Selasa, 19 Agustus 2014

Ekspor Sulteng Anjlok Sampai 40 Persen



Penerimaan devisa ekspor berbagai komoditas migas dan nonmigas dari Sulawesi Tengah anjlok hingga hampir 40 persen pada Januari 2014 setelah ekspor nikel mentah (ore) terhenti pasca pemberlakukan UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

"Penerimaan devisa ekspor sebesar 19,82 juta dolar AS, turun hampir 40 persen dibanding Januari 2013 yang mencapai 33,50 juta dolar AS," kata Kepala Badan Pusat Statistik Sulteng JB Priyono kepada pers di Palu, Senin.

Bila dibandingkan dengan bulan Desember 2013, penurunan ekspor itu mencapai 31 persen dimana pada Desember tercatat penerimaan devisa mencapai 28,71 juta dolar AS, katanya.

Ia memperkirakan pada Pebruari 2014 ini, ekspor akan semakin anjlok sebab ekspor nikel mentah diperkirakan nol karena belum ada penambang nikel membangun smelter seperti yang diamanahkan UU No 4 tahun 2009.

"Pada Januari 2014, ekspor nikel mentah masih berjalan sebab larangan ekspor baru berlangsung pada 12 Januari 2014," ujarnya.

Priyono mengatakan bahwa anjloknya ekspor Sulteng akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi daerah pada 2014 sebab ekspor bijih nikel menyumbang pada pertumbuhan ekonomi sampai sekitar 11 persen.

"Kalau pada 2013 pertumbuhan ekonomi Sulteng mencapai 9,28 persen, maka pada 2014 ini, bisa terpangkas sampai 10 persennya akibat hilangnya ekspor nikel mentah. Itupun kalau ekspor komoditas lain tidak mengalami perubahan," ujarnya.

Ia mengakui ada pelemahan dalam realisasi ekspor beberapa komoditas dari daerah ini, khususnya biji kakao, dimana pada Januari 2014 ini, realisasi ekspor biji kakao nihil.

Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola sebelumnya mengaku sudah memperkirakan akan terjadi penurunan ekspor setelah pemerintah melarang ekspor mineral mentah karena belum ada perusahaan tambang nikel yang memiliki smelter.

"Tidak apa-apa, memang dalam dua tiga tahun ke depan akan terjadi penurunan, namun kemudian akan kembali melejit setelah pabrik pengolahan nikel berdiri. Kebijakan pemerintah itu sangat baik untuk kemajuan ekonomi daerah dan nasional ke depan," ujarnya.

Ia meminta perusahaan-perusahaan tambang untuk mematuhi ketentuan UU No 4 tahun 2009 karena tidak ada alasan lagi bagi perusahaan untuk mengatakan belum siap membangun smelter.

"Waktu lima tahun telah diberikan pemerintah untuk mempersiapkan diri sebelum UU itu diberlakukan pada Januari 2014. Jadi jangan ada lagi yang bilang belum siap. Kalau memang tidak siap, bikinlah konsorsium untuk membangun smelter secara bersama-sama," ujarnya. (
sumber berita: antarasulteng.com Senin, 3 Maret 2014 16:02 WIB)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar