Ekspor
biji kakao kering dari Sulawesi Tengah pada April 2014 kembali bergerak dengan
menyumbang devisa 330.000 dolar AS setelah Januari-Maret 2014 tidak terealisasi
sama sekali.
"Bulan April 2014 ekspor biji kakao kembali bergerak dan menjadi kontributor terbesar yakni mencapai 35 persen dari total penerimaan devisa Sulteng sebesar 950.000 dolar AS," kata Kepala BPS Sulteng JB Prijono kepada pers di Palu, Senin.
Ia tidak menjelaskan mengapa ekspor biji kakao kering Sulteng yang selama ini memberikan kontribusi cukup besar dalam penghasilan devisa, tiba-tiba `menghilang` sejak Januari 2014.
Namun Asisten Ekonomi dan Pembangunan Pemprov Sulawesi Tengah Bunga Elim Somba di tempat terpisah mengemukakan bahwa kemerosotan ekspor kakao ini disebabkan oleh banyaknya kebun kakao rakyat yang direhabilitasi lewat program gerakan nasional (Gernas) kakao selama tiga tahun terakhir.
"Karena banyak kebun direhabilitasi maka produksinya merosot. Kita masih harus menunggu satu sampai dua tahun ke depan baru produksi kakao ini kembali naik," kata Elim Somba yang ditemui di Hotel Mercure Palu, Minggu (1/6) malam.
Kepala BPS Sulteng Prijono selanjutnya mengemukakan bahwa selama Januari-April 2014, ekspor Sulteng hanya mampu menghasilkan devisa sebanyak 46,8 juta dolar AS, merosot dibanding periode sama 2013 yang mencapai 60,2 juta dolar AS.
Penyebab utamanya adalah terhentinya ekspor nikel (ore) sehubungan larangan ekspor mineral mentah berdasarkan UU No. 4 Tahun 2009 tentang mineral dan batu bara yang berlaku mulai 12 Januari 2014.
Komoditi andalah ekspor Sulteng saat ini setelah ekspor nikel mentah terhenti adalah biji kakao, ikan dan udang, getah damar serta kayu dan barang dari kayu.
Negara tujuan ekspor terbesar adalah Malaysia yang membeli biji kakao Sulteng dan Amerika Serikat yang membeli hasil-hasil perikanan dan udang.
Mengenai impor, Prijono mengemukakan bahwa nilai impor selama Januari-April 2014 mencapai 23,74 juta dolar AS, naik dibanding periode sama tahun sebelumnya senilai 16,44 juta dolar AS.
Ini berarti, kinerja perdagangan internasional Sulawesi Tengah masih surplus sekitar 15 juta dolar AS, ujarnya.
Barang impor Sulteng terutama mesin-mesin peralatan listrik, pesawat mekanik, dan bahan bakar mineral yang banyak dibutuhkan oleh investor yang sedang membangun kilang pengolahan nikel dan pembangkit listrik.
"Hampir 80 persen barang-barang impor itu didatangkan dari Tiongkok," ujarnya. (sumber berita: antarasulteng.com Selasa, 3 Juni 2014 02:32 WIB)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar