Peluang Ekonomi Indonesia Tahun 2014
Ekonomi RI Tahun 2014 Akan Sama Seperti Tahun 2004 dan Tahun 2009
Pemerintah tetap optimis bahwa ekonomi
Indonesia akan mampu tumbuh meski berbagai kalangan ekonom dan lembaga
internasional memproyeksikan perekonomian Indonesia akan mengalami
perlambatan pada tahun politik 2014.
Dana Moneter Internasional (International Moneter Fund/IMF), Bank Dunia, dan Bank Pembangunan Asia (Asian Depelopment Bank/ADB), pada Juni 2013, memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia di kisaran 6,2 - 6,6 persen. Namun, pada Oktober lalu terjadi revisi ke bawah 5,5 - 5,8 persen.
World Bank atau Bank Dunia memprediksikan pertumbuhan PDB ekonomi
Indonesia pada 2014 hanya akan berada dalam kisaran angka 5,3 persen
atau turun dari 5,6 persen pada 2013.
Ekonom Bank Dunia untuk Indonesia, Ndiame Diop beralasan, melambatnya
pertumbuhan ekonomi ini diakibatkan menurunnya investasi di bidang
manufaktur dan mesin yang hanya tumbuh 4,5 persen.
“Tetapi angka tersebut masih cukup solid dan Indonesia masih menjadi
negara investasi yang sangat menarik,” ujar Diop di Kantor Badan
Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Jakarta, Senin 16 Desember 2013.
Diop menambahkan, defisit neraca berjalan pada 2014 dari sebelumnya USD
31 miliar menjadi USD 23 miliar atau 2,6 persen dari PDB yang disebabkan
melemahnya impor dan permintaan ekspor yang meningkat.
Menanggapi proyeksi lembaga tersebut, Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian, Hatta Rajasa tidak sepakat dengan pernyataan Bank Dunia
yang memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2014 hanya 5,3 persen.
Hatta mengaku tetap optimis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun
depan akan mencapai range 5,6 persen sampai 5,8 persen dengan asumsi
perekonomian dunia akan lebih baik.
“Menurut Hatta, pertumbuhan tahun ini cukup baik di situasi sekarang.
Kalau kita lihat ekonomi dunia relatif sedikit lebih baik tahun depan
dibanding 2013, mestinya kita tak lebih buruk dari pada 2013,” ujar
Hatta di kantornya, Jakarta, Selasa (17/12/2013).
Hatta mengingatkan agar defisit neraca berjalan tetap dijaga dan
diwaspadai karena menyangkut sentimen pasar terhadap perekonomian
Indonesia. “Ini sebabnya kita gulirkan paket kebijakan dalam rangka
memperbaiki persepsi pasar terhadap rupiah kita,” ujarnya.
Dia juga menjelaskan, walaupun tidak mematok pertumbuhan ekonomi relatif
tinggi pada 2014, namun pertumbuhan tidak boleh dipatok terlalu rendah.
Sementara Staff Ahli Presiden bidang Ekonomi dan Pembangunan, Firmansyah
menilai, faktor dari luar seperti membaiknya ekonomi Amerika Serikat
(AS) bisa menjadi alasan bagi Reserve Federal (The Fed) untuk segera
menarik stimulus moneter (tapering off), yang dikhawatirkan dapat memicu gejolak di pasar keuangan berupacapital outflow. Sementara situasi di dalam negeri juga memasuki era Pemilu 2014, yang dapat mempengaruhi perkembangan perekonomian.
“Terlepas dari itu semua, tak ada yang tahu secara pasti kondisi
perekonomian tahun depan. Ada peluang terbentang, ada juga tantangan
yang menghadang. Tinggal bagaimana menjawab tantangan itu semua agar
perekonomian nasional bisa tumbuh sesuai harapan,” ujarnya di acara
Roundtable Discussion “Tantangan Dunia Bisnis di Tahun Politik 2014″
yang digelar Koran Sindo di Gedung Sindo, Jl Wahid Hasyim, Jakarta, Selasa (17/12/2013).
Firmansyah optimis ekonomi Indonesia mampu tumbuh di 2014 lantaran
kondisi ekonomi 2013 mirip dengan gejala 2008, setahun menjelang Pemilu
2009 yang juga terjadi guncangan ekonomi. Namun terbukti Indonesia mampu
melewatinya dengan baik.
“Gejala yang terjadi saat ini sama persis dengan 2008 setahun sebelum
Pemilu 2009, hanya defisit transaksi berjalannya saja yang berbeda.
Namun saya optimis kita mampu melewatinya dengan baik,” yakinnya.
Di kesempatan yang sama, Kepala Riset MNC Securities, Edwin Sebayang
justru menyamakan situasi 2014 akan seperti keadaan tahun Pemilu 2004
dimana calon presiden belum bisa diprediksi kalangan pelaku ekonomi.
“Di 2009, pasar yakin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akan
terpilih lagi. Kita melihatnya tidak ada saingan berarti bagi SBY saat
itu. Sehingga, pasar bisa menentukan sikap waktu itu. Namun pada 2004,
pasar sama sekali tidak bisa memprediksi siapa yang akan jadi pemimpin,
sehingga situasi pasar sangat mudah terpengaruh berbagai isu yang ada,”
jelas Edwin.
sumber:
http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2013/12/24/peluang-ekonomi-indonesia-tahun-2014-619498.html/unduh/25/12/2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar