Gratisan Musik
Menurut Pengertiannya, etika dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :
- Etika sebagai praktis (apa yang dilakukan sejauh ini sesuai atau tidak sesuai dengan nilai dan norma moral).
- Etika sebagai refleksi (dalam hal ini menyoroti dan menilai baik-buruknya seseorang).
Pengertiannya dapat dibedakan menjadi :
- Secara makro, etika bisnis mempelajari aspek-aspek moral dari sistem ekonomi secara keseluruhan.
- Secara meso, etika bisnis mempelajadi masalah-masalah etis dibidang organisasi.
- Secara mikro, etika bisnis difokuskan pada hubungan individu dengan ekonomi dan bisnis.
Menurut Zimmerer, etika bisnis adalah suatu kode etik perilaku pengusaha berdasarkan nilai-nilai moral dan norma yang dijadikan tuntunan dalam membuat keputusan dan memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi.
Menurut Ronald J. Ebert dan Ricky M. Griffin, etika bisnis adalah istilah yang sering digunakan untuk menunjukan perilaku etika dari seorang manajer atau karyawan suatu organisasi. Etika bisnis sangat penting untuk mempertahankan loyalitas pemilik kepentingan.
Jadi, Etika bisnis adalah suatu kode etik perilaku pengusaha berdasarkan nilai-nilai moral dan norma yang dijadikan tuntunan dalam berusaha dan memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi dalam suatu perusahaan.
6 Tingkatan Membangun Moral
Menurut ahli psikologi, Lawrence Kohlberg, dengan risetnya selama 20 tahun,menyimpulkan, bahwa ada 6 tingkatan (terdiri dari 3 level, masing-masing 2 tahap) yangteridentifikasi dalam perkembangan moral seseorang untuk berhadapan dengan isu-isumoral. Tahapannya adalah sebagai berikut :
1. Level satu : Tahap Prakonvensional
Pada tahap pertama, seorang anak dapat merespon peraturan dan ekspektasi sosial dandapat menerapkan label-label baik, buruk, benar dan salah.
Tahap satu : Orientasi Hukuman dan Ketaatan.
Tahap dua : Orientasi Instrumen dan Relativitas.
2. Level dua : Tahap Konvensional
Pada level ini, orang tidak hanya berdamai dengan harapan, tetapi menunjukkan loyalitasterhadap kelompok beserta norma-normanya. Remaja pada masa ini, dapat melihat situasidari sudut pandang orang lain, dari perspektif kelompok sosialnya.
Tahap Tiga : Orientasi pada Kesesuaian Interpersonal.
Tahap Empat : Orientasi pada Hukum dan Keteraturan.
3. Level tiga : Tahap Postkonvensional, Otonom, atau Berprinsip.
Pada tahap ini, seseorang tidak lagi secara sederhana menerima nilai dan normakelompoknya. Dia justru berusaha melihat situasi dari sudut pandang yang secara adilmempertimbangkan kepentingan orang lain. Dia mempertanyakan hukum dan nilai yangdiadopsi oleh masyarakat dan mendefinisikan kembali dalam pengertian prinsip moral yang dipilih sendiri yang dapat dijustifikasi secara rasional. Hukum dan nilai yang pantas adalah yang sesuai dengan prinsip-prinsip yang memotivasi orang yang rasional untuk menjalankannya.
4. Tahap Lima : Orientasi pada Kontrak Sosial
Tahap ini, seseorang menjadi sadar bahwa mempunyai beragam pandangan dan pendapatpersonal yang bertentangan dan menekankan cara yang adil untuk mencapai consensusdengan kesepahaman, kontrak, dan proses yang matang. Dia percaya bahwa nilai dannorma bersifat relative, dan terlepas dari consensus demokratis semuanya diberi toleransi.
Tahap Enam : Orientasi pada Prinsip Etika yang Universal. Tahap akhir ini, tindakan yang benar didefinisikan dalam pengertian prinsip moral yangdipilih karena komprehensivitas, universalitas, dan konsistensi. Alasan seseorang untukmelakukan apa yang benar berdasarkan pada komitmen terhadap prinsip-prinsip moraltersebut dan dia melihatnya sebagai criteria untuk mengevaluasi semua aturan dantatanan moral yang lain.
A. Moralitas
Moralitas adalah pedoman yang dimiliki individu atau kelompok mengenai apa itu benar dan salah, atau baik dan jahat. Nilai-nilai moral biasanya diekspresikan sebagai pernyataan yang mendeskripsikan objek-objek atau ciri-ciri objek yang bernilai, semacam “kejujuran itu baik” dan “ketidakadilan itu buruk”. Standar moral pertama kali terserap ketika masa kanak-kanak dari keluarga, teman, pengaruh kemasyarakatan seperti gereja, sekolah, televisi, majalah, music dan perkumpulan.
Hakekat standar moral :
1. Standar moral berkaitan dengan persoalan yang kita anggap akan merugikan secara serius atau benar-benar akan menguntungkan manusia.
2. Standar moral tidak dapat ditetapkan atau diubah oleh keputusan dewan otoritatif tertentu.
3. Standar moral harus lebih diutamakan daripada nilai lain termasuk (khususnya) kepentingan diri.
4. Standar moral berdasarkan pada pertimbangan yang tidak memihak.
Standar moral diasosiasikan dengan emosi tertentu dan kosa kata tertentu.
Standar moral, dengan demikian, merupakan standar yang berkaitan dengan persoalan yang kita anggap mempunyai konsekuensi serius, didasarkan pada penalaran yang baik bukan otoritas, melampaui kepentingan diri, didasarkan pada pertimbangan yang tidak memihak, dan yang pelanggarannya diasosiasikan dengan perasaan bersalah dan malu dan dengan emosi dan kosa kata tertentu
Standar moral, dengan demikian, merupakan standar yang berkaitan dengan persoalan yang kita anggap mempunyai konsekuensi serius, didasarkan pada penalaran yang baik bukan otoritas, melampaui kepentingan diri, didasarkan pada pertimbangan yang tidak memihak, dan yang pelanggarannya diasosiasikan dengan perasaan bersalah dan malu dan dengan emosi dan kosa kata tertentu
Contoh Pelanggaran Etika Bisnis
- Manipulasi laporan keuangan PT KAI Dalam kasus tersebut, terdeteksi adanya kecurangan dalam penyajian laporan keuangan. Ini merupakan suatu bentuk penipuan yang dapat menyesatkan investor dan stakeholder lainnya. Kasus ini juga berkaitan dengan masalah pelanggaran kode etik profesi akuntansi.
- Skandal Enron, Worldcom dan perusahaan-perusahaan besar di AS Worldcom terlibat rekayasa laporan keuangan milyaran dollar AS. Dalam pembukuannya Worldcom mengumumkan laba sebesar USD 3,8 milyar antara Januari 2001 dan Maret
2002. Hal itu bisa terjadi karena rekayasa akuntansi. Penipuan ini telah menenggelamkan kepercayaan investor terhadap korporasi AS dan menyebabkan harga saham dunia menurun serentak di akhir Juni 2002. Dalam perkembangannya, Scott Sullifan (CFO) dituduh telah melakukan tindakan kriminal di bidang keuangan dengan kemungkinan hukuman 10 tahun penjara. Pada saat itu, para investor memilih untuk menghentikan atau mengurangi aktivitasnya di bursa saham.
2002. Hal itu bisa terjadi karena rekayasa akuntansi. Penipuan ini telah menenggelamkan kepercayaan investor terhadap korporasi AS dan menyebabkan harga saham dunia menurun serentak di akhir Juni 2002. Dalam perkembangannya, Scott Sullifan (CFO) dituduh telah melakukan tindakan kriminal di bidang keuangan dengan kemungkinan hukuman 10 tahun penjara. Pada saat itu, para investor memilih untuk menghentikan atau mengurangi aktivitasnya di bursa saham.
- Kasus Tylenol Johnson & Johnson Kasus penarikan Tylenol oleh Johnson & Johnson dapat dilihat sebagai bagian dari etika perusahaan yang menjunjung tinggi keselamatan konsumen di atas segalanga, termasuk keuntungan perusahaan. Johnson & Johnson segera mengambil tindakan intuk mengatasi masalahnya. Dengan bertindak cepat dan melindungi kepentingan konsumennya, berarti perusahaan telah menjaga trustnya.
- Kasus obat anti nyamuk Hit Pada kasus Hit, meskipun perusahaan telah meminta maaf dan berjanji untuk menarik produknya, ada kesan permintaan maaf itu klise. Penarikan produk yang kandungannya bisa menyebabkan kanker tersebut terkesan tidak sungguh-sungguh dilakukan. Produk berbahaya itu masih beredar di pasaran.
- Kasus Baterai laptop Dell Dell akhirnya memutuskan untuk menarik dan mengganti baterai laptop yang bermasalah dengan biaya USD 4,1 juta. Adanya video clip yang menggambarkan bagaimana sebuah note book Dell meledak yang telah beredar di internet membuat perusahaan harus bergerak cepat mengatasi masalah tersebut.
source:
http://id.wikipedia.org/wiki/Etika_bisnishttp://www.ilerning.com/index.php?option=com_content&view=article&id=2798%3Aetika-bisnis&catid=50%3Ahukum-dan-etika-bisnis&Itemid=78&limitstart=1 http://adesyams.blogspot.com/2009/09/tentang-etika-bisnis.htm http://rosiaprillino.wordpress.com/2013/01/13/contoh-pelanggaran etika-bisnis/
pustaka:
http://ekonomi.kompasiana.com/wirausaha/2013/06/04/etika-bisnis-dan-kewirausahaan-565533.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar