Rabu, 10 Juli 2013

AL-Qur'an dan Terjemahanya. Edisi Ilmu Pengetahuan (4)




Paradigma Fikih (4)
Kejayaan umat Islam sekarang tinggal kenangan karena negeri-negeri muslim umumnya masih terbelakang, bodoh, dan miskin. Akhir abad 14 Hijriah, Dunia Islam sempat menggaungkan abad 15 hijriyah sebagai abad kebangkitan muslim. Gaung kebangkitan ini terus terdengar sampai hampir dua dasawarsa awal abad ke-15.

Di kota-kota besar di Indonesia diselenggarakan berbagai kegiatan, seperti festival seni muslim. Kisah kehebatan para sarjana muslim generasi awal juga mendominasi panggung cerita untuk menumbuhkan motivasi umat. Tetapi sayang, cerita-cerita kehebatan para ilmuwan muslim masa lalu tersebut seperti tidak berdampak sedikit pun dan seolah menjadi cerita pengantar tidur, bahkan sampai saat ini. Artinya, umat Islam tetap tertidur dan terbelakang setelah berulang-berulang mendengar cerita tersebut. Alih-alih umat berubah sikap dan melangkah maju, yang terjadi malah kecenderungan sebaliknya. Kisah dan tayangan irasional serta mengingkari akal sehat di media cetak dan elektronik justru digandrungi masyarakat.

Diskusi dan seminar yang membahas masalah keterbelakangan umat Islam pun telah banyak dilakukan. Bila dicermati dengan seksama, tema, isi dan kesimpulan seminar atau konferensi seolah-olah membenarkan pernyataan yang bernada menggugat dari Syaikh Jauhari Thanthawi, guru besar Universitas Kairo. Di dalam tafsirnya, Al-Jawahir, Syaikh Thanthawi menulis bahwa di dalam Kitab Suci Al-Qur’an terdapat lebih dari 750 ayat kauniyah, ayat tentang alam semesta, dan hanya sekitar 150 ayat fiqih. Anehnya, para ulama telah menulis ribuan fiqih, tetapi nyaris tidak memerhatikan serta menulis kitab tentang alam raya dan isinya.  
Umat dan para ulama banyak menghabiskan waktu, pikiran, tenaga, dan dana untuk membahas persoalan fiqih, dan sering berseteru serta bertengkar karenanya. Mereka lalai atas fenomena terbitnya matahari, beredarnya bulan, dan kelap-kelipnya bintang. Mereka abaikan gerak awan dilangit, kilat yang menyambar, listrik yang membakar, malam yang gelap gulita, dan mutiara yang gemerlap. Merka juga tak tertarik pada aneka tumbuhan di sekitarnya, binatang ternak maupun binatang buas yang bertebaran di muka bumi, dan aneka fenomena serta keajaiban alam lainya.

Selain disibukkan dengan urusan fiqih, pengalaman dan pengamalan keagamaan kita memang cenderung esoteris dan mengabaikan serta meremehkan akal. Padahal secara empirik, akal sangat powerful. Al-Qur’an sendiri tidak kurang dari 43 kali menggunakan kata akal dalam bentuk verbal, seperti afalaˉta’qilūn, “apakah engkau tak berpikir”. Sepuluh ayat lainya menggunakan kata verbal pikir, seperti la’allakum tafakkarū “agar engkau memikirkanya”. Teguran agar manusia menggunakan akalnya seoptimal mungkin.

.........

Pustaka:
Sofyan Abdul Rosyid (2011).Al-Qur'an dan Terjemahanya. Edisi Ilmu Pengetahuan PT Mizan Publishing House. Bandung 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar