Minggu, 28 Juli 2013

AL-Qur'an dan Terjemahanya. Edisi Ilmu Pengetahuan (13)



Islam, Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan
Islam dan Ilmu Pengetahuan. Barangkali tidak ada agama yang seempatik Islam dalam menganjurkan ummatnya untuk menuntut ilmu. Menuntut ilmu, dalam pandangan Islam, bukan hanya sekedar memenuhi rasa ingin tahu atau tuntutan hidup belaka, tetapi merupakan kewajiban agama, sebagaimana yang ditegaskan oleh Rasulullah Saw. “Menuntut ilmu merupakan kewajiban (faridah) bagi setiap individu Muslim, laki-laki dan perempuan.” Bahkan kewajiban menuntut ilmu bagi umat ini diberikan tanpa dibatasi ruang dan waktu. Betapa tidak, Nabi memerintahkan, “Tuntutlah ilmu dari buaian sampai liang lahat,” yang menunjukan bahwa menuntut ilmu merupakan kewajiban seumur hidup, dan juga “tuntutlah ilmu, walaupun di negeri Cina,” yang menunjukan tak adanya batas ruang untuk belajar, dan juga disiplin ilmu yang kita pelajari. Tak heran kalau Prof Osman Bakar dari Malaysia dalam salah satu ceramahnya pernah berujar “Islam is religion of knowledge” (Islam adalah agama ilmu)

Dari sini kita melihat dengan jelas betapa Islam memberi kedudukan yang tinggi kepada ilmu pengetahuan. Oleh karena itu sangat tidak masuk akal, orang yang mengatakan bahwa Islam adalah penghambat ilmu pengetahuan. Islam adalah pendukung ilmu pengetahuan yang sangat semangat. Tidak peernah sekalipin Islam, sebagai agama, melarang umatnya untuk menuntut ilmu, bahkan sebaliknya ia sangat menganjurkan pencarian ilmu tersebut.

Di dalam Al-Qur’an banyak ayat yang memuji orang-orang yang berilmu, sampai-sampai mereka disamakan dengan orang yang melek, sedangkan orang-orang yang tidak berilmu dengan orang buta. “Apakah sama orang yang buta dengan orang yang melek?” (6:50; 13:16), atau dalam ungkapan lain, “apakah sama orang-orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu?” (39;9). Jawabnya tentu saja tidak, dan itu, antara lain karena Allah Swt. Berjnji akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan yang diberi ilmu beberapa derajat.” (58;11).

Nisbat Ilmu, Amal dan Iman. Meskipun begitu perlu diingat bahwa dalam Islam, ilmu tidak dituntut demi ilmu semata, tetapi untuk diamalkan. “Ilmu adalah cahaya,” demikian sabda Nabi, yang diharapkan akan bisa menerangi jalan hidup manusia.sehingga bisa sampai ke tujuan dengan selamat. Tanpa cahaya sebagai penerang, tak ada yang menjamin apakah kita akan sampai ke tempat tujuan dengan selamat, atau tidak. Dalam tradisi Islam, pekerjaan (amal) yang tidak didasarkan pada ilmu, terancam untuk ditolak 1

Tetapi, ilmu yang tidak diamalkan juga akan terancam sia-sia. Nabi bersabda, “ilmu yang tidak diamalkan ibarat pohon yang tak berbuah.”2 Menurut Muhammad Iqbal, Al-Qur’an lebih mengutamakan amal daripada pengetahuan,3 karena ilmu yang tidak diamalkan takakan memberi banyak manfa’at. Meski begitu, itu tidak berarti bahwa ilmu tidak penting, karena ilmu menjadi syarat bagi diterimanya amal kita.

Selain itu, kita juga harus mengerti bahwa selain dengan ilmu, amal juga harus dikaitkan dengan iman. Al-Qur’an mensinyalir bahwa perbuatan yang baik, semacam memberi sedekah, yang tidak berdasar pada iman, tetapi pada motif yang lain, seperti riya, maka itu akan seperti menumpuk tanah di ataas sebuah batu yang licin. Ketika hujan datang menerpa, maka ia akan menghempaskan segala apa yang ada di atas batu tersebut (2: 264). Perpaduan antara iman dan amal ini akan menjamin kejayaan hidup kita dan “menghindarkan kita dari kerugian” (103:1), menyelamatkan kita dari “terjatuh ke tempat yang paling rendah” (95; 4:6) dan “membawa kita ke surga yang dijanjikan” (2:25). Jadi ketiga komponen ini yakni ilmu, amal dan iman harus tetap kita miliki dan pertahankan, agar amal kita selama di dunia tidak menjadi sesuatu yang sia-sia.

Kedudukan Ilmu dalam Peradaban. Islam tidak pernah menghambat kemajuan. Dalam sejarah peradaban, dunia Islam pernah memainkan peran yang sangat berarti baik bagi umat Islam itu sendiri maupun dunia. Kalaupun hari ini dunia Islam tidak dalam posisi memimpin, tapi itu bukanlah karena Islam itu sendiri. Kalau Islam identik dengan kemunduran, maka semestinya takkan pernah ada masa dimana umat Islam memimpin dunia di bidang ilmu pengetahuan. Kemunduran Islam saat ini adalah karena kita tidak lagi menjalankan dengan serius kewajiban menuntut yang telah dipikulkan kepundak kita dengan sunguh-sungguh.

Seperti telah ditunjukan dalam tulisan saya Reaktualisasi Tradisi Ilmiah Islam, rahasia sukses ilmuwan-ilmuwan Muslim pada abad tengah adalah kesungguh-sungguhan mereka dalam menjalankan kewajiban menuntut ilmu yang telah dicanangkan oleh Nabi kita. Berbagai bidang ilmu, baik agama maupun umum, telah dituntut, dikaji, dianalisa, dan diuji kebenaranya oleh para sarjana (‘ulama) kita.4 tidak usah heran kalau kita kemudian mengenal nama-nama agung yang terkenal bukan saja di dunia Islam tapi juga di seluruh dunia. Ibn Hajar al-Asqalȃni di bidang Hadits, al-Ghazali di bidang ilmu Kalam, Ibn Arabi di bidang Tasawuf, al-Thabari di bidang ilmu Tafsir dan sejarah, al-Rȃzi dan Ibn Sina di bidang kedokteran. Mulla Shandra di bidang filsafat, Ibn Sathir dan Qutb al-Din Syirȃ di bidang astronomi, Ibn Haytsam di bidang optik, al-Khawarizmi dan Tsȃbit.b. Qurrah al- Harrȃnì di bidang matematik dll. Nama-nama besar dan pencapaian ilmiah ini merupakan kontribusi besar umat Islam kepada peradaban dunia, yang tidak bisa kita pisahkan dari etos ilmuwan yang dibangun oleh al-Qur’an, dan posisi yang tinggi yang diberikan oleh masyarakat Muslim kepada ilmu pengetahuan.
.......

1 ini sesuai dengan pepatah: “Fakullu man bighayri ilmun ya’malu, amaluhu mardudatun la tuqbalu.
2 Al-ilmbilȃ ‘amalin ka al-syajari bilȃ tsamarin.”
3 Lihat pendahuluan dari buku M Iqbal. Reconstruction of Religious Thought in Islam, New Delhi: Kitab Bhavan, 1981, hal. 1.
......
Pustaka:
Sofyan Abdul Rosyid (2011).Al-Qur'an dan Terjemahanya. Edisi Ilmu Pengetahuan PT Mizan Publishing House. Bandung 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar