Pengantar
Sungguh beruntunglah kita karena
diciptakan oleh Tuhan sebagai seorang manusia. Kita diciptakan sempurna dengan
bentuk tubuh yang lengkap dan juga diberikan akal fikiran yang membuat manusia
beda dengan makhluk ciptaan Tuhan yang lainnya.
Sebagai manusia, kita mempunyai
hakikat dalam menjalani kehidupan kita didunia ini. Adapun hakikat dari
kehidupan manusia yaitu makhluk, mulia, mempunyai beban, bebas, dan mendapatkan
pembalasan.
Sehebat-hebat kita, kita hanyalah
makhluk ciptaan Tuhan yang lemah. Kita hanyalah makhluk yang tidak dapat
berjalan sendiri tanpa pertolongan dari Tuhan. Oleh karena itu, sudah
sepantasnyalah dalam menjalani kehidupan ini, kita harus meminta pertolongan
dari Tuhan sebagai penguasa kehidupan yang kita jalani saat ini.
Walaupun sebagai makhluk ciptaan Tuhan,
manusia merupakan makhluk yang diciptakan oleh Tuhan berbeda dari makhluk
lainnya. Tuhan menjadikan manusia sebagai makhluk yang mulia karena diberikan
akal fikiran kepadanya dengan tujuan agar manusia bisa menggunakan akal fikiran
tersebut guna menjadi manusia yang taat pada Tuhan sebagai sang pencipta.
Sebagai makhluk yang mulia, manusia
juga diberikan beban oleh Tuhan. Menjadi perwakilan Tuhan di bumi, guna mengelola kekayaan bumi ini
untuk kemakmuran manusia itu sendiri dan juga kemakmuran makhluk-makhluk
ciptaan Tuhan yang lainnya.
Hakikat Manusia
Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan
yang paling sempurna diantara yang lainnya karena kita dikaruniai akal, pikiran
dan perasaan oleh Tuhan. Maka akan selalu memilih keputusan yang terbaik diantara
yang kita putuskan.
Secara hakikat manusia memiliki beberapa pengertian sesuai dengan ke’diri’anya,
meliputi:
- Makhluk yang memiliki tenaga untuk menggerakan hidupnya guna memenuhi berbagai kebutuhannya.
- Individu yang rasional, bertanggungjawab atas tingkah laku intelektual dan sosial.
- Mampu mengarahkan dirinya ke tujuan positif, mengontrol dirinya, dan mampu menentukan nasibnya sendiri.
- Makhluk yang berproses, menjadi berkembang, dan terus berkembang, sampai dititik akhir kehidupannya.
- Individu yang selalu melibatkan dirinya dalam usaha untuk mewujudkan dirinya sendiri, membantu orang lain, dan menjadikan kehidupan dunianya/lingkungannya menjadi berkualitas.
- Individu yang memiliki ‘potensi’ baik dan dan tidak baik.
- Individu yang ‘dipengaruhi dan mempengaruhi’ lingkungan sosialnya.
Kewajiban dan hak, merupakan indikator bahwa
manusia sebagai makhluk sosial. Dalam kehidupan, hak dimaknai sebagai sesuatu yang menyenangkan, sedangkan kewajiban
dimaknai sebagai beban. Tapi menurut (Drijar Kara, 1978) kewajiban bukan beban,
tetapi keniscayaan sebagai manusia, mengenal berarti mengingkari kemanusiaan,
sebaliknya melaksanakan kewajiban berarti kebaikan. Pemenuhan akan hak dan
pelaksanaan kewajiban berkaitan erat dengan keadilan, dapat dikatakan kedilan
terwujud bila hak sejalan dengan kewajiban. Kemampuan menghayati kewajiban
sebagai keniscayaan tidak lahir dengan sendirinya, tetapi melalui suatu proses
pendidikan (disiplin).
Kehadiran manusia pertama tidak
terlepas dari asal usul kehidupan di alam semesta. Asal usul manusia menurut
ilmu pengetahuan tidak bisa dipisahkan dari teori tentang spesies lain yang
telah ada sebelumnya melalui proses evolusi.
Evolusi menurut para ahli
paleontology dapat dibagi menjadi empat kelompok berdasarkan tingkat
evolusinya, yaitu : Pertama, tingkat pra manusia yang fosilnya ditemukan di
Johanesburg Afrika Selatan pada tahun 1942 yang dinamakan fosil
Australopithecus. Kedua, tingkat manusia kera yang fosilnya ditemukan di Solo
pada tahun 1891 yang disebut. pithecanthropus erectus. Ketiga, manusia purba,
yaitu tahap yang lebih dekat kepada manusia modern yang sudah digolongkan genus
yang sama, yaitu Homo walaupun spesiesnya dibedakan. Fosil jenis ini di
neander, karena itu disebut Homo Neanderthalesis dan kerabatnya ditemukan di
Solo (Homo Soloensis). Keempat, manusia modern atau Homo sapiens yang telah
pandai berpikir, menggunakan otak dan nalarnya.
Aspek-aspek hakikat manusia:
Sebagai Makhluk Tuhan
Manusia adalah subjek yang memiliki
kesadaran (consciousness) dan
penyadaran diri (self-awarness). Karena
itu, manusia adalah subjek yang sadar akan keberadaannya, mampu membedakan
dirinya atas segala sesuatu yang ada diluar dirinya (objek/alam) lain, dan
sadar akan pemikirannya. Namun, manusia menyadari perbedaannya, bahwa dalam
konteks keseluruhan alam semesta, manusia merupakan bagian dari padanya.
Manusia berkedudukan sebagai makhluk
Tuhan, maka dalam pengalaman hidupnya melalui fenomena kemakhlukan (MI
Soelaeman; 1998). Fenomena ini, antara lain, adanya pengakuan atas kenyataan adanya
perbedaan kodrat dan martabat manusia dari Tuhan-Nya. Manusia merasakan dirinya
begitu kecil dan rendah di hadapan Tuhan Yang Maha Besar dan Maha Tinggi. Manusia
mengakui keterbatasan dan ketidakberdayaannya dibanding Tuhan-Nya Yang Maha Kuasa
dan Maha Perkasa. Manusia serba tidak tahu, sedangkan Tuhan Serba Maha Tahu. Manusia
bersifat fana, sedangkan Tuhan Bersifat Abadi. Manusia merasakan kasih sayang Tuhan-Nya,
namun ia pun tahu pedih siksaNya.
Semua melahirkan rasa cemas dan
takut pada diri manusia terhadap Tuhan-Nya. Tetapi dibalik itu, diiringi pula
dengan rasa kagum, rasa hormat, dan rasa segan, karena Tuhan-Nya begitu luhur
dan suci. Semua itu menggugah kesediaan manusia untuk bersujud dan berserah
diri kepada Pencipta-Nya. Selain itu, sadar akan Maha Kasih
Sayang Pencipta-Nya, maka manusia berdoa. Dengan demikian, dibalik rasa cemas
dan takut, muncul adanya harapan yang mengimplikasikan kesiapan untuk tindakan
dalam hidup dan kehidupannya.
Sebagai Makhluk Individu
Kesadaran manusian akan dirinya
sendiri merupakan perwujudan individualitas manusia. Manusia sebagai individu
atau pribadi merupakan kenyataan yang paling riil dalam kesadaran manusia.
Sebagai individu, manusia adalah satu kesatuan yang tak dapat dibagi, memiliki
perbedaan dengan manusia lainnya sehingga bersifat unik, dan merupakan subjek
yang otonom.
Setiap manusia mempunya dunianya
sendiri, tujuan hidupnya sendiri. Masing-masing secara sadar berupaya
menunjukkan eksistensinya, ingin menjadi dirinya sendiri atau bebas bercita –
cita untuk menjadi seseorang tertentu dan masing – masing mampu menyatakan
“inilah aku” ditengah segala yang ada. Setiap manusia mampu mengambil distansi,
menempati posisi, berhadapan, menghadapi, memasuki, memikirkan, bebas mengambil
sikap, dan bebas mengambil tindakan atas tanggung jawabnya sendiri atau otonom.
Karena itu, manusia adalah subjek dan tidak sebagai objek.
Sebagai Makhluk Sosial
Manusia adalah makhluk individual,
namun demikian ia tidak hidup sendirian, tak mungkin hidup sendirian, dan tidak
pula hidup untuk dirinya sendiri. Manusia hidup dalam keterpautan dengan
sesamanya. Dalam hidup bersama (bernasyarakat) setiap individu menempati
kedudukan (status) tertentu. Disamping itu, setiap individu mempunyai dunia dan
tujuan hidupnya masing-masing, mereka juga mempunyai dunia bersama dan tujuan
hidup bersama dengan sesamanya. Selain dengan adanya kesadaran diri, terdapat
pula kesadaran sosial pada manusia. Melalui hidup dengan sesamanyalah manusia
akan dapat mengukuhkan eksistensinya. Sehubungan dengan ini Aristoteles
menyebut manusia sebagai makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat.
Sebagai Makhluk Berbudaya
Manusia memiliki inisiatif dan
kreatif dalam menciptakan kebudayaan, hidup berbudaya, dan membudaya.
Kebudayaan bukan sesuatu yang ada diluar manusia, bahkan hakikatnya meluputi
perbuatan manusia itu sendiri. Manusia tidak terlepas dari kebudayaan, bahkan
manusia itu baru menjadi manusia karena dan bersama kebudayaannya (C.A.
Vanpeursen,1957). Sejalan dengan ini Ernt Cassirer menegaskan bahwa “manusia
tidak menjadi manusia karena sebuah faktor didalam dirinya, misalnya naluri
atau akal budi, melainkan fungsi kehidupannya, yaitu pekerjaannya,
kebudayaanya. Demikianlah kebudayaan termasuk hakikat manusia” (C.A.
Vanpeursen, 1988).
Kebudayaan tidak bersifat statis,
melainkan dinamis. Kodrat dinamika pada diri manusia mengimplikasiakn adanya perubahan
dan pembaharuan kebudayaan. Hal ini tentu saja didukung pula oleh pengaruh
kebudayaan masyarakat atau bangsa lain terhadap kebudayaan masyarakat yang
bersangkutan. Selain itu, mengingat adanya dampak positif dan negatif dari
kebudayaan terhadap manusia, masyarakat kadang-kadang terombang ambing diantara
2 relasi kecenderungan. Disatu pihak ada yang mau melestarikan bentuk lama
(tradisi), sedang yang lain terdorong untuk menciptkan hal-hal yang baru
(inovasi).
Sebagai Makhluk Susila
Sebagai makhluk yang otonom atau
memiliki kebebasan, manusia selalu dihadapkan pada suatu alternatif tindakan
yang harus dipilihnya. Adapun kebebasan berbuat ini juga selalu berhubungan
dengan norma-norma moral dan nilai-nilai moral yang juga harus dipilihnya.
Karena manusia mempunyai kebebasan memilih dan menentukan perbuatannya secara
otonom maka selalu ada penilaian moral atau tuntunan pertanggung jawaban atas
perbuatannya.
Sebagai Makhluk Beragama
Aspek keberagamaan merupakan salah
satu karakteristik esensial eksistensi manusia yang terungkap dalam
bentuk pengakuan atau keyakinan akan kebenaran suatu agama yang diwujudkan
dalam sikap dan perilaku. Hal ini terdapat pada manusia manapun, baik dalam rentan
waktu (dulu-sekarang-akan datang) maupun dalam rintang geografis dimana manusia
berada. Keberagamaan menyiratkan adanya pengakuan dan pelaksanaan yang sungguh
atas suatu agama.
Dilain pihak, Tuhanpun telah
menurunkan wahyu melalui utusan-utusanNya, dan telah menggelar tanda-tanda di
alam semesta untuk dipikirkan manusia agar manusia beriman dan bertaqwa
kepadaNya. Manusia hidup beragama karena agama menyangkut masalah-masalah yanag
bersifat mutlak maka pelaksanaan keberagamaan akan tampak dalam kehidupan
sesuai agama yang dianut masing-masing individu. Hal ini baik berkenaan dengan
sistem keyakinannya, sistem peribadatan maupun berkenaan dengan pelaksanaan
tata kaidah yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, hubungan manusia
dengan manusia serta hubungan manusia dengan alam.
Kesimpulan
Manusia, adalah individu, bersosial, berbudaya, beretika, dan berAgama, yang terus berkreativitas dan berinovasi, didaratan dan lautan kehidupannya. Demi kebaikan, demi dunia-Nya.
(sumber: dari berbagai sumber)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar