Gratisan Musik
Pagi yang dingin nan lengang di desa yang jauh dari keramaian, tampak seorang wanita paruh baya sedang menyapu pekarangan rumah. Wajahnya yang makin menua tampak tenang menyambut pagi ini. Di beranda tampak sosok pria yang juga paruh baya menikmati secangkir kopi ditemani rebus singkong. Mereka menikmati pagi hari dengan melakukan kegiatan seperti orang-orang desa pada umumnya. Diusia mereka yang semakin senja masih terlihat semangat bekerja. Tak pernah mengeluh walaupun kini tubuh semakin mengecil dimakan usia. Asap mengepul disamping rumah, suasana desa yang benar-benar terlihat ketika asap dari dedaunan di bakar. Sungguh pagi yang tenang dan damai ketika suasana desa yang jauh dari hiruk pikuk keramaian ibu kota. Mereka adalah pasangan suami istri yang kini punya sisa-sisa semangat bekerja diusia mereka yang tak lagi muda untuk menghidupi sekolah anak-anaknya.
Aku berdiri memperhatikan mereka yang sibuk melakukann pekerjaan masing-masing. Aku baru saja selesai mengambil air minum di sumur milik tetangga sebelah. Ku perhatikan ayah dan ibuku, sebentar lagi aku harus merantau melanjutkan pendidikanku setelah menamatkan Sekolah Menengah Atas. Tentu aku harus meninggalkan mereka yang kini tak lagi sekuat dulu dalam waktu yang lama. Sedih tapi ini harus aku lakukan karena mungkin dengan kuliah di Pulau Jawa membuat aku lebih berkembang dalam berfikir maupun bersosialiasi terhadap lingkungan sekitar. Ini juga atas persetujuan dari ayah ibu dan kedua orang adikku.
Namaku Ardi, aku adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Aku anak dari keluarga buruh serabutan. Ibu bekerja sebagai buruh tani di ladang orang. Karena kami anak pesisiran terkadang ibu juga melaut cari kerang dan sejenisnya. Sedangkan ayah juga sama seperti ibu. Aku tidak malu, karena walaupun hidup sederhana, tapi kedua orang tuaku berusaha untuk menyekolahkan anak-anaknya hingga keperguruan tinggi, bahkan bisa sekolah ke pulau jawa. Orang tua lain belum tentu mampu melakukan apa yang telah dilakukan oleh orang tuaku. Ayahku pernah bilang “ sampai kapanpun anak-anakku harus sekolah, selagi masih ada tenaga aku akan terus berjuang untuk pendidikan anak-anakku. Walaupun terkadang cari uang susah, tapi rezeki itu selalu datang darimanapun jika kita mau berusaha mencarinya” itu yang pernah ayah bilang sama kami anak-anaknya.
Aku bersyukur terlahir dari keluarga sederhana tapi mempunyai semangat dan perjuangan hidup yang kuat. Ayah dan ibuku hanya lulusan Sekolah Dasar, tetapi meskipun begitu ayah dan ibu tak ingin anak-anak mereka merasakan apa yang telah mereka rasakan selama ini. Pendidikan adalah nomor satu untuk mengembangkan diri menjadi manusia cerdas dan berfirkir secara rasional. Dari ijazah pula gerbang mimpi itu dibuka. Tidaklah mungkin menjabat sebagai presiden tanpa ijazah sekolah yang tinggi. Semua pekerjaan dijaman sekarang ini menuntut setiap manusia mempunyai latar belakang pendidikan yang tinggi agar mendapatkan pekerjaan yang mereka inginkan dalam hidup.
Berangkat dari itu semua ayah dan ibuku berjuang demi masa depan anak-anaknya. Masih ku ingat ibu yang tidak memperdulikan sakitnya masih bekerja keras pergi pagi pulang sore. Masih ku ingat pula ayah yang dulu mengalami cidera pada tangannya tapi masih berangkat ke ladang. Semua yang mereka lakukan adalah bukti betapa mereka sangat memperdulikan anak-anaknya.
Orang tua tidak akan pernah rela melihat anaknya menderita
Mereka sanggup memberikan nyawa mereka untuk hidup anak-anaknya
Mereka sanggup memberikan darah mereka untuk anak-anaknya
Mereka berani mati untuk membela anak-anaknya
Pengorbanan orang tua adalah bukti bahwa cinta tulus dan suci itu ada
Tulus memberikan kasih kepada anak-anaknya tanpa pamrih
Itulah cinta orang tua kepada anaknya
Selama ini aku tak pernah jauh dari keluarga, terutama ibu. Ibu adalah orang yang selalu dekat denganku. Aku selalu membantu ibu bekerja. Kadang kami juga mencari kayu bakar bersama. Hari-hari bersama ibu adalah hari yang takkan terlupakan. Aku bahagia masih bisa melihat ibu hingga sekarang, dan aku berdoa dan sangat berharap jika ibu harus bisa melihat anaknya sukses dan melihat cucu-cucunya nanti. Aku mencintai ibu.
Tahun 2010 aku lulus dari sekolah menengah, dan itu berarti aku harus melanjutkan study ku kejenjang yang lebih tinggi. Aku diberi kesempatan untuk kuliah di pulau jawa, yaitu Kota Semarang,Central of Java, jauh sebelum aku berangkat, ibu selalu mewanti-wanti aku agar aku selalu hati-hati di rantauan. Satu hal lagi agar aku selalu ingat Allah. Banyak sekali pesan-pesan ibu untukku selama dirantauan. Ibu takut aku kenapa-kenapa di tempat orang. Ibu takut kalau aku tidak bisa jauh dari keluarga.
Perasaan ibu sangat peka terhadap anaknya
Ibu mampu merasakan apa yang tidak dirasakan oleh ayah
Air susu ibu yang telah menyatu dalam darah daging anaknya
Membuat ibu sangat tahu apa yang terjadi terhadap anaknya
Ibu adalah bukti bahwa kasih sayang itu maha dahsyat
Hari-hari sebelum keberangkatanku adalah hari yang sangat begitu membuat aku muram. Mungkin karena baru pertama kalinya aku merantau. Baru pertama kalinya aku harus jauh dari keluargaku, adik-adikku yang tiap malam tidur bersama. Dan makan bersama di lantai yang beralaskan tikar sangat membuatku sulit untuk melangkahkan kakiku meninggalkan rumah tempat aku pertama kali lahir kedunia ini. Dirantauan aku tak mungkin bisa seperti itu lagi. Aku harus hidup sendirian. Jauh dari semuanya.
Tak ada kata yang aku dengarkan selain nasihat-nasihat ayah dan ibuku setiap harinya sebelum berangkat merantau. Begitu tulusnya cinta kasih orangtua terhadap anaknya. Aku tidak akan pernah mengecewakan semuanya. Orangtuaku yang tidak pernah merasakan hidup di kota besar tapi berjuang agar anaknya hidup dan sejajar dengan generasi-generasi ibu kota. Aku percaya dibalik anak yang hebat adalah bukti betapa luar biasanya didikan dan kasih sayang dari orangtuanya.
Hari yang ditunggupun datang, hari ini aku harus ke pulau jawa. Ayah, ibu dan kedua adikku mengantarkan aku ke bandara. Setelah berpamitan ke tetangga-tetanggaku ( maklum orang desa memang seperti itu,he he) barulah aku menuju bandara.
Padahal ayah dan ibu tidak pernah merasakan naik pesawat
Ayah dan ibu tidak pernah merasakan jadi orang kaya
Ayah dan ibu tidak pernah merasakan hidup enak
Tapi mereka berjuang agar anaknya bisa merasakan itu semua
Sungguh aku tak sanggup melangkah jauh dari keluarga dan tanah kelahiranku. Tanah dimana semua cerita ada disini. Tanah yang selalu ada dihatiku. Kupeluk satu persatu orang-orang yang aku sayangi. Ayah, ibu dan kedua adikku. Kupeluk ibuku, kulihat mata ibu memerah walaupun ibu tersenyum melepaskan aku. Aku, aku menangis didepan ibuku. Hari ini aku adalah laki-laki yang lemah. Lemah ketika aku harus meninggalkan ibuku. Aku berusaha membalas senyum ibu walaupun aku sudah tersedu-sedu.“sudahlah nak, inikan kemauan kamu mau kuliah disana, jadi kamu harus kuat. Jangan terlalu memikirkan ibumu, nanti kamu bisa sakit. Ibu disini masih ada adik-adikmu. Nanti kalau kamu sakit disana tidak ada yang mengurus kamu” ibu menguatkanku meskipun aku tahu ibu juga tak sanggup melepas kepergianku.
Aku semakin berat meninggalkan orang-orang yang aku sayangi. Seandainya jam keberangkatan ditunda satu jam saja, mungkin aku ingin memeluk ibu terus. Tapi waktu terus berjalan. Aku harus berangkat. Lalu kupeluk ayahku, rambutku dibelai ayah. Sungguh hari itu adalah hari yang sangat menyedihkan bagiku. “Jaga diri baik-baik ketika sudah dirantauan nak, ingat tujuan kamu kuliah itu apa, disini ayah ibu dan kedua adikmu punya harapan yang besar terhadapmu, jadilah kakak yang baik buat kedua adikmu. Buat kami bangga nak. Ingat pesan almarhum kakekmu jangan tinggalkan shalat, ingat nak bahwa ayah dan ibu disini bekerja banting tulang hanya untuk masa depanmu yang lebih baik. Kamulah yang bisa mengangkat perekonomian keluarga kita” tak kuat aku memendung air mata yang sedari tadi aku tahan. Kutumpahkan semua rasa sedihku dipelukan ayah.
Terakhir kupeluk adik-adikku, mereka diam tak banyak kata. Aku tahu mereka sejujurnya tak ingin jauh dari kakaknya. Aku tersenyum bangga memiliki adik-adik seperti mereka. Aku berjanji kelak aku akan membahagiakan mereka. “Jangan lupa bantu ayah dan ibu bekerja, jadilah kakak adik yang selalu seperti ini, hidup rukun tanpa ada pertengkaran, belajar yang rajin agar bisa secepatnya menyusul kakak, kakak sayang kalian, ” pesan terakhir untuk kedua adikku, ku cium mereka satu persatu.
Detik-detik keberangkatanku, kulihat ibu,ayah dan kedua adikku melambaikan tangan. Aku semakin menangis. tak kuat rasanya kaki ini melangkah. Dunia yang kupijakki seakan-akan melayang. Keadaan disekitar kurasakan sunyi. Sunyi yang akan aku hadapi dirantauan, harus menghadapi kesunyian walaupun dalam keramaian. Hatiku sesak ingin menumpahkan air mataku melihat lambaian tangan-tangan dari orang yang aku sayangi.
“Ardi jaga diri baik-baik, hati-hati disana. Kami semua akan selalu mendoakanmu” ibu berteriak tak memperdulikan orang –orang disekitar. Aku tahu ibu berat melepaskan putra pertamanya. Kucoba berusaha tersenyum dan membalas lambaian tangan mereka.
Sejujurnya aku menangis dalam senyuman
Aku tak kuat harus meninggalkan orang-orang yang aku cintai
Aku tidak rela meninggalkan mereka sendirian
Aku selalu ingin bersama mereka dalam suka dan duka
Tapi kepergianku adalah keinginan keluargaku
Demi masa depanku
Demi hidup yang jauh lebih baik
Aku harus korban rasa sedih ini
Ayah ibu dan adikku..
Aku pergi untuk kembali lagi kesini
Aku sayang kalian semua
Aku akan pulang setelah berhasil nanti
Aku mencintai kalian seperti aku mencintai diriku sendiri
Percayalah jika tangisan hari ini akan menjadi senyuman di esok hari
Perjuangan ayah dan ibu kelak akan membuah hasil
Percayalah…
Pesawat sebentar lagi mau berangkat, ku lihat keluarga kecilku diluar jendela memperhatikanku penuh kesedihan. Mereka tak pernah merasakan berada didalam pesawat. Tapi mereka berjuang agar anaknya merasakan itu. Aku berjanji kelak aku akan mewujudkan impian mereka. Sampai jumpa lagi ayah ibu dan adik-adikku. Aku pergi dulu. Doakan aku semoga berhasil. Aku pasti kembali lagi berkumpul ditengah-tengah kalian.
Selamat jalan…..
SELESAI
“untuk menggapai impian, kita harus benar-benar rela meninggalkan orang yang kita sayangi”
Oleh : Dedi Hardianto Putra
Facebook : http://www.facebook.com/dedi.h.putra
“Salam Mahasiswa Rantau Dari Sumatera”
pustaka:
http://fiksi.kompasiana.com/cerpen/2013/06/10/aku-pergi-dulu-567397.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar