Islam, Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan
Islam dan Ilmu Pengetahuan. Barangkali
tidak ada agama yang seempatik Islam dalam menganjurkan ummatnya untuk menuntut
ilmu. Menuntut ilmu, dalam pandangan Islam, bukan hanya sekedar memenuhi rasa
ingin tahu atau tuntutan hidup belaka, tetapi merupakan kewajiban agama,
sebagaimana yang ditegaskan oleh Rasulullah Saw. “Menuntut ilmu merupakan
kewajiban (faridah) bagi setiap
individu Muslim, laki-laki dan perempuan.” Bahkan kewajiban menuntut ilmu bagi
umat ini diberikan tanpa dibatasi ruang dan waktu. Betapa tidak, Nabi
memerintahkan, “Tuntutlah ilmu dari buaian sampai liang lahat,” yang menunjukan
bahwa menuntut ilmu merupakan kewajiban seumur hidup, dan juga “tuntutlah ilmu,
walaupun di negeri Cina,” yang menunjukan tak adanya batas ruang untuk belajar,
dan juga disiplin ilmu yang kita pelajari. Tak heran kalau Prof Osman Bakar
dari Malaysia dalam salah satu ceramahnya pernah berujar “Islam is religion of knowledge” (Islam adalah agama ilmu)
Dari sini kita
melihat dengan jelas betapa Islam memberi kedudukan yang tinggi kepada ilmu
pengetahuan. Oleh karena itu sangat tidak masuk akal, orang yang mengatakan
bahwa Islam adalah penghambat ilmu pengetahuan. Islam adalah pendukung ilmu
pengetahuan yang sangat semangat. Tidak peernah sekalipin Islam, sebagai agama,
melarang umatnya untuk menuntut ilmu, bahkan sebaliknya ia sangat menganjurkan
pencarian ilmu tersebut.
Di dalam
Al-Qur’an banyak ayat yang memuji orang-orang yang berilmu, sampai-sampai
mereka disamakan dengan orang yang melek, sedangkan orang-orang yang tidak
berilmu dengan orang buta. “Apakah sama orang yang buta dengan orang yang
melek?” (6:50; 13:16), atau dalam ungkapan lain, “apakah sama orang-orang yang
berilmu dengan orang yang tidak berilmu?” (39;9). Jawabnya tentu saja tidak,
dan itu, antara lain karena Allah Swt. Berjnji akan mengangkat derajat orang-orang
yang beriman dan yang diberi ilmu beberapa derajat.” (58;11).
Nisbat Ilmu, Amal dan Iman. Meskipun
begitu perlu diingat bahwa dalam Islam, ilmu tidak dituntut demi ilmu semata,
tetapi untuk diamalkan. “Ilmu adalah cahaya,” demikian sabda Nabi, yang
diharapkan akan bisa menerangi jalan hidup manusia.sehingga bisa sampai ke
tujuan dengan selamat. Tanpa cahaya sebagai penerang, tak ada yang menjamin
apakah kita akan sampai ke tempat tujuan dengan selamat, atau tidak. Dalam
tradisi Islam, pekerjaan (amal) yang tidak didasarkan pada ilmu, terancam untuk
ditolak 1
Tetapi, ilmu
yang tidak diamalkan juga akan terancam sia-sia. Nabi bersabda, “ilmu yang
tidak diamalkan ibarat pohon yang tak berbuah.”2 Menurut Muhammad
Iqbal, Al-Qur’an lebih mengutamakan amal daripada pengetahuan,3 karena
ilmu yang tidak diamalkan takakan memberi banyak manfa’at. Meski begitu, itu
tidak berarti bahwa ilmu tidak penting, karena ilmu menjadi syarat bagi
diterimanya amal kita.
Selain itu, kita
juga harus mengerti bahwa selain dengan ilmu, amal juga harus dikaitkan dengan
iman. Al-Qur’an mensinyalir bahwa perbuatan yang baik, semacam memberi sedekah,
yang tidak berdasar pada iman, tetapi pada motif yang lain, seperti riya, maka
itu akan seperti menumpuk tanah di ataas sebuah batu yang licin. Ketika hujan
datang menerpa, maka ia akan menghempaskan segala apa yang ada di atas batu
tersebut (2: 264). Perpaduan antara iman dan amal ini akan menjamin kejayaan
hidup kita dan “menghindarkan kita dari kerugian” (103:1), menyelamatkan kita
dari “terjatuh ke tempat yang paling rendah” (95; 4:6) dan “membawa kita ke
surga yang dijanjikan” (2:25). Jadi ketiga komponen ini yakni ilmu, amal dan
iman harus tetap kita miliki dan pertahankan, agar amal kita selama di dunia
tidak menjadi sesuatu yang sia-sia.
Kedudukan Ilmu dalam Peradaban. Islam tidak
pernah menghambat kemajuan. Dalam sejarah peradaban, dunia Islam pernah
memainkan peran yang sangat berarti baik bagi umat Islam itu sendiri maupun
dunia. Kalaupun hari ini dunia Islam tidak dalam posisi memimpin, tapi itu
bukanlah karena Islam itu sendiri. Kalau Islam identik dengan kemunduran, maka
semestinya takkan pernah ada masa dimana umat Islam memimpin dunia di bidang
ilmu pengetahuan. Kemunduran Islam saat ini adalah karena kita tidak lagi
menjalankan dengan serius kewajiban menuntut yang telah dipikulkan kepundak
kita dengan sunguh-sungguh.
Seperti telah
ditunjukan dalam tulisan saya Reaktualisasi Tradisi Ilmiah Islam, rahasia
sukses ilmuwan-ilmuwan Muslim pada abad tengah adalah kesungguh-sungguhan
mereka dalam menjalankan kewajiban menuntut ilmu yang telah dicanangkan oleh
Nabi kita. Berbagai bidang ilmu, baik agama maupun umum, telah dituntut, dikaji,
dianalisa, dan diuji kebenaranya oleh para sarjana (‘ulama) kita.4 tidak
usah heran kalau kita kemudian mengenal nama-nama agung yang terkenal bukan
saja di dunia Islam tapi juga di seluruh dunia. Ibn Hajar al-Asqalȃni di bidang
Hadits, al-Ghazali di bidang ilmu Kalam, Ibn Arabi di bidang Tasawuf,
al-Thabari di bidang ilmu Tafsir dan sejarah, al-Rȃzi dan Ibn Sina di bidang
kedokteran. Mulla Shandra di bidang filsafat, Ibn Sathir dan Qutb al-Din Syirȃ
di bidang astronomi, Ibn Haytsam di bidang optik, al-Khawarizmi dan Tsȃbit.b.
Qurrah al- Harrȃnì di bidang matematik dll. Nama-nama besar dan pencapaian
ilmiah ini merupakan kontribusi besar umat Islam kepada peradaban dunia, yang
tidak bisa kita pisahkan dari etos ilmuwan yang dibangun oleh al-Qur’an, dan
posisi yang tinggi yang diberikan oleh masyarakat Muslim kepada ilmu
pengetahuan.
.......
1 ini
sesuai dengan pepatah: “Fakullu man
bighayri ilmun ya’malu, amaluhu mardudatun la tuqbalu.
2 Al-ilmbilȃ ‘amalin ka al-syajari bilȃ
tsamarin.”
3 Lihat
pendahuluan dari buku M Iqbal. Reconstruction of Religious Thought in Islam,
New Delhi: Kitab Bhavan, 1981, hal. 1.
......
Pustaka:
Sofyan Abdul
Rosyid (2011).Al-Qur'an dan Terjemahanya. Edisi Ilmu Pengetahuan PT Mizan
Publishing House. Bandung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar