Rabu, 30 Januari 2013

Inovasi Teruslah Berinovasi

Siapa penentu terjadinya inovasi pada sebuah organisasi atau usaha bisnis? 
Para penganut aliran ‘manusia adalah roh organisasi’, akan menjawab SDM-nya. 
Para penganut strukturalisme organisasi, akan menjawab departemen penelitian dan pengembangan (Litbang) atau unit R&D (research and development). 
Para penganut otokrasi, akan menjawab ”Bos”. Karena Bos adalah penentu inovasi satu-satunya dan segala-galanya. 

< “Inovasi manajemen: Kebebalan, disasosiasi dan perubahan” ~ James W. Sasongko >

Inovasi wajib dipahami dan dilaksanakan para pelaku bisnis jika ingin usahanya eksis dan sukses di pasar. Tanpa inovasi rasanya kurang keren, mati gaya, sulit maju dan ketinggalan jaman alias jadul (jaman dulu). Apakah perusahaan Anda ingin maju? Lakukan Inovasi, Inovasi dan Inovasi, segera!!!

Menurut wikipedia, inovasi berasal dari bahasa Inggris Innovation, dan dalam kosakata baku bahasa Indonesia disebut reka baru. Inovasi adalah proses/hasil pengembangan pemanfaatan/mobilisasi pengetahuan, keterampilan (teknologis) dan pengalaman untuk menciptakan atau memperbaiki produk (barang/jasa), proses/sistem baru yang memberikan nilai signifikan pada bidang ekonomi dan sosial. 

Dalang Inovator
Ki Enthus Susmono, disebut “dalang kontemporer”, karena menampilkan wayang berwajah Tukul Arwana, Presiden Amerika Barack Obama, Almarhum Gus Dur, Superman dan beberapa tokoh terkenal lainnya. Di acara Bukan Empat Mata (Episode 886), Tukul Arwana bertanya, mengapa ia dijuluki dalang kontemporer, ’’Kalau saya tampil sebagai dalang biasa, berapa lama waktu saya untuk dikenal luas masyarakat? Sekarang jamannya orang dituntut berinovasi dan berprestasi, makanya saya harus menampilkan sesuatu yang beda.” jawabnya. Lebih lanjut dikatakan, “Ada satu pertanyaan yang mengganjal pikiran saya, apakah 20 tahun mendatang, wayang masih disukai penonton? Kalau hanya menyuguhkan cerita wayang seperti saat ini, saya khawatir tidak ada satu orangpun yang suka dan wayang akan ditinggalkan penontonnya.”

Seorang dalang konvensional akan taat pada pakem perwayangan. Artinya bentuk wayang, tutur bicara dalang, urutan tampil, alur cerita, tata bahasa serta nyanyian para sinden ~~ nyaris serupa walau tak sama. Ki Enthus sengaja memasarkan personal “dalang” branding nya melalui ’’bertutur kata kasar’’. Menurut harian Suara Merdeka Semarang (8 Juli 2002), Ki Enthus Susmono adalah dalang inovator yang identik dengan ”Dalang Asu” (asu bahasa jawa = anjing, Red). Setiap kali menggelar pertunjukan, dia sering menggunakan kata “asu” sebagai sapaan akrab kepada penonton. Julukan itu melekat dan menjadi ciri khas yang membedakannya dari dalang lain. Inovasi dan kreasi yang diciptakannya memang berkonotasi negatif tetapi bagi penonton justru karakter ”pasaran” tersebut menarik dan bisa diterima. Gaya bicara ”kasar” membuat dirinya terkenal di tingkat lokal, nasional bahkan internasional. Sukses Ki Enthus ditentukan oleh selera masyarakat penonton, bukan oleh pakar-pakar pewayangan yang mengacu kepada pakem baku yang cenderung satun, mendidik dan beradab.

Inovasi dan Followers
Sebuah langkah inovasi yang sukses selalu diikuti oleh followers (pengikut, peniru, penjiplak, pembonceng atau apapun namanya). Siapa yang tidak kenal dengan rokok mild pertama? Saat pasar belum mengenal rokok mild, perusahaan rokok ini mengedukasi pasar dengan biaya dan waktu yang tidak sedikit. Serta menyedot banyak energi dan sumber daya perusahaan. Berkat ketekunan dan kegigihan yang konsisten, langkah inovasi ini akhirnya dapat menggugah rasa penasaran konsumen untuk mengenal dan jatuh cinta. Mereka hadir menawarkan nilai life style baru “merokok mild lebih aman dibanding merokok reguler atau konvensional”. Mereka seolah berkata, “Teruslah merokok tetapi dengan cara yang lebih sehat”. 

Sebagai inovator rokok mild pertama, sukses yang diraih tidak identik dengan dominasi pasar. Mengapa? Rokok mild ini hadir mengambil porsi sebagai produk premium dengan harga jual eceran tinggi. Kendala harga ditambah luasnya jangkauan pasar, membuat mereka tidak mampu mendominasi semua potensi pasar. Bagi followers peluang ini terbuka tuk masuk dan bermain di level “rokok murah” (low price). Mereka berlomba masuk pasar, mengekor, menguntit, mengincar dengan tanpa rasa sungkan. Konon beberapa brand justru sukses merebut pasar dan eksis sampai sekarang. 

Berapa jumlah followers yang ikut bermain di pasar mild saat ini? Banyak sekali, melebihi hitungan seluruh jari kaki ditambah jari tangan. Siapakah mereka? Pemodal besar dan kecil. Mereka berlomba adu cepat memperebutkan pasar rokok Mild. Dan dalam sekejab, pasar penuh sesak. Seakan tidak ada lagi sisa ruang bagi mereka yang datang terlambat. “Pat pat gulipat, kedua tangan dilipat. Siapa suruh datang terlambat, Anda sudah kehabisan tempat”. Pantun yang tepat tuk mengingat bahwa pepatah mengatakan, “siapa cepat dia dapat” yang artinya kalau terlambat sudah pasti kehabisan tempat (pasar).

Dari sini bisa dipetik hikmah, kalau ingin melangkah sebagai inovator, berkreasilah melalui produk/jasa yang belum pernah ada. Hadirlah sesuai dengan selera konsumen. Kuasai pasar seluas-luasnya untuk meraih keuntungan sebanyak banyaknya. Sadarilah, bahwa sukses inovasi (produk/jasa) tidak akan berselang lama. Para pesaing (followers) akan segera masuk dan meniru semuanya. Prinsip mereka, kalau bisa meniru (followers) kenapa bersusah payah menjadi pelopor (trend setter)?. Mengapa (Why)?

Sebagai pelaku bisnis, apapun jualannya yang penting profit. Soal etika “di cap” sebagai peniru, penjiplak, plagiat, pengekor dll bisa diselesaikan belakangan. Kalau digugat si pelopor utama, ya diusahakan jalan damai. Kalau tidak di gugat yah … dilanjutkan!. Intinya, kalau bisa dipermudah mengapa dipersulit? Kalau bisa sederhana mengapa dibikin rumit? Ini hanya sebuah ulasan, bagaimana pendapat Anda?



 sumber:
kompasiana, opini, Empu Swarnam, 30/01/2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar