Rabu, 05 Juni 2013

FILSAFAT ILMU dan METODOLOGI PENELITIAN (2)




Gratisan Musik



HAKIKAT PRIBADI MANUSIA

SEBAGAI MAHKLUK  YANG BERJIWA-RAGA Unsur jiwa dan raga, yaitu jiwa berdiri sendiri, tetapi berada dalam satu struktur yang menyatu menjadi diri pribadi, sehingga diri-pribadi manusia adalah jiwa yang meraga dan raga yang menjiwa. Artinya, jiwa menyatu dengan raga dan raga menjadi satu dengan jiwa. Kejiwaan seseorang akan terlihat dari tingkah laku badanya dan badan sesorang itu akan mencerminkan jiwanya.


Jiwa Yang Meraga. Jiwa yang menjadi satu dengan raga, yaitu jiwa yang maujud dalam bentuk raga. Jiwa adalah sesuatu yang maujud, tidak berbentuk dan tidak berbobot. Ia dapat dipahami dari kecenderungan-kecenderungan badan. Jika jiwa sesorang dalam keadaan menderita maka badanya akan lema, mukanya muram dan gelap, teetapi jika berbahagia maka badanya akan ringan, energik, dan mukanya berseri-seri.
Dalan jiwa ada unsur yang sering dikenal dengan tri-potensi kejiwaan, yaitu cipta, rasa dan karsa. Cipta adalah akal budi yang mempunyai potensi luar biasa. Dengan akal, kebenaran dan keadilan bisa dicapai. Dengan akal saja, semua bisa diakali, akan tetapi kenyataan bahwa keadaan jiwa secara natural pasti tercermin dalam tingkah laku badan, baik ekspresi yang selaras atau bertentangan. Jadi kejiwaan manusi dapat menjelma menjadi pluralitas perbuatan badan.

Raga Yang Menjiwa. Raga yang menjadi satu dengan jiwa adalah suatu kecenderungan fenomena badan yang menjadi bersifat kejiwaan. Raga adalah sesuatu yang maujud, berbentuk, dan berbobot berukuran. Tingkah laku badan tidak dapat dipahami sebagai gerakan material belaka  tetapi lebih daripada itu terkandung keccenderungan-kecenderungan spritual tertentu. Segala aktivitas keragaan tidak satupun yang tertuju kepada hal-hal yang kejiwaan. Sulit kita menolak bahwa segala kegiatan yang kita lakukan setiap hari adalah kebahagiaan jiwa.
Dari pribadi manusia yang terbentuk atas jiwa yang meraga dan raga yang menjiwa ini sebenarnya dapat terjadi karena dominasi jiwa atas raganya. Jiwa manusia tidak sama dengan jiwa hewan. Jiwa manusia adalah berkesadaran. Sadar akan dirinya, sadar akan sesamanya, sadar akan dunianya, dan sadar akan asal mula dan tujuanya. Kesadaran jiwa ini selanjutnya membentuk perbedaan badan manusia dengan segala gerak-geriknya dengan badan hewan. Menurut posisinya, jiwa manusia itu bertabiat dalam badanya, yang berarti jiwa mempunyai kekuasaan atas badan. Jiwa yang sehat pasti akan membuat badan menjadi sehat dan belum tentu sebaliknya.

Bersambung,....

pustaka:
Soetriono dan Rita Hanafie, (2007), Filsafat Ilmu dan Metode Penelitian, Andi Offset, Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar