Selasa, 04 Juni 2013

Menumbuhkan Wirausahawan Muda Indonesia dengan Pendidikan Wirausaha Terintegratif




Gratisan Musik


Penduduk dan Sumber Daya Manusia Indonesia
Indonesia  adalah  negara  dengan  jumlah  penduduk  ke-4  terbesar  di  dunia. Penduduk yang besar dengan daya beli yang terus meningkat adalah pasar yang potensial, sementara itu jumlah penduduk yang besar dengan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang terus membaik adalah potensi daya saing yang luar biasa. Indonesia tengah berada dalam periode transisi struktur penduduk usia produktif. Pada  kurun  waktu 2020-2030,  penurunan  indeks (ratio)  ketergantungan Indonesia (yang sudah berlangsung sejak tahun 1970) akan mencapai angka terendah.   Implikasi   penting   dari   kondisi   ini   adalah   semakin   pentingnya penyediaan  lapangan  kerja  agar  perekonomian  dapat  memanfaatkan  secara maksimal besarnya porsi penduduk usia produktif. Lebih penting lagi, bila tingkat pendidikan   secara   umum   diasumsikan   terus   membaik,   produktivitas perekonomian negara ini sesungguhnya dalam kondisi premium, dimana hal tersebut akan sangat bermanfaat untuk tujuan percepatan maupun perluasan pembangunan ekonomi.

Akan tetapi, pendidikan di Indonesia belum dapat diasumsikan baik. Pendidikan di Indonesia ditengarai oleh sebagian pakar dianggap kurang relevan dengan kebutuhan pasar. Pasalnya, pendidikan tinggi lebih menitikberatkan pada pendidikan akademis ketimbang pendidikan vokasional yang menghasilkan tenaga kerja terampil. Alhasil, banyak lulusan yang tidak menguasai aspek keahlian yang sesuai dengan diharapkan lapangan kerja. Ada pun lulusan terbaik Perguruan Tinggi banyak yang memilih bekerja di luar negeri ketimbang di dalam negeri. Perlu dilakukan rekonstruksi terhadap pendidikan Indonesia sehingga misi mencetak manusia yang cerdas dan kompetitif di era global dapat tercapai. Umumnya, tenaga kerja di Indonesia adalah lulusan sekolah dasar dan tidak tamat sekolah dasar yang jumlahnya mencapai di atas 50%. Selanjutnya, lulusan SMP 18,9%, SMA 14,60%, SMK 7,8%, S-1 4,6%, dan diploma 2,7%.

Kendati rendahnya tingkat pendidikan mempersempit akses untuk mendapatkan lapangan pekerjaan, kondisi di lapangan menunjukkan makin tinggi jenjang pendidikan, makin tinggi pula kecenderungan untuk bekerja pada pekerjaan yang diciptakan orang lain. Hal itu didapatkan dari hasil sensus penduduk berdasarkan kepemilikan pekerjaan diketahui bahwa sebagian besar lulusan perguruan tinggi memilih bekerja sebagai karyawan dan pegawai. Persentasenya mencapai 74%. Hanya 22,6% yang memilih jadi wirausaha. Sebaliknya, lulusan SD atau tidak tamat SD meski kesempatan menjadi buruh atau karyawan hanya 10,8 %, sekitar 65 % justru memiliki pekerjaan milik sendiri.

Saat ini, setiap tahun Indonesia diperkirakan melahirkan 750 ribu sarjana baru. Jumlah itu akan terus bertambah setiap tahun sehingga jumlah angka pencari kerja pun akan semakin meningkat. Fenomena yang terjadi pun adalah penuhnya pengunjung bursa tenaga kerja yang sebagian besar pengunjungnya merupakan kalangan terdidik muda Indonesia yang menganggur. Apabila diasumsikan jumlah sarjana baru yang 750 ribu itu masing-masing wirausahawan yang dapat menyerap 10 tenaga kerja, maka ada 7,5 juta tenaga kerja yang terserap dan meningkat tiap tahunnya seiring sarjana baru yang meningkat pula.

Menyiapkan dan Menciptakan Wirausahawan Muda
Daya beli masyarakat Indonesia yang tinggi, bonus demografi yang melimpah serta pasar yang besar merupakan peluang Indonesia untuk berkembang dan maju. Hal ini menjadikan berwirausaha menjadi pilihan yang tepat dan menjanjikan dalam meningkatkan pendapatan serta menyumbang nilai yang besar dalam perkembangan pertumbuhan ekonomi negara. Bonus demografi tidak akan menjadi tagihan demografi apabila potensi ini dikembangkan dan dimanfaatkan dengan baik. 

Untuk mencetak wirausahawaan muda yang sukses, perlu mulai diterapkan strategi yang komprehensif yang mengikat dengan pendidikan, pengalaman terjun langsung dan dukungan masyarakat. Pengembangan cara yang efektif untuk menumbuhkan  pengusaha muda adalah dengan melibatkan peran pendidikan, masyarakat, orang dewasa serta komunitas wirausahawan dalam strategi keterlibatan ini.

ü Peran Sekolah, Orang Tua dan Masyarakat
Sistem pendidikan Indonesia cenderung mencetak lulusan bermental pegawai daripada mental wirausahawan. Hal ini didukung dengan pemikiran orang tua yang melulu mendewa-dewakan prestasi akademik anaknya. Saat mendapati anak mereka mendapat nilai ulangan yang jelek, mereka akan cenderung memarahi anaknya. Kebanyakan dari mereka sering mendoktrin mindset pikiran anak mereka apabila nilai akademik jelek akan susah mencari pekerjaan atau menjadi pegawai. Para orang tua harusnya dapat meluangkan waktu mereka untuk berdiskusi, mendengarkan serta mengarahkan apa keinginan anak mereka. Mereka tidak sadar bahwa di luar menjadi pegawai, dunia wirausaha sangat menjanjikan. Sistem pendidikan, pemikiran orang tua serta lingkungan yang demikian akan menciptakan anak-anak bermental pegawai. Sungguh tak terpikirkan, anak-anak diajarkan menjadi pegawai di perusahaan, tapi siapa yang mendirikan perusahaan itu jika bukan wirausahawan. Anak-anak, remaja sangat membutuhkan cukup waktu dengan orang dewasa agar dapat mendukung, mendorong serta membantu mereka mencari tahu siapa mereka, bagaimana dunia bekerja, dan apa peran mereka dalam masyarakat.

Agar dapat mencetak wirausahawan, elemen penting dalam pendidikan ini adalah pendidikan kewirausahaan. Idealnya, konsep kewirausahaan harus diintegrasikan ke dalam kurikulum dari Sekolah Dasar (SD) sampai pasca Sekolah Menengah Atas (SMA). Pentingnya pendidikan kewirausahaan ini disisipkan di awal karena pemuda mempunyai energi yang luar biasa sehingga dapat mengekspresikan kreatifitas dan inovasi mereka mulai usia yang sangat muda. Menunggu sampai SMA atau masuk Perguruan Tinggi akan terlalu terlambat. Pada pendidikan kewirausahaan hendaknya digabungkan kurikulum yang menarik dengan praktek eksperimental yang dapat membawa dunia nyata yang ada di luar ke dalam pembelajaran di ruang kelas. Sekolah dapat mengundang relawan dengan berbagai bisnis yang relevan dan latar belakang kepemimpinan untuk berbicara di depan kelas dan  melatih para siswa mengembangkan ide-ide mereka.

Mendorong mimpi mereka. Hal ini mungkin metode klasik, tapi ketika siswa mengetahui kisah sukses wirausahawan, mereka akan terpana dan berapi-api ingin menjadi seperti mereka. Banyak siswa sudah memiliki ide untuk berbisnis dan hanya membutuhkan pemandu untuk mengarahkan mereka. Ketika siswa mendapatkan reward serta positive reinforcement, mereka akan merespons dan bersemangat untuk mencapai apa yang mereka inginkan. Siswa dapat diarahkan untuk menggali apa pun dalam kehidupan mereka sehari-hari dan memanfaatkan peluang-peluang yang ada di sekitar mereka. Dengan bantuan sumber daya dan pengarahan, ide-ide mereka dapat dengan serius diterapkan serta  menempatkan rencana bisnis mereka ke dalam tindakan nyata. Hal yang dapat dilakukan pihak sekolah untuk mewadahi kegiatan kewirausahaan siswa adalah dengan membuat komunitas pecinta wirausaha serta dengan mengadakan ekspo kewirausahaan di sekolah yang dapat memamerkan usaha dan karya-karya siswanya. Kegiatan ekspo kewirausahaan ini dapat dibarengkan dengan potensi sekolah yang dapat menarik perhatian masyarakat luar untuk datang menikmati. Siswa pun dapat mengikuti ekspo kewirausahaan di luar sekolah. Kegiatan ini dapat merangsang siswa untuk menuangkan ide-ide kreatif inovasi mereka, memberi penghargaan terhadap usaha mereka serta dapat menjual produk, jasa, dan ketrampilan mereka. Lebih-lebih jika di dalam masyarakat terdapat komunitas wirausahawan yang senantiasa welcome kepada anak-anak muda yang belajar berwirausaha. Anak-anak muda tersebut akan merasa dihargai dan bersemangat melakukan yang terbaik.

ü Pendidikan Kewirausahaan di Lingkup Perguruan Tinggi
Pendidikan kewirausahaan sudah banyak digalakkan di jenjang Perguruan Tinggi di Indonesia, tak hanya di jurusan bisnis, di prodi pendidikan pun sudah dilaksanakan.  Seminar kewirausahaan, ekspo kewirausahaan, bahkan pendanaan proposal kewirausahaan mahasiswa oleh pihak Perguruan Tinggi menjadi hot trend belakangan ini. Belum lagi dukungan pemerintah yang terus berupaya untuk semakin memudahkan lingkungan bisnis agar kondusif bagi pelaku usaha, seperti menjanjikan kemudahan akses terhadap permodalan/pinjaman bank tanpa dibebani agunan kredit melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan program-program lain berupa pelatihan ketrampilan, pendanaan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) dan lain sebagainya semakin mendukung  usaha muda dan usaha baru untuk bergerak. Menilik dukungan keadaan yang demikian, mahasiswa akan semakin dapat mengepakkan sayap di bidang kewirausahaan. Idealnya, memang untuk kalangan mahasiswa hendaknya lebih banyak praktek agar mengerti keadaan pasar yang dituju. Mahasiswa diharapkan semakin memanfaatkan waktu mereka menjadi mahasiswa organisatoris. Dengan menjadi mahasiswa organisatoris, peluang memperluas jaringan pun akan semakin terbuka lebar.  Ketika mereka dapat membuka usaha, mahasiswa dapat menggunakan jaringan mereka untuk merekrut karyawan, mendapatkan dukungan, atau menjelajahi pasar-pasar baru untuk produk dan layanan mereka. 

Networking merupakan kunci bagi pengusaha sukses.
Profit Oriented Final Project
Profit Oriented Final Project merupakan model assesmen yang baik diterapkan dalam pendidikan kewirausahaan di Perguruan Tinggi. Dalam final project ini, mahasiswa diharuskan untuk mencapai target profit minimum yang harus dicapai yang sebelumnya telah ditentukan dalam kebijakan kampus sebagai pertimbangan kelulusan mahasiswa. Final project ini dikerjakan berkelompok dan akan ditagih pertanggungjawabannya di akhir sebelum mereka mengajukan yudisium.

Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) mencanangkan delapan program utama yaitu pertanian, pertambangan, pariwisata, industri, energi, kelautan, telematika serta pengembangan kawasan strategis. Perguruan Tinggi di seluruh  Indonesia pun mempunyai banyak sekali fakultas dan jurusan yang mencakup delapan program utama tersebut. Sinkronisasi MP3EI dan Rencana Aksi Nasional (RAN) bidang pendidikan akan semakin mendukung program profit oriented final project ini. Setiap daerah juga mempunyai kearifan lokal dan potensi daerah masing-masing. Tidak lah menjadi suatu hal yang mustahil bila dengan diterapkannya profit oriented final project ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat naik berlipat-lipat. Idealnya, Indonesia membutuhkan sekitar 4,07 juta wirausahawan atau 2 % dari total jumlah penduduk untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Namun, dari sekitar 238 juta orang  penduduk, Indonesia tercatat baru memiliki wirausahawan sebanyak 564.240 orang atau setara 0,24 % dari jumlah penduduk. Jumlah tersebut sangat jauh jika dibanding dengan jumlah wirausahawan di negara-negara lain seperti Amerika yang mencapai 12% dari jumlah penduduknya. 

Apapun program yang ada untuk menumbuhkan wirausahawan muda Indonesia, semuanya kembali kepada diri sendiri. Menurut Hatta Rajasa, wirausahawan haruslah mampu mengembangkan sikap percaya diri, memiliki prinsip dan motivasi kuat untuk mengubah keadaan agar semakin baik, memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri secara maksimal segala potensi yang dimiliki serta senantiasa memperluas jaringan, juga memiliki modal utama berupa semangat kerja keras pantang menyerah dan cita-cita besar.

pustaka:
http://ekonomi.kompasiana.com/wirausaha/2013/06/02/menumbuhkan-wirausahawan-muda-indonesia-dengan-pendidikan-wirausaha-terintegratif-565445.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar