melalui simpan pinjam untuk menambah modal usaha.
Tetangganya mengatakan syarat untuk mendapat pinjaman modal dari UPK cukup mudah, yakni Muryati hanya diminta membuat Kelompok SPP yang anggotanya antara 6 hingga 12 orang.
Kemudian di tahun itu juga dia membuat Kelompok SPP Makmur Jaya dan mengajukan pinjaman kepada UPK Kongbeng, kemudian pada 2012 pinjamannya dikabulkan senilai Rp3 juta.
Berkat usahanya yang lancar dan pengembalian pinjaman juga lancar, kemudian pada 2013 kelompok ini mengajukan pinjaman lagi sebesar Rp6 juta dan disetujui.
Kelompok ini mengaku bersyukur setelah mendapat pinjaman modal usaha, pasalnya dari modal tersebut mampu meningkatkan usahanya sehingga ekonomi keluarga juga meningkat.
Sementara itu, Penanggungjawab Operasional PNPM-MPd Provinsi Kaltim, Ramayadi mengatakan bahwa pinjaman modal yang diberikan kepada Kelompok SPP tersebut memang kecil, tetapi sesungguhnya manfaatnya cukup besar dalam jangka panjang karena hanya sebagai pemancing.
Sesorang yang sudah mendapat "pancing" lanjut Ramayadi, ke depan "pancing" itu diharapkan memperoleh "ikan" yang lebih banyak, bila perlu "ikannya" banyak dan besar sehingga perlu kesungguhan dan kreativitas kelompok dalam mengembangkan usahanya.
Ramayadi juga mengatakan pada tahun 2013 saja total aset produktif dari semua usaha UPK di Kaltim dan Kalimantan Utara (Kaltara) sebesar Rp187,7 miliar, baik dari usaha ekonomi kreatif maupun usaha yang dijalankan Kelompok SPP di perdesaan yang jumlahnya mencapai 5.979 kelompok.
Dia juga mengatakan, banyak UPK di Kaltim yang memanfaatkan surplus atau keuntungan dari hasil SPP untuk kegiatan sosial, seperti untuk membeli sembako untuk menyantuni fakir miskin, anak yatim, janda tua, dan manusia usia lanjut (manula).
Menurutnya, PNPM-MPd sudah terbukti mampu meningkatkan taraf hidup dan perekonomian masyarakat, baik dari dana yang digunakan untuk pembangunan fisik maupun untuk kegiatan non fisik seperti peningkatan SDM dan untuk modal usaha bagi warga desa.
Pembangunan fisik dari PNPM-MPd antara lain jalan desa, jalan pertanian, jembatan, pembangunan gedung PAUD, gedung kesehatan, jaringan air bersih, jaringan listrik, dan lainnya. Sedangkan untuk kegiatan non fisik di antaranya sebagai modal usaha.
Dia juga mengatakan, saat ini aset simpan pinjam kaum perempuan yang tersebar di 15 kabupaten dan kota di Kaltim dan Kaltara dari PNPM-MPd mencapai Rp533 miliar.
Aset sebesar Rp533 miliar itu merupakan akumulasi pemanfaatan dana dari PNPM oleh kaum perempuan di perdesaan sejak 2003 hingga 2013.
Sedangkan data hingga November 2013, tingkat pengambilan pinjaman kelompok usaha perempuan mencapai 92,8 persen dengan besaran rata-rata pinjaman pada kisaran Rp2 juta hingga Rp10 juta per orang.
Bahkan, katanya, saat ada salah satu UPK di Kaltim yang sudah mampu membeli mesin digital printing untuk membuka usaha baru dan menciptakan lapangan kerja, yakni UPK Gunung Tabur di Kabupten Berau.
Mengingat begitu besarnya manfaat bantuan yang digulirkan melalui PNPM-MPd yang mampu bersentuhan dengan masyarakat, maka perlu adanya tambahan anggaran pelatihan untuk membuka usaha baru di desa-desa jika pemerintah menginginkan kesejahteraan masyarakat desa.
Dengan begitu diharapkan akan lebih banyak lagi warga desa seperti Muryati dan kelompoknya yang bisa menikmati bantuan pemerintah melalui PNPM Mandiri Perdesaan, untuk kemandirian usaha mereka.
pustaka:
http://m.menit.tv/welcome/read/2013/12/14/33910/0/13/Wanita-Desa-dan-Kemandirian-Ekonomi-Keluarga/unduh 22/12/2013


Tidak ada komentar:

Posting Komentar