Pendapatan regional didefinisikan sebagai nilai
produksi barang-barang dan jasa-jasa yang diciptakan dalam suatu perekonomian
di dalam suatu wilayah selama satu tahun (Sukirno, 1985). Sedangkan menurut
Tarigan (2004), Pendapatan regional adalah tingkat pendapatan masyarakat pada
wilayah analisis. Tingkat pendapatan dapat diukur dari total pendapatan wilayah
maupun pendapatan rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut. Menganalisis
suatu region atau membicarakan pembangunan regional tidak mungkin terlepas dari
membahas tingkat pendapatan masyarakat diwilayah tersebut. Ada beberapa
parameter yang bisa digunakan untuk mengukur adanya pembangunan wilayah. Salah
satu parameter terpenting adalah meningkatnya pendapatan masyarakat. Parameter
lain, seperti peningkatan lapangan kerja dan pemerataan lapangan kerja dan
pemerataan pendapatan juga sangat terkait dengan peningkatan pendapatan
wilayah. Pendapatan wilayah haruslah bersangkut paut dengan peningkatan
pendapatan masyarakat di wilayh tersebut, yaitu yang dimaksud adalah pendapatan
rata-rata (income per capita) masyarakat, untuk itu perlu diketahui alat ukur
dan metode yang dipakai untuk menetapkan besarnya tingkat pendapatan
masyarakat.
Konsep dan Pengertian
Nilai Tambah
Dalam membicarakan pendapatan dan pertumbuhan
regional, sangat perlu diketahui tentang arti nilai tambah. Salah pengertian
yang biasa terjadi adalah apabila orang menganggap bahwa pendapatan regional
adalah identik dengan nilai produksi yang dihasilkan diwilayah tersebut. Nilai
produksi tidak sama dengan nilai tambah karena di dalam nilai produksi telah
terdapat nilai produksi diantara (intermediate cost), yaitu biaya pembelian/biaya
perolehan dari sektor lain yang telah dihitung sebagai produksi di sektor lain
atau berasal dari impor (dihitung sebagai nilai produksi di Negara pengekspor).
Menghitung pendapatan produksi sebagai pendapatan regional bisa mengakibatkan
perhitungan ganda (double – counting).
Misalnya, seorang tukang kue menghasilkan 100 buah
kue perhari yang dijualnya dengan harga @ Rp 300,00 sehingga nilai
penjualannya/nilai produksinya adalah Rp 30.000,00. Padahal untuk menghasilkan
kue tersebut dia terpaksa membeli berbagai jenis input seperti tepung beras,
gula, kelapa, vanili, minyak goring, dan bahan bakar. Bahan-bahan yang di
gunakan telah dihitung disektor lain. Misalnya, beras dihitung disektor
pertanian dan di sektor industri penggilingan beras menjadi tepung, gula telah
dihitung di sektor pertanian dan minyak goring di sector industri. Jika bahan
baku di impor dari Negara lain, berarti nilai bahan baku itu telah dihitung
sebagai pendapatan wilayah lain. Bahan-bahan yang berasal dari sektor lain
disebut “biaya antara” (intermediate). Pada umumnya yang termasuk nilai tambah
dalam suatu kegiatan produksi/jasa adalah berupa gaji/upah, laba, sewa tanah,
dan bunga uang yang dibayarkan (bagian dari biaya), penyusutan dan pajak tidak
langsung (neto).
Nilai tambah bruto terdiri atas:
a) Upah dan gaji,
b) Laba,
c) Sewa tanah,
d) Bunga uang,
e) Penyusutan
f) Pajak tidak langsung neto.
g) Farm gate
Contoh Perhitungan Nilai Tambah
Misalnya, seorang petani mengolah sebidang tanah
seluas 1 hektar yang ditanami jagung. Untuk memproduksi jagung, petani tersebut
mengeluarkan biaya sebagai berikut:
- ·Membeli bibit 25 kg @ Rp 8.000,00 = Rp 200.000,00
- Menyewa traktor untuk lahan 1 ha = Rp 300.000,00
- Tenaga kerja yang digaji 50 hk @ Rp 8.000,00 = Rp 400.000,00
- Pupuk 250 kg @Rp 2.000,00 = Rp 500.000,00
- Pestisida 10 ltr @ Rp 10.000,00 = Rp 500.000,00
- Sewa mesin pipil = Rp 500.000,00
Hasil produksi 5.000 kg @ Rp 10.000,00 = Rp 5.000.000,00
· Keuntungan
= Rp 2.600.000,00
Dari contoh di atas, biaya diantaranya adalah
bibit, pupuk, dan pestisida sebesar Rp 1.200.000,00 sehingga nilai tambah dari
kegiatan tersebut adalah Rp 5.000.000,00 – Rp 1.200.000,00 = Rp 3.800.000,00.
ini adalah bagian yang bisa diamati oleh masyarakat setempat seandainya seluruh
fakto-faktor produksi itu dimiliki oleh masyarakat setempat dengan catatan dari
penghasilan tersebut masih perlu di kurangkan biaya penyusutan dan pajak yang
mungkin ditagih pemerintah. Terhadap contoh di atas perlu dipersoalkan lebih
lanjut beberapa hal sebagai berikut:
- Seandainya selain tenaga kerja yang digaji yang disebutkan diatas, juga ada tenaga anggota keluarga yang turut bekerja (tidak dibayar), katakanlah sebanyak 20 hk. Apakah akan mengubah nilai tambah dari kegiatan tersebut? Jawabnya adalah tidak, karena nilai tenaga keluarga yang tidak dibayar tersebut tercakup dalam keuntungan petani, yang merupakan unsur nilai tambah.
- Seandainya petani itu bukan pemilik lahan, sehingga harus menyewa sebesar Rp 500.000,00 untuk sekali tanam, apaka akan mengubah total nilai tambah? Jawabnya tidak, hanya saja pengeluaran petani naik Rp 500.000,00 sehingga keuntungan turun Rp 500.000,00. baik tanah maupun keuntungan adalah nilai tambah.
- Seandainya petani itu tidak memiliki cukup modal untuk membeli bibit, pupuk, dan insektisida sehingga ia terpaksa meminjam uang dari pihak ketiga dan setelah panen ia harus mengembalikan pinjaman ditambah bunga, misalnya Rp 400.000,00 apakah hal itu akan mengubah total nilai tambah? Jawabnya adalah tidak, karena hal ini hanyaakan menambah biaya bunga Rp 400.000,00 dan mengurangi laba dengan jumlah yang sama. Baik bunga maupun keuntungan adalah unsur dari nilai tambah.
- Dari contoh di atas, ada yang perlu dipersoalkan, yaitu penyewaan traktor atau mesin pipil. Apakah kegiatan tersebut nilai tambahnya dihitung di sektor pertanian. Atau dihitung disektor masing- masing, misalnya pada sektor jasa. Kuncinya adalah apakah perusahaan persewaan itu dianggap sebuah sektor sendiri. Apabila dihitung pada kedua sektor maka terjadi perhitungan ganda. Dalam hal ini alat pertanian tersebut diasumsikan milik perorangan sehingga tidak tercakup dalam jasa perusahaan persewaan, sehingga nilai tambah dimasukkan pada sektor pertanian.
- Dari contoh di atas terlihat bahwa kegiatan petani untuk menanam jagung, membuka peluang bagi berbagai sektor/pihak lain untuk meningkatkan aktivitasnya. Adanya lapangan kerja bagi pencari kerja, peningkatan permintaan akan bibit/pupuk/pestisida, meningkatnya penerimaan penyewaan traktor/penyewaan mesin pipil, pemilik tanah mendapat sewa, pemilik modal mendapat bunga, dan petani mendapat laba. Ini semua tidak akan terjadi, seandainya tidak ada investor yang berniat melakukan kegiatan bisnis dan lahan itu tetap dibiarkan terolah. Hal yang dikemukakan di atas berdampak langsung dan tidak langsung seperti meningkatnya perdagangan, transportasi, dan kegiatan jasa.
Demikian juga ada dampak lanjutan di mana kenaikan
pendapatan berbagai pihak tersebut sebagian akan dibelanjakannya dan hal ini
menciptakan pengganda pendapatan.
Berbagai Konsep dan Definisi
Berbagai konsep dan definisi yang biasa dipakai
dalam membicarakan pendapatan regional/nilai tambah akan dikemukakan berikut
ini:
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas Dasar Harga Pasar
Produk domestik regional bruto atas dasar harga pasar adalah jumlah nilai tambah bruto (gross value added) yang timbul dari seluruh sektor perekonomian di wilayah itu. Yang di maksud dengan nilai tambah bruto adalah nilai produksi (output) dikurangi biaya antara (intermediate cost). Nilai tambah bruto mencakup kompunen faktor pendapatan (upah dan gaji, bunga, sewa tanah, dan keuntungan), penyusutan, dan pajak tidak langsung neto. Jadi, dengan menghitung nilai tambah bruto dari masing-masing sektor dan menjumlahkannya, akan menghasilkan produk domistik regional bruto atas dasar harga pasar.
Produk Domestik Regional Neto (PDRN) atas Dasar Harga Pasar
Produk domestik regional neto atas dasar harga pasar adalah produk
domistik regional bruto atas dasar harga pasar di kurangi penyusutan.
Penyusutan yang dimaksud adalah nilai susut atau pengurangan nilai
barang-barang modal (mesin- mesin, peralatan, kendaraan dan lainnya) karena
barang modal tersebut terpakai dalam proses produksi atau karena faktor waktu.
Jika nilai susut barang-barang modal dari seluruh sektor ekonomi dijjumlahkan,
hasilnya merupakan penyusutan keseluruhan.
Produk Domestik Regional Neto (PDRN) atas Dasar
Biaya Faktor
PDRN atas dasar harga faktor adalah PDRN atas dasar harga pasar
dikurangi pajak tak langsung neto, dan pajak lain-lain, kecuali pajak
pandapatan dan pajak perseroan. Pajak tidak langsung dari unit-unit produksi
dibebankan pada pembeli hingga langsung berakibat menaikkan harga barang di
pasar. Berlawanan dengan pajak tidak langsung yang berakibat menikkan harga
barang, subsidi yang diberikan pemerintah kepada unit-unit produksi yang
dianggap penting untuk memenuhi kebutuhan masyarakat luas, akan menurunkan
harga pasar. Dengan demikian, pajak tidak langsung dan subsidi mempunyai
pengaruh yang berlawanan terhadap harga barang dan jasa (output produksi).
Besarnya pajak tidak langsung dikurangi subsidi dalam perhitungan pendapatan
regional disebut pajak tidak langsung neto.
d Pendapatan Regional
Pendapatan regional neto adalah produk domistik regional neto atas dasar
harga biaya faktor dikurangi aliran dana yang mengalir keluar ditambah aliran
dana yang mengalir masuk. Produk domistik regional neto atas dasar biaya
faktor, merupakan jumlah dari pendapatan berupa upah dan gaji, bunga, sewa
tanah, dan keuntungan yang timbul, atau merupakan pendapatan yang berasal dari
kegiatan di wilayah tersebut. Akan tetapi, pendapatan yang dihasilkan tersebut,
tidak seluruhnya menjadi pendapatan penduduk daerah setempat. Hal itu
disebabkan ada sebagian pendapatan yang diterima oleh penduduk daerah lain.Akan
tetapi, untuk mendapatkan angka-angka tentang pendapatan yang mengalir
keluar/masuk suatu daerah masih sangat sukar diperoleh saat ini. Produk
regional neto terpaksa belum dapat dihitung dan untuk sementara produk domestik
regional neto. Dan untuk sementara produk domestik regional neto atas biaya
faktor dianggap sama dengan pendapatan regional (tanpa kata neto). Pendapatan
regional dibagi jumlah penduduk yang tinggal didaerah itu, hasilnya adalah
pendapatan perkapita.
Pendapatan Perorangan (Personal Income) dan
Pendapatan Siap Dibelanjakan (Disposable Income)
Apabila pendapatan regional (regional income) dikurangi pajak: pajak
pendapatan perusahaan (corporate income taxes), keuntungan yang tidak dibagikan
(undistributed profit), iuran kesejahteraan sosial (social security
contribution), ditambah transfer yang diterima oleh rumah tangga dan
pemerintah, bunga neto atas utang pemerintah, sama dengan pendapatan perorangan
(personal income). Apabila pendapatan perorangan dikurangi pajak pendapatan
perorangan , pajak rumah tangga/PBB, dan transfer yang dibayrkan oleh rumah
tangga akan sama dengan pendapan yang siap dibelanjakan (disposable income).
Pendapatan Regional atas Dasar Harga Berlaku dan
Harga Konstan
Seperti telah diuraikan di atas, angka pendapatan regional dalam
beberapa tahun menggambarkan kenaikan dan penurunan tingkat pendapatan
masyarakat di daerah tersebut. Kenaikan/penurunan dapat dibedakan menjadi 2
faktor berikut:
1. kenaikan/penurunan riil, yaitu kenaikan/penurunan tingkat
pendapatan yang tidak dipengaruhi oleh faktor perubahan harga. Apabila terjadi
kenaikan rill pendapatan penduduk berarti daya beli penduduk daerah tersebut
meningkat, misalnya mampu membeli barang yang sama kualitanya dalam jumlah yang
lebih banyak.
2. kenaikan/penurunan pendapatan yang disebabkan
adanya faktor perubahan harga. Apabila terjadi kenaikan pendapatan yang hanya
disebabkan inflasi maka walaupun pendapatan meningkat tetapi jumlah barang
barang yang mampu dibeli belum tentu meningkat. Perlu dilihat mana yang
meningkat lebih tajam, tinkat pendapatan atau tingkat harga.
Oleh karena itu, untuk mengetahui pendapatan yang
sebenarnya (rill), faktor inflasi harus dikeluarkan terlebih dahulu. Pendapatn
regional yang dalamnya masih ada unsur inflasinya dinamakan pendapatan regional
atas dasar harga berlaku. Sedangkan pendapatan regional dengan faktor inflasi
yang sudah ditiadakan merupakan pendapatan regional atas dasar harga konstan.
Untuk mengetahui apakah daya beli masyarakat meningkat atau tidak, pendapatannnya
harus dibandingkan dengan nilai konstan.
Harga konstan artinya harga produk didasarkan atas
harga pada tahun tertentu. Tahun yang dijadikan patokan harga disebut tahun
dasar untuk penentuan harga harga konstan. Jadi, kenaikan pendapatan hanya
disebabkan oleh meningkatnya jumlah fisik produksi, karena dianggap tetap (konstan).
Akan tetapi pada sektor jasa yang tidak memiliki unit produksi, nilai produksi
dinyatakan dalam harga jual. Oleh karena itu, harga jual harus dideflasi dengan
menggunakan indeks inflasi atau deflator lain yang dianggap lebih sesuai.
Metode Langsung
Metode langsung adalah perhitungan dengan
menggunakan data daerah atau data asli yang menggambarkan kondisi daerah dan
digali dari sumber data yang ada di daerah itu sendiri. Metode langsung dapat
dilakukan dengan mempergunakan tiga macam cara, yaitu:
1
Pendekatan Produksi
Pendekatan produksi adalah perhitungan nilai tambah barang dan jasa yang
diproduksi oleh suatu kegiatan/sektor ekonomi dengan cara mengurangkan biaya
antara dari total nilai produksi bruto sektor atau subsektor tersebut.
Pendekatan ini banyak digunakan unutk memperkirakan nilai tambah dari sektor
atau kegiatan yang produksinya berbentuk fisik/barang., seperti peranian,
perrtambangan, dan industri dan sebaginya. Nilai tambah merupakan selisih
antara nilai produksi (output) dan nilai biaya antara (intermediate cost),
yaitu bahan baku/penolong dari luar yang dipakai dalam proses produksi. Sektor
jasa yang menerima pembayaran atas jasa yang diberikan (sesuai dengan harga
pasar), masih bisa dihitung dengan pendekatan produksi.akan tetapi akan lebih
mudah dihitung dengan pendekatan pendapatan.
2
Pendekatan Pendapatan
Dalam pendekatan pendapatan, nilai tambah dari setiap kegiatan ekonomi
diperkirakan dengan menjumlahkan semua balas jasa yang diterima faktor
produksi, yaitu upah dan gaji dan surplus usaha, penyusutan, dan pajak tidak
langsung neto. Surplus usaha meliputi bunga yang dibayar neto, sewa tanah, dan
keuntungan.metode ini banyak dipakai pada sektor jasa, akan tetapi tidak
dibayar setara harga pasar, misalnya sektor pemerintahan. Hal ini disebabkan
karena kurang lengkapnya data dan tidak adanya metode yang akurat yang dapat
dipakai dalam mengukur nilai produksi dan biaya antara dari berbagai jasa,
terutama kegiatan yang tidak mengutip biaya.. selain itu, kutipan seringkali
tidak menggambarkan harga yang sebenarnya untuk pelayanan yang mereka berikan,
misalnya sektor pendidikan dan rumah sakit.
3
Pendekatan Pengeluaran
Pendekatan pengeluaran adalah menjumlahkan nilai penggunaan akhir dari
barang dan jasa yang diproduksi di dalam negeri. Kalau dilihat dari segi
penggunaan maka total penyediaan barang dan jasa itu digunakan untuk;
a. konsumsi rumah tangga
b. konsumsi lembaga swasta yang tidak mencari untung
c. konsumsi pemerintah
d. pembentukan modal tetap bruto (investasi)
e. perubahan stok
f. ekspor neto (total ekspor – total impor)
a. konsumsi rumah tangga
b. konsumsi lembaga swasta yang tidak mencari untung
c. konsumsi pemerintah
d. pembentukan modal tetap bruto (investasi)
e. perubahan stok
f. ekspor neto (total ekspor – total impor)
Metode Tidak Langsung
Metode tidak langsung adalah suatu cara
mengalokasikan produk domestik bruto dari wilayah yang lebih luas ke
masing-masing bagian wilayah, misalnya, mengalokasikan PDB Indonesia ke setiap
provinsi dengan menggunakan alokator tertentu, alokator yang dapat digunakan
adalah:
- Nilai produksi bruto atau neto setiap sektor/subsektor, pada wilayah yang dialokasikan
- Jumlah produksi fisik
- Tenaga kerja
- Penduduk
- Alokator tidak langsung lainnya
Dengan menggunakan salah satu atau kombinasi dari
berbagai dari beberapa alokator dapat diperhitungkan persentase bagian
masing-masing provinsi terhadap nilai tambah setiap sektor dan subsektor.
Metode ini terkadang terpaksa digunakan karena adanya kegiatan usaha yang
alokasinya ada dibeberapa wilayah, sedangkan pencatatan yang lengkap hanya
dilakukan di kantor pusat. Misalnya, laba perusahaan tidak tercatat pada
masing-masing wilayah melainkan hanya tercatat dikantor pusat. Contoh lain
apabila proses produksi bersifat berantai dan masing-masing mata rantai berada
pada wilayah yang berbeda.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar