Al-Qur’an Tampilan Khusus (6)
Kelalaian dan
pengabaian pada sains di Dunia Islam terjadi secara luas dan meliputi semua
lapisan umat, termasuk juga para elitnya. Fenomena ini terus berlangsung,
seperti telah disebutkan di depan, karena ulama dan umat Islam masih berkutat
dan menghabiskan waktu, tenaga, pikiran, dan dana untuk perkara fiqih.
Syair-syair dan maknanya semisal al-fiqhu
anfusu syai’in (“fiqih adalah
ilmu yang paling berharga”), iza matazza zu ilmin bi ilmin fa ilmul fiqhi
aula bitizazin (“bila orang berilmu mulia lantaran ilmunya, maka ilmu
fiqih membuatnya lebih mulia”), masih sangat dominan di masyarakat kita.
Meski hanya
berjumlah seperlima dar ayat kauniyah,
ayat hukum telah menyodot hampir semua energi ulama dan umat Islam. Sebaliknya,
ayat-ayat kauniyah meskipun berjumlah sangat banyak, tetapi terabaikan. Sains
sebagai perwujudan normatif dari ayat-ayat kauniyah seolah-olah tidak terkait
dan tidak mengantar orang Islam ke surga atau neraka sehingga tidak pernah
dibahas, baik di wilayah keilmuwan maupun pengajian-pengajian.
Keprihatinan dan
gugatan Syaikh Thanthawi telah dilontarkan pada awal abad ke-20, tetapi
memasuki milenium ketiga, keadaan sains di kalangan umat dan Dunia Islam tidak
mengalami perubahan yang berarti. Umat tetap abai terhadap ayat-ayat kauniyah
dan fenomena alam. Pertanyaan yang patut dikemukakan adalah bagaimana
menumbuhkan kesadaran bahwa Allah Swt, melalui Al-Quran telah mengingatkan
betapa urgenya memahami fenomena alam fisis dan membangun sains.
Pikiran
sederhana segera melintas. Jumlah 750 ayat kauniyah memang banyak, tetapi bila
terselip di antara 6.236 ayat lainya bisa jadi ayat-ayat tersebut tidak
terlihat dan pada giliranya tidak diperhatikan. Dus, sebaliknya ayat-ayat kauniyah tersebut ditampilkan dengan cara
berbeda, misalnya dengan warna tertentu yang berbeda dari ayat-ayat lainya.
Tujuanya ayat-ayat kauniyah mendapat perhatian khusus, kemudian dibicarakan,
didiskusikan, dan ditindaklanjuti dengan penelitian atas kandungannya.
Dengan membaca
langsung Al-Qur’an dan terjemah, kemudian mengambil ayat yang memuat istilah
atau kata air, api, batu, bulan, bumi, langit, matahari, zarrah, dan seterusnya
ditemukan hasil 1.108 ayat. Angka yang berbeda secara signifikan dari yang
diperoleh Syaikh Thanthawi.
Selanjutnya
dilakukan pemilahan atay-ayat yang merupakan “ayat kauniyah” dan menuntun
kepada kontruksi ilmu kealaman dan mana yang bukan. Pertimbangan ini didasari
oleh orientasi yang kuat untuk membangun sains Islam, sains dengan basis Kitab
Suci. Hasilnya, tidak semua ayat yang memuat kata elemen alam seperti langit
dan bumi merupakan ayat kauniyah yang membawa pada bangunan ilmu kealaman.
Sebagai contoh, “Kepunyaan-Nya apa yang dilangit dan apa yang di bumi. Dan Dialah yang
Mahaagung, Mahabesar. (QS, Asy-Syūrȃ [42]:4)
Langit dan bumi
di dalam ayat tersebut di atas tidak memberi informasi apa-apa selain
menerangkan kekayaan dan kepemilikan Allah Swt. Ayat-ayat seperti ini, meskipun
memuat kata langit dan bumi, disini tetap dimasukkan sebagai ayat kauniyah
sehingga tidak ditampilkan dengan warna biru. Bandingkan dengan ayat: “Dan
di antara tanda-tanda-Nya ialah berdirinya langit dan bumi dengan iradat-Nya.
Kemudian bila Dia memanggilmu sekali panggil dari bumi, seketika itu kamu
keluar. (QS Ar-Rūm [30];25).
Di dalam ayat
tersebut di atas terdapat spesifikasi dari langit dan bumi yang dapat
diekplorasi lebih lanjut, yakni keadaan berdirinya dengan iradah Allah Swt.
Pertanyaan sederhana yang dapat diajukan adalah bagaimana poses dan mekanisme
berdiri tersebut, memerlukan waktu berapa lama dan kapan, dan iradat Allah
muncul dalam bentuk apa. Pertanyaan ini sengaja diarahkan pada kuantifikasi
masalah. Para ilmuwan eksakta sepakat bahwa suatu ilmu belum dikatakan kukuh
bila belum dirumuskan secara matematis.
Beberapa ayat
yang mendeskripsikan keadaan setelah kiamat juga diambil sebagai ayat kauniyah.
Sebagai contoh, “Dan di dalam surga itu mereka diberi minum segelas minuman bercampur
jahe (QS Al-Insȃn [76];17).
Di sini kita
tidak tertarik pada penggambaran surganya, tetapi pada jahe sebagai campuran
minuman. Apa keistimewaan jahe dibanding dengan tanaman lain sehingga dipilih
sebagai campuran minuman penghuni surga? Mengapa Allah Swt, tidak memilih
minuman lain, misalnya kelapa muda atau jus avokad? Untuk mengetahuinya, jelas
diperlukan kajian terhadap jahe dan beberapa tanaman lain yang serumpun,
seperti kunyit, kencur, dan temulawak. Ayat ini diklasifikasi sebagai ayat
kauniyah karena memicu dan menumbuhkan rasa ingin tahu (curiosity) dan memotivasi ahli biologi muslim untuk melakukan
penelitian.
Pemilihan ini
memberikan jumlah akhir ayat kauniyah sebanyak 800 ayat, dan ayat-ayat ini dan
terjemahanya di tampilkan dengan warna biru di dalam Al-Qur’an ini. Meskipun
demikian, harus diakui bahwa angka 800 bukanlah angka mati, tetapi juga bukan
angka asal-asalan. Perbedaan tetap saja akan terjadi, tetapi tidak akan jauh
dari angka tersebut, yakni bisa bertambah atau berkurang. Hal yang terpenting
adalah kenyataan bahwa jumlah ayat kauniyah benar-benar banyak sehingga tidak
layak diabaikan.
Islam, kita yakini
bahkan sering kita dengung-dengungkan sebagai ajaran yang komprehensif dan
sempurna, tetapi kita jugalah yang selama ini telah mereduksi ke satu-dua aspek
tertentu sehingga misi Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam hanya eksis dalam
bentuk jargon. Kesempurnaan Islam, termasuk aspek sains, sudah terlalu lama
diabaikan dan harus segera ditampilkan kembali. Al-Qur’an telah memberi pesan
cukup lengkap tentang hal ini.
..............
Pustaka:
Sofyan Abdul
Rosyid (2011).Al-Qur'an dan Terjemahanya. Edisi Ilmu Pengetahuan PT Mizan
Publishing House. Bandung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar