Gratisan Musik
Kalau kita di jajah bangsa asing, masih ada harapan mardeka, tapi kalau kita ‘dijajah’ dibodohi dan diperbudak bangsa sendiri maka kemerdekaan jadi semu.
Di sekolah menengah dulu saya punya guru bidang studi IPS yang menurut saya dia itu ‘Gila’. Dia bilang Negara kita ini milik orang-orang yang ada di Dewan maksudnya di DPR, kamu hitung aja tuh berapa orang jumlahnya. Mereka membagi-bagi kekayaan Negara dengan cara membuat undang-undang yang menguntungkan mereka dan pihak lain yang melobi mereka mungkin maksudnya ‘pengusaha’. Berikutnya ditambah lagi dengan para pejabat yang ada di departemen dari kalangan kementrian dan strukturnya ke bawah. Merekalah yang membagi kue pembangunan di negeri ini dan kamu lihat mana ada kehidupan mereka yang sama dengan rakyat. Karena seringnya dia berkata begitu saya kurang dekat dengan guru itu bahkan untuk mengingat namanya saja saya sulit. Saat itu saya yang masih lugu tidak tahu apa-apa diberi pelajaran yang tidak sesuai denan TIU dan TIK dalam proses PBM tersebut pikiran saya bilang saya Cuma berpikir itu guru ‘gila’.
Dengan berjalannya waktu lama-kelamaan saya baru menyadari bahwa tidak semua yang dia ungkap itu salah. Cobalah diperhatikan betul perkembangan yang terjadi dari berbagai kasus penyalahgunaan anggaran negara dari waktu ke waktu makin memprihatinkan. Kasus sogok menyogok anggota dewan saat sidang untuk jabatan penting dan basah nyatanya memang terjadi dan mencengangkan. Ternyata itu bukan hanya terjadi di dewan saja bahkan ‘jual-beli’ jabatan di sebagian besar jabatan struktural pemerintahan sudah menjadi rahasia umum. Bahkan bahkan sangat sering dikeluhkan oleh calon PNS dan pegawai apa saja saat proses penerimaan dihubungi dan ditanya kesanggupan dana yang dimiliki jika diterima dan ini sulit diusut karena banyak alibi pejabat yang berwenang yang dapat dipakai untuk berkilah. Jika kedududukan dan jabatan yang diperoleh dengan investasi materi yang tidak sedikit maka sudah barang tentu akan ada usaha mengembalikan investasi yang sudah dikeluarkan. Sudah blak-blakan disebutkan angkanya berapa modal untuk menjadi anggota dewan ternyata 1 s/d 4 Milyar di acara, Mata Nazwa. Seperti sudah menjadi rahasia umum semua seperti itu. Semua pakai modal jadi apa saja di negeri ini harus modal jangankan menjadi pejabat Negara jadi buruh pabrik saja calon buruh harus bayar calo jumlahnya jutaan, jadi TKI juga harus bayar calo padahal mereka katanya pahlawan devisa, dan tak jarang saat mereka pulangpun banyak yang ditipu di bandara, konontah lagi jadi pejabat Negara. Bukankah system outsourcing itu juga merupakan bentuk penjajahan dalam ketenagakerjaan? . Sangat menyedihkan bangsa ku ini. Tak ada satu pun pasal di UUD 45 yang mengarahkan kita seperti ini, beginikah nilai-nilai Pancasila kita bangun?. Bagaimana mungkin kita dapat bersaing dengan bangsa lain kalau mental struktur yang dibangun di negri ini memaksa masyarakat dalam kondisi stress karena dijajah oleh bangsanya sendiri. Oleh seban itu menjadi tanggung jawab kita bersama untuk mengembalikan system pemerintahan dalam memilih pemimpin ke jalan yang yang benar dan transparan dan mengontrol peri laku para pejabat Negara yang ‘sakit-sakit’ itu agar gerak usaha dan ekonomi masyarakat tumbuh. Cara yang dilakukan gubernur Jakarta saat ini barangkali adalah salah satu terobosan.
Paradigma yang salah dan kebiasaan buruk dalam penyalahgunaan APBN sudah dan sudah mendarah daging dipastikan akan sangat menghambat gerak pembangunan masyarakat akan sangat terbebani karena ujung-ujungnya hasil pembangunan tidak optimal dan hutang Negara makin besar, kesenjangan miskin dan kaya makin lebar. APBN yang sejatinya menjadi modal dalam membangun ekonomi dan kesejahteraan masyarakat dalam jangka panjang disalahgunakan untuk memperkaya pribadi dengan cara dikorup. Hal itu dilakukan karena APBN dianggap potensi ekonomi yang dapat dimanfaatkan dunia usaha dalam mencari laba. Saya berpikir sebenarnya tidak ada yang salah jika semua kondisi benar dan propesional. Persoalannya adalah yang terjadi penuh dengan permainan kotor. Hal ini bukan saja akan menyebabkan permasalahan efektifitas pembangunan, lebih jauhnya adalah menyebabkan ekonomi biaya tinggi sehingga apa saja yang dilakukan oleh masyarakat sebagai upaya menggerakan ekonomi akan sulit memiliki daya saing di dunia internasional karena prosesnya melalui alur yang sarat kegiatan korup di semua urusan, semua biaya tinggi. Lebih parahnya lagi saat para pejabat yang korup itu tidak lagi membutuhkan bentuk sogok apa lagi yang dapat memuaskan meraka?. Apa yang terjadi terhadap FT dan LHI dalam tata cara bisnis di negeri ini bukan hal baru, suatu ketika teman yang punya bisnis ekspor pernah mengungkap bahwa untuk memperlancar urusan izin bahkan penyewaan kapal untuk transportasi ‘service’ terhadap pihak-pihak yang berkepentingan mulai uang sampai wanita adalah hal biasa. Jadi hal tentang grativikasi sex yang pernah heboh yang diungkap ketua MY bukan isapan jempol. Suatu saat nanti bangsa ini akan tercengang terhadap kebiasaan buruk yang lebih parah yang sebenarnya terjadi, tunggu saja saatnya.
Sebenarnya kita tidak menginginkan ini terjadi, tapi makin lama makin banyak saja kasus pejabat Negara yang terungkap. Jika yang tertangkap tangan saja sedemikian rupa membuat KPK kewalahan kononlah lagi yang sulit dibuktikan. Dengan system perpolitikan yang dibangun ternyata ratusan kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi . KPK lembaga yang dibangun untuk menyelamatkan keuangan negara dengan skala besar terjebak pada kasus-kasus tanggkap tangan yang kalau dipikir tak mungkin kasus tangkap tangan akan membawa uang semobil box apa lagi se truk kontainer. Padahal kasus korupsi yang dibawah tangan kasus kerugian keuangan Negara sangat mencengangkan. Diawal secara administrative semuanya rapi tapi setelah terungkap jumlahnya menyentak nalar karena jumlahnya fantastis. Mungkin banyak yang sudah melupakan kasus Edi Tansil yang menggemparkan dengan kasus 565 Juta Dolas AS atau setara denan 1,5 T dengan kurs dolar saat itu, kalau dihitung berapa banyaknya kekayaan Negara yang dikorup dapat mencapai lebih dari 750m uang yang disusun setinggi pohon kelapa karena saat itu pecahan uang tertinggi baru mencapai nominal Rp 10.000,- kasus itu berhenti setelah yang bersangkutan melarikan dari tahanan entah kemana tidak jelas rimbanya. Berikutnya ada lagi kasus yang lebih fantastis belakangan ini bayangkan uang Rp 560 T yang kalau kalau disusun pecahan Rp 100 rb etah berapa container yang dibutuhkan bembawanya dan jika jumlah itu dibagi-bagikan saja pada rakyat yang miskin, saat itu mereka akan langsung jadi berkecukupan dan bayangkan APBN yang terbebani untuk membayar kerugian Negara per tahunnya adalah Rp 60 sampai Rp 80 T Dahsyat. Mungkin Karena jumlah yang fantastis penegak hukum jadi bingung karena nggak tertangkap tangan??? Atau bingung menghitung bagian yang sudah dan akan masuk kantong. Saya punya keyakinan bahwa kasus yang jumlahnya sudah fantastis di negeri ini tidak akan pernah terungkap. Hukum di negeri ini hanya berlaku untuk penipu kelas teri dan maling ayam.
Kadang saya berpikir apa yang disampaikan guru itu banyak benarnya mungkin karena itu merupakan jeritan hati karena mereka bukan politikus tapi sering bicara politik dari hati yang paling dalam. Sejak era gusdur para guru sudah mulai lega karena sudah mulai sejahtera , di era sekarang bahkan dana pendidikan sudah mencapai 20% dari dana APBN mungkin para guru sudah lebih sejahtera. Apakah kesejahteraan membuat daya kritis berkurang karena sangat jarang sekali ada kritikan para guru terhadap kondisi pendidikan yang ada saat ini. Semua larut dalam kehidupan pragmatis mencari kondisi aman menuju sejahtera, jika rakyat ingin sejahtera cari cara sendiri-sendiri adanya pemerintahan justru menghambat. Bagimana rakyat bisa sejahtera wong bumi air dan kekayaan alam yang terdapat di dalamnya sudah beralih ketangan pengusaha bahkan asing bukan lagi digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dana bantuan yang turun untuk ‘membantu rakyat’ tidak sepenuhnya turun sebagian menguap untuk urusan administrasi tapi harus dipertanggungjawabkan 100% oleh rakyat. Ini menyedihkan. Dalam kondisi dana APBN untuk dana pendidikan sudah begitu fantastis seyognyanya kemendikbud dan praktisi pendidikan berpikir bagaimana meringankan beban beban dana pendidikan siswa bukan memunculkan berbagai proyek yang tidak jelas. Jika dana pendidikan yang ditanggung siswa atau mahasiswa di PTN masih selangit dikhawatirkan idealisme generasi muda yang cerdas dan potensial itu akan terkontaminasi oleh sikap pragmatis orang-orang yang berpikir ‘sudah investasi’ maka harus kembali. Jangan-jangan memang sudah seperti itu. Jadi harap berhati-hati terhadap pemikiran ‘ekonomi’ bagi para pengusaha yang dekat dengan pejabat di dunia pendidikan.
Sudah sering dilontarkan oleh pengamat kalau mau kaya ya jadilah pengusaha, tapi kenyataannya di negeri ini justru para pejabat negaralah yang memiliki kekayaan Negara yang tidak masuk akal. Atau para pengusaha yang dekat dengan pejabat Negara atau pejabat Negara yang merangkap jadi pengusaha. Pejabat Negara yang memiliki rekening fantastis ketika diperiksa tidak ada indikasi penyimpangan ini kan menarik. Coba dihitung pakai logika matematik. Seandainya seorang pejabat di lingkungan PNS diangkat 40 th yg lalu lalu sekarang pensiun. Jadi dia awal menjabat th 1973 jadi lama menjabat 40th. Awal menjabat digaji Rp 5 jt. Kalau tahun 1970 ada pejabat yang punya gaji 5 Jt sepertinya dia sudah setara dengan dirut BUMN di waktu itu. Cubalah hitung berapa dia sanggup mengumpulkan uang selam 40 th dari gaji? Kalau tidak punya usaha. Dengan logika sederhana saja semua gaji disimpan di Bank tidak ada yang dibelanjakan dan dapat bunga bank 10% per tahun ditamban dengan kenaikan gaji per tahun 10%. Maka dana yang dia miliki tidak akan lebih dari 30 Milyar dengan posisi gaji terkhir di th 2013 sudah di angka 140jt an . Semua asumsi ini sudah dibuat fantastis, mana ada orang yang punya jabatan 40th dan punya gaji th 1973 Rp 5 jt. Jadi jika sekarang ada pejabat Negara yang punya kekayaan dengan nilai puluhan bahkan ratusan milyar. Cobalah tolong jelaskan bagaimana logikanya?. Logika normalnya pemerintah hanya mengeluarkan gaji per kepala selama masa dinas seseorang tidak lebih dari 3 M kok. Makanya dalam kegiatan sehari-hari setiap orang di jalur birokrasi mencari cara untuk mengumpulkan banyak uang Mau bukti coba urus dokumen penting apakah itu izin usaha atau tanah dari mulai RT/RW saya yakin siapapun akan paham. Makanya sekarang para koruptor itu berpikir jika dia mampu meraup uang milyaran dan nggak ketahuan mengapa tidak mana ada yang berpikir dampak panjang terhadap urusan masyarakat bagi mereka yang penting bisa kaya. Jika ketahuan paling lama dihukum 15 th. Dipenjara nyaman nanti keluar belum tua dan masih kaya. Jika dikembalikan pada guru saya tadi maka saya jadi berpikir sebenarnya dia tidak Gila, saya aja yang masih belum mengerti bahwa posisi dan jabatan serta APBN adalah sumber pendapatan untuk menjadikan kita cepat kaya bukan untuk melayani rakyat tapi menjadikan rakyat sebagai pelayan ‘budak’.
Jadi kesalahan paradigma berpikir baik pejabat pemerintah maupun pengusaha berpotensi menyebabkan rakyat seoleh menjadi objek jajahan baik langsung maupun tidak langsung.
pustaka:
http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2013/06/11/ketika-guru-saya-berbicara-ekonimi-politik-dan-apbn-567577.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar