Pesona Kepemimpinan
Setelah membaca buku yang berjudul Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia yang merupakan terjemahan dari Sukarno Autobiography as Told To Cindy Adams,
saya menemukan salah satu poin terpenting kepemimpinan, yaitu pesona.
Lihatlah bagaimana Sukarno ketika berada di pengasingan – di Ende
Flores, Bungkulu, atau di Padang – selalu mendapat sambutan dari
masyarakat sekitarnya. Lain waktu di hari-hari menjelang Proklamasi
beberapa pemuda mendatanginya dan mengatakan, “Bung Karno adalah
pemimpin kami. Kami memerlukan Bung Karno untuk melakukannya. Di
kalangan kami sudah diperdebatkan siapa yang dapat memproklamasikan
kemerdekaan, tapi kesimpulannya hanya Sukarno yang dicintai oleh seluruh
bangsa.”
Di sinilah akan terkuak bahwa kepemimpinan bukan hanya persoalan administrasi, menjerial, atau leadership skills
lainnya, namun yang jauh lebih penting dari itu semua adalah sejauh apa
pengikut atau bawahan terpengaruh dengan kepribadian sang pemimpin
tersebut.
Berapa banyak pemimpin yang dipuja puji
semasa jabatan berada di tangannya, kemudian berbalik caci maki ketika
kekuasaan tersebut ditaruh kembali. Atau bahkan ekstrimnya, berapa
banyak pemimpin yang disanjung-sanjung ketika orang-orang berada di
depannya, namun disuruk-surukkan ketika punggungnya telah berbalik. Satu
di antara penyebabnya adalah karena kekuasaan atau jabatan adalah
satu-satunya actuator (alat penggerak) yang ia miliki.
Memang di antara yang melahirkan pesona adalah sisi menejerial, kemampuan problem solving,
kepiawaian mengeksplor kata-kata, namun pucuk dari semua pesona itu
adalah keperibadian yang menggerakkan. Pemimpin seperti ini jarang
berbicara, sebab sekali berbicara ia sedang mempertaruhkan
kepribadiannya. Dan itu sebabnya ia lebih banyak diikuti pada apa yang
ia lakukan, bukan pada apa yang ia katakan.
Sekarang kita lihat apa di antara rahasia yang membentuk pesona kepemimpinan tersebut. Pertama, ia berperan sebagai parent
(orang tua bagi anak-anaknya). Dan ikatan yang sangat kuat antara orang
tua dengan anak-anaknya adalah ikatan jiwa. Pemimpin yang mempesona
adalah yang merasakan apa yang dialami oleh masyarakatnya atau
bawahannya, karena bahasa jiwa adalah bahasa rasa. Kedua, ia adalah guru bagi anak didiknya. Dan anak didik hanya butuh diajari bukan disalahkan. Ketiga, ini adalah basic skills
yang telah saya sebut sebelumnya. Namun ketika ini bermasalah juga
berakibat menyurutnya pesona kepemimpinan tersebut, karena itu pemimpin
mesti belajar terus menerus, membaca lebih banyak, meningkatkan
kemampuan public speaking-nya, dan bergaul dengan banyak orang.
Pemimpin yang mempesona selalu mengedepan
kepribadiannya ketimbang jabatannya. Jabatannya bisa jadi berakhir, tapi
tidak dengan kepribadiannya, jasadnya boleh jadi terkubur, tapi tidak
dengan pesonanya.
sumber:
http://ekonomi.kompasiana.com/manajemen/2013/12/24/pesona-kepemimpinan-622358.html/unduh/24/12/2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar