Judul Tulisan: Andaikan Buruh Indonesia Berkantor Seperti Googleplex
Kategori: Ekonomi SDM
Penulis: Kupret El-kazhiem
Sumber: Kompasiana 12/Maret/2013
@2013catatanmalam
Di Indonesia, meski Anda seorang sekretaris di kompleks perkantoran besar, pegawai bank, atau cuma karyawan magang, Anda akan tetap mengaku buruh. Bahkan, PNS sekalipun. Anda bergaji tak lebih dari 2-3 juta tetapi harus mengerjakan tugas seabrek-abrek, menghitung uang orang, di suruh atasan ke sana kemari, sementara gaji Anda habis untuk membayar cicilan rumah, uang kontrakan (bagi yang masih ngontrak), cicilan kendaraan, nafkah keluarga dan segala macam yang ujung-ujung cuma menyisakan sedikit bagian saja yang bisa Anda masukkan ke dalam rekening pribadi Anda.
Lalu bagaimana dengan para buruh yang benar-benar “buruh” dan kesulitan mendapatkan kenaikan upah sehingga mereka harus koar-koar dan mogok-mogokan agar atasan mereka mau mendengar. Namun, begitulah dunia saat ini berjalan. Dunia manusia memang tak mengenal belas kasihan, para pemodal lebih senang jika tenaga dan waktu bawahannya bisa dibayar murah. Lagi-lagi naas nasib buruh di kawasan Asia. Kadang kita bertanya siapakah yang mempelopori pertama kali dan menyiarkan kabar bahwa tenaga kerja di kawasan ini bisa dipaksa bekerja dengan bayaran murah dan waktu yang tak kenal lelah?
Akan tetapi, bagi mereka yang telah bergelimang kenikmatan dan “dipelihara” dengan baik oleh para pemodal, maka mereka bisa berdalih bahwasannya penghargaan tinggi, atau gaji tinggi, dibayarkan kepada buruh atas dasar prestasi. Semakin baik kinerja, semakin tinggi intelektualitas, semakin berbobot karya yang dihasilkan, maka mereka dibayar lebih tinggi. Mirip slogan sang Motivator ulung, “Jadikanlah pribadi Anda sebagai pribadi yang layak dihargai tinggi sesuai kemampuan yang Anda miliki.” Ya, benar. Slogan yang mengajarkan kepada buruh agar segera menyiapkan tali temali untuk bunuh diri jika mereka tak memenuhi kualifikasi itu. Karena jika demikian, apa yang dihargai para pemodal terhadap diri mereka hanyalah perasang keringat dan tidak lebih, yang mana pada usia tertentu pasti sudah habis.
Kemudian saya membaca berita di surat kabar elektronik Kompas tentang pelayanan dan fasilitas kantor yang disediakan sebuah perusahaan teknologi terkemuka bernama Google bagi para Googler (sebutan bagi karyawan Google). Di antara banyak fasilitas yang bisa dinikmati karyawannya, Google menyediakan transportasi gratis bagi para Googler yang tinggal di sekitar Mountain View, dekat dengan lokasi Googleplex (kantor Google). Google juga menyediakan fasilitas pangkas rambut gratis di kantor bagi para karyawannya yang sibuk. Mereka tak perlu pergi ke salon sendiri dan antre untuk memangkas rambut atau poninya yang sudah mulai panjang.
Agar para Googler bisa benar-benar beristirahat di akhir pekan, Google menyediakan fasilitas laundry dan layanan dry cleaning di kantornya. Jadi, bukan hal aneh jika setiap akhir pekan para karyawan membawa pakaian kotornya ke Googleplex.
Di Googleplex, karyawan juga bisa bersantai sambil bermain ping pong, biliar, dan foosball alias table football. Meja-meja permainan ini terletak di beberapa tempat dalam gedung. Bagi para Googler yang hobi “berolahraga jempol”, Google juga menyediakan perlengkapan video game.
Kalau mau, karyawan Google boleh membawa hewan peliharaannya ke kantor. Akan tetapi, yang satu ini rasanya sulit jika ingin sering dilakukan karena bekerja sambil mengawasi hewan peliharaan bukan hal yang mudah dilakukan. Untuk menyambut akhir pekan, setiap Jumat, para Googler biasa berkumpul bersama sambil minum bir dan anggur gratis.
Seru, tetapi itu belum apa-apa. Masih banyak tunjangan dan fasilitas yang dapat dinikmati oleh para Googler. Daftarnya dilansir oleh Business Insider dan pasti membuat Anda bermimpi untuk bekerja di sana.
Makanan dan minuman gratis
Makan siang gratis di kantor karyawan mungkin hal yang sudah biasa di banyak kantor. Nah, di Googleplex, selain makan siang, sarapan dan makan malam pun selalu tersedia bagi karyawan. Ini karena lokasi kantor Google agak jauh dari restoran. Fasilitas yang satu ini membuat para Googler bisa menghemat waktu dan uang mereka.
Googleplex juga dilengkapi dapur-dapur kecil yang menyediakan kopi, snack, dan minuman bagi para karyawan. Dapur-dapur itu ditempatkan berdekatan dengan ruang kerja karyawan agar Googler tak perlu pergi jauh dari mejanya untuk mengambil makanan. Intinya, perut para penghuni Googleplex dijamin selalu kenyang.
Jaminan kesehatan
Agar karyawannya tetap bugar, Google menyediakan gym dan kolam renang di lingkungan kantornya. Tak tanggung-tanggung, kolam renang itu dijaga oleh petugas khusus untuk memastikan keselamatan para penggunanya. Karyawan Google yang tidak enak badan atau terluka saat bekerja juga bisa membuat janji dengan dokter di Googleplex.
Meskipun bekerja di Google terlihat sangat menyenangkan, para karyawan juga punya tanggung jawab yang besar dan dituntut untuk berkinerja baik. Karena itu, pekerjaan juga bisa membuat mereka pusing. Namun, ketika sukses menyelesaikan suatu proyek dengan baik, mereka bisa menikmati bonus pijat selama 1 jam dari therapist yang disewa Google.
Aturan 80/20
Aturan Google yang satu ini sangat terkenal. Google menuntut para karyawannya untuk menghabiskan 80 persen waktu kerja di kantor untuk mengerjakan pekerjaan mereka, dan meluangkan 20 persen sisanya untuk mengerjakan proyek khusus sesuai passion mereka. Artinya, dalam waktu kerja standar selama seminggu, ada satu hari penuh yang dapat mereka gunakan untuk mengerjakan proyek di luar pekerjaan utama mereka.
Google banyak mengembangkan teknologi masa depan di Google Labs. Menurut Google, kebanyakan teknologi canggih itu justru berawal dari proyek-proyek “sampingan” para karyawan dalam program 20 persen itu.
Bertemu banyak orang pintar
Karyawan Google adalah orang-orang yang pintar. Di Googleplex, mereka juga terbiasa bertemu dan bekerja dengan orang-orang pintar lainnya, termasuk Larry Page dan Sergey Brin. Googler juga sudah terbiasa bertemu dan bekerja dengan para pemimpin, pemikir, dan seleb di industri teknologi.
Meskipun para karyawannya sudah pintar, Google tetap mendorong mereka untuk selalu belajar. Salah satu buktinya, pintu kamar mandi dan bagian atas urinoir dalam toilet kantor mereka dihiasi berbagai puzzle dan tips seputar coding. Rupanya para Googler juga percaya bahwa toilet merupakan salah satu tempat terbaik untuk menemukan inspirasi.
TechStop
TechStop adalah unit tech-support yang dijaga oleh para spesialis TI terbaik di Googleplex. Di sana, para karyawan yang mendapat kesulitan berhubungan dengan hardware dan software bisa meminta pertolongan. TechStop buka 24 jam dalam sehari dan 7 hari dalam seminggu. Urusan TI sepele sekalipun akan dilayani di tempat ini, termasuk ketika karyawan lupa membawa charger laptop-nya ke kantor.
Cuti melahirkan dan punya anak
Pepatah “banyak anak banyak rezeki” tampaknya berlaku bagi para Googler. Sementara kantor-kantor lain hanya memberikan cuti melahirkan kepada para karyawan perempuan, Google juga bermurah hati memberikan cuti “menyambut anak” bagi para karyawan laki-lakinya.
Google memberikan hadiah “libur” selama 6 minggu, dan tetap digaji, kepada Googler laki-laki yang istrinya melahirkan. Sementara itu, kepada Googler perempuan yang baru melahirkan, Google memberikan libur selama 18 minggu setelah sang anak lahir.
Bukan itu saja. Setelah kelahiran sang anak, karyawan juga mendapatkan bonus untuk meringankan biaya-biaya membeli kebutuhan bayi. Setelah sang ibu kembali bekerja, dia bisa membawa bayinya ke kantor dan menitipkannya di fasilitas Day Care yang disediakan di Googleplex.
Tunjangan kematian
Google menjamin kesejahteraan karyawannya, bahkan sampai mereka meninggal dunia. Ketika ada Googler yang meninggal dunia, perusahaan akan mencairkan asuransi jiwa karyawan dan memberikannya kepada keluarga yang ditinggalkan. Google juga akan membayarkan setengah dari gaji karyawan tersebut kepada suami/istrinya yang ditinggalkan hingga 10 tahun ke depan. Selain itu, Google juga akan memberikan tunjangan sebesar 1.000 dollar AS yang diberikan setiap bulan kepada anak-anak almarhum.
Dari berita di atas saya kepincut, bukan berarti kepincut untuk menjadi salah satu “buruh” di Googleplex, tapi kepincut pada bagaimana sistem mereka bisa sedemikian royal. Para “buruh” di tempat itu memang dianggap manusia-manusia yang ikut andil menopang perusahaan dan bukan mesin yang dipaksa beroperasi terus menerus. Namun, ini cuma sebatas khayalan saja andaikan perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia mulai tergerak untuk memakai logika klasik ini; memanusiakan manusia di era serba teknologi. Memanusiakan manusia bagi para buruh sesungguhnya tidak perlu bergaji “Wah” dan berfasilitas mewah ala Google, tapi memerlukan keberanian seorang pemodal, atasan, pemimpin perusahaan untuk berempati terhadap kemanusiaan, sebagaimana dikatakan oleh Dalai Lama; Love and compassion are necessities, not luxuries. Without them humanity cannot survive.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar