I. PENDAHULUAN
Dalam banyak pengalaman,
sebagaian besar organisasi nonprofit dan organisasi pemerintah pada dasarnya
memiliki type yang sulit dalam mendefinisikan strateginya bila financial
perspective menjadi sudut pandang utamanya. Kesuksesan dalam bidang
keuangan bukanlah tujuan utama pada sebagian besar organisasi nirlaba dan
pemerintah. Pada jenis ini, organisasi dibangun dengan menempatkan konsumen
atau masyarakat sebagai sasaran tertinggi dalam hirarki organisasi.
Pada sektor
organisasi profit, konsumen diperlakukan
sebagai pembeli dan penerima jasa. Artinya konsumen bila ingin mendapatkan
layanan maka mereka harus membayar. Kedua peran itu saling melengkapi dan tidak
ada orang yang berfikir hal itu dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Akan
tetapi dalam nirlaba, pihak donor menyediakan dana dan penerima jasa layanan
dari organisasi adalah kelompok masyarakat yang menjadi sasaran organisasi
tersebut. Oleh karena itu dalam organisasi nirlaba dan publik, perspektif
konsumen dan penyandang dana (donor) ditempatkan pada aspek puncak dalam
menyusun strategi organisasi.
Namun, menurut
Wright et.al (1996) prinsip dasar dari management strategic pada organisasi
profi dan nirlaba adalah serupa. Hal ini dikarenakan kedua jenis organisasi ini
merasakan pentingnya dalam menilai berbagai aspek dalam menyusun strateginya.
Misalnya, semua organisasi perlu melakukan analisis lingkungan; memformulasikan sebuah visi, misi, dan
tujuannya; menyusun strategi yang tepat; mengimplementasikan strategi, dan
melakukan kontrol atas pelaksanaan strategi. Akan tetapi, pada nirlaba dan publik organisasi terdapat berbagai perbedaan
yang unik antara kedua bentuk organisasi itu. Hal ini terutama terletak pada
penetpan tujuan dan juga funding support dari organisasi.
Pada paper singkat ini akan dibahas
secara singkat perbedaan-perbedaan antara organisasi pencari laba dan
organisasi nirlaba dan pengaruhnya terhadap proses manajemen strategis.
II. RUMUSAN MASALAH
Berangkat dari uraian di atas,
pembahasan yang dilakukan dalam aspek ini adalah berkaitan dengan berbagai hal
berikut:
- Pentingnya organisasi nirlaba
- Strategi pada organisasi nirlaba
- Arti pentingnya sumber penerimaan pada organisasi nirlaba
- Pengaruh berbagai kendala terhadap manajemen strategis pada organisasi nirlaba
- Strategi-strategi popular pada organisasi nirlaba.
III.
METODE KAJIAN
Kajian yang dilakukan bersifat
teoritis, oleh karena itu metode
analisis yang dipakai dalam kajian ini menggunanakan analisis deskriptif. Guna
menunjang tulisan ini sumber data dan informasi dilakukan melalui telaah
literatur baik bersal dari buku teks maupun jurnal dan sumber lainnya yang
berkaitan dengan topik ini. Dari kajian dan sumber terbatas yang di lakukan, diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan tentang konsep/ aspek manajemen
strategi pada organisasi nirlaba dan publik.
IV. PEMBAHASAN
Secara khusus, terminolog
nirlaba meliputi perusahaan swasta nirlaba (Seperti rumah sakit,
institut, perguruan tinggi swasta, dan organisasi amal) dan unit atau
lembaga pemerintah (seperti departemen sosial, lembaga pemasyarakatan, dan
universitas negeri). Hal ini selaras dengan konsep yang dikemukakan oleh Wright
et.al (1996) yang menyatakan bahwa organisasi nirlaba dapat dikatagorikan
menjadi dua kelompok, yakni organisasi nirlaba swasta (umumnya mengacu pada
organisasi nirlaba) dan organisasi nirlaba publik (dikenal dengan organisasi
publik). Perbedaan antara organisasi nirlaba swasta dan organisasi nirlaba
publik serta organisasi laba dapat diilustrasikan pada Tabel 1 berikut ini.
Tabel 1. Beberapa Perbedaan Antara Organisasi Laba dan
Nirlaba
Sumber: Diadopsi dari Wright
et.al, 1996.
Organisasi nirlaba merupakan
suatu kesatuan yang berupaya untuk memberikan kontribusi bagi penciptaan
kehidupan sosial yang lebih baik dan didukung oleh pendanaan pihak swasta. Contoh dari organisasi nirlaba swasta adalah:
§
Private educational Institutions, seperti: Harvard
University, The University of Chicago
§
Charities (organisasi amal), seperti: Easter
Seal Society, Marc of Dimas
§
Social service organization, seperti: Alcoholic
Anonymous, Girl Scouts of the USA
§
Health service organization, seperti: Houston’s
Methodist Hospital, Johns Hopkins Healtn Sysytem
§
Foundation, seperti: Ford Foundation,
Rockefeller Foundation.
§
Cultural organization, seperti: Los Angeles
Philharmonic Orchestra, Chicago’s Field Museum of natural History.
Sementara organisasi nirlaba
publik adalah organisasi nirlaba yang dibangun dan didanai oleh sektor publik
yang meliputi pemerintah dan berbagai institusi yang ada pada pemerintahan:
§
Federal governementagencies, sperti: internal
revenue services, United State Navy, Environmental Protection Agency
§
State government agencies, seperti: University
of Kentaucky, Texas Departement of Correction, Pennsylvania Turnpike Authority.
§
Local Government agencies, seperti: Dallas
Public Library, Dade Country Sheriff’s Departement, New York City Transit
Authority.
Secara tradisional, berbagai
studi dalam manajemen strategis hanya berhubungan dengan perusahaan-perusahaan pencari laba dengan
kekecualian pada organisasi nirlaba dan organisasi pemerintah. Sampai saat ini
relatif masih sedikit penelitian dibidang orginasasi nonprofit, namun terus
berkembang. Berdasarkan beberapa penelitian empiris menyatakan bahwa organisasi
nirlaba masih berada dalam tahap awal dalam menggunakan manajemen strategis.
Banyak para mahasiswa dan praktisi
sekarang mempercayai bahwa berbagai konsep dan teknik manajemen startegis dapat
diadaptasi dengan sukses pada organisasi-organisasi nirlaba. Walaupun bukti
yang diberikan belum konklusif, namun ada hubungan antara upaya-upaya
perencanaan strategis dan ukuran-ukuran kinerja seperti pertumbuhan.
4.1 Mengapa
Nirlaba?
Sektor nirlaba dalam suatu
perekonomian merupakan sektor penting untuk beberapa alasan. Pertama,
masyarakat menginginkan barang dan jasa tertentu (terutama jasa layanan) yang
oleh perusahaan pencari laba tidak dapat atau tidak akan disediakan. Hal
tersebut berhubungan dengan barang publik atau kolektif karena orang yang tidak
membayar untuk barang-barang tersebut juga menerima manfaat darinya. Jalan
beraspal, perlindungan polisi, museum, dan sekolah-sekolah adalah contoh barang
publik. Orang tidak akan dapat menggunakan barang-barang hasil produksi swasta
bila tidak mampu membayarnya. Secara umum, jika sebuah barang publik tersedia,
setiap orang dapat menggunakannya, menarik manfaat darinya, atau menikmatinya.
Kedua
organisasi swasta nirlaba cenderung menerima manfaat dari masyarakat, yang
perusahaan pencari laba tidak dapat memperolehnya. Status penerima kelebihan
pajak adalah salah satu manfaat utama yang diterima organisasi nirlaba. Section
501 [c] 3 dalam parusahaan pajak Kantor Pajak Amerika Serikat [IRS]
membebaskan perusahaan tanpa saham dari pajak pendapatan perusahaan. Di Amerika
Serikat organisasi swasta nirlaba juga menikmati pembebasan dari berbagai pajak
lainnya dari negara bagian, lokal dan federal. Dibawah kondisi-kondisi
tertentu, organisasi tersebut menarik manfaat dari pengurangan pajak kontribusi
para donor dan kewajiban-kewajiban keanggotaan. Sebagai tambahan, mereka
memenuhi syarat untuk menikmati kemudahan jasa layanan pos kelas tiga.
Manfaat-manfaat tersebut disediakan karena organisasi swasta nirlaba biasanya
adalah organisasi jasa layanan, yang diharapkan menggunakan setiap kelebihan
penerimaan atas biaya untuk meningkatkan pelayanan atau mengurangi harga jasa
layanannya. Orientasi jasa layanan itu dicerminkan dengan fakta bahwa
organisasi nirlaba tidak menggunakan terminology pelanggan kepada para penerima
jasa layanannya. Mereka biasanya menyebut para penerima jasa layanan sebagai
seorang pasien, pelajar, klien, atau sebutan sederhananya ‘ Publik ‘.
4.2. Pendekatan
Formulasi Strategi Pada Organisasi Nirlaba
Pada dasarnya organisasi
nirlaba dan pemerintahan mengalami kesulitan dalam membangun struktur
organisasinya bila aspek keuangan menjadi prioritas dalam hirarkinya penyusunan
strategi. Oleh karena itu aspek keuangan bukanlah hal faktor kunci bagi
kesuksesan organisasi nirlaba dan pemerintahan. Tujuan utama dari organisasi
nirlaba dan pemerintah adalah menempatkan layanan bagi konsumen sebagai target utama dari hirarki strategi.
Pada organisasi nirlaba dan pemerintah,
dalam penyusunan strategi seharusnya mempertimbangkan dan menempatkan upaya
pencapaian tujuan jangka panjang pada bagian utama dari strateginya, misalnya
seperti menurunkan tingkat buta huruf dan memperbaiki kondisi lingkungan
masyarakat (kapaln dan Norton, 2001). Selanjutnya tujuan dalam organisasi
nirlaba dapat dicapai melalui peningkatan
level dari tujuan itu sendiri. Oleh karena itu, aspek keuangan bukanlah
indikator yang relevan bagi pengukuran pencapaian misi dan tujuan organisasi nirlaba. Misi organisasi
seharusnya ditonjolkan dan diukur pada level yang paling tinggi dalam hal
pelayanan pada konsumen (masyarakat). Kaplan dan Norton (2001) mengilustrasikan
kerangka kerja strategi pada organisasi nirlaba sesepeti ditunjukkan pada
Gambar 1 berikut ini.
Dari Gambar 1 terlihat bahwa pada organisasi nirlaba misi dirumuskan bagi kepuasan penyandang
dana (donor) dan konsumen atau masyarakat. Kedua aspek ini merupakan titik
tolak aktivitas dalam organisasi dan faktor keuangan tidak menjadi target hasil
kegiatan organisasi..
Gambar 1. Kerangka Kerja
Strategik pada Organisasi Nirlaba
Sumber; Diadopsi dari Kaplan dan Norton,
2001
Disisi lain, Kaplan
dan Norton (2001) menggambarkan bahwa dalam sektor publik atau pemerintahan
kerangka kerja strateginya sedikit berbeda. Hal ini lebih disebabkan oleh sifat
pendanaan kegiatan yang berasal dari pemerintah itu sendiri yang berasal dari
pajak atau bantuan lainnya (donor asing). Kerangka kerja strategik dari
organisasi sektor publik ini dapat diilustrasikan sebagai berikut.
Gambar 2. Kerangka Kerja Organisasi Sektor Publik
Sumber; Diadopsi dari Kaplan dan Norton, 2001
Dari Gambar 2 di atas
terlihat bahwa kerangka kerja pada organisasi publik sedikit berbeda dengan
organisasi nirlaba. Menurut Kaplan dan Norton (2001) pandangan konsumen atau
penyandang dana pada organisasi publik
terbagi atas tiga tingkatan, yakni:
- Biaya yang terjadi (cost incurred). Hal ini menekankan pada pentingnya pencapian efisiensi dalam aktivitas operasional. Pengukuran biaya meliputi dua aspek yakni pengeluaran organisasi dan biaya sosialnya yang terjadi dalam masyarakat melalui organisasi.
- Value Created. Hal ini menekankan pada sudut pandang benefit yang diperoleh masyarakat (konsumen) dari aktivitas yang dilakukan organisasi publik. Hal ini merupakan hal yang paling banyak masalah dan sulit untuk diukur.
- Legitimizing Support. Hal ini adalah berkenaan dengan kelenjutan organisasi, oleh karenanya organisasi harus bekerja keras memadukan tujuan organisasi dan sumber dana yaitu melalui peraturan, undang-undang dan pajak.
Lebih jauh Kaplan dan Norton
(2001) menguraikan upaya pencapaian
tujuan pada publik organisasi melalui rangkaian aktivitas kerjasama dalam
organisasi. Aktivitas ini ditunjukkan melalui kontribusi setiap individu dalam
organisasi dan mempromosikan integritas
yang masksimal dari komunitas organisasi tersebut. Model integritas kerjasama
ini dapat diilustrasikan pada Gambar 3 berikut ini. Pada Gambar 3, terlihat bahwa pada publik organisasi dalam pencapaian tujuan organisasi
berbagai perspektif aktivitas yang ada dalam organisasi harus saling terkait.
Hal ini dimulai dari financial perspective yang dapat memberikan
dukungan dana bagi pelaksanaan aktivitas organisasi yang tergambar dari peningkatkan asset
organisasi dan layanan; efektivitas
kompensasi, kinerja dan pelayanan; dan ketepatan dukungan dana bagi seluruh
program atau jasa. Semua ini akan dapat membentuk kekuatan pada learning and
growth organization dan Internal Perspective Oerganization. Dan pada
akhirnya kekuatan dari pertumbuhan dan Internal Perspective akan dapat
membentuk customer perspetive secara lebih baik. Customer persepetive
ini akan tergambar dari kepuasan mereka akan layanan organisasi, optimaliasai
kualitas hidup masyarakat, dan pengakuan masyarakat akan kekebaradaan
organisasi tersebut.
Gambar 3. Model Kerjasa
Terintegrasi Dalam Mencapa Tujuan Organisasi Pada Organisasi Publik
Sumber; Diadopsi dari Kaplan dan Norton,
2001
Guna memberikan gambaran
yang lebih lengkap atas konsep strategi pada organisasi nirlaba dan organisasi
publik, Kaplan dan Norton (2001) menampilkannya dalam bentuk tahapan seperti
ditunjukkan pada Gambar 3. Dari Gambar 3 tersebut terlihat bagaimana strategi
disusun dengan fokus pada perseptive konsumen sebagai tujuan organisasi. Hal
ini memperlihatkan tehapan-tahapan yang harus dilakukan organisasi dan juga
obyektivitas dari setiap aktivitas yang harus dilakukan pada setiap level
kegiatan yang pada akhirnya akan bermuara pada pencapaian misi organisasi yang
terwujud dari peningkatan kesejahteraan kehidupan konsumen atau masyarakat.
Sumber; Diadopsi dari Kaplan dan Norton,
2001
4.3 Arti Penting
Sumber Penerimaan
Gambaran yang paling membedakan
antara organisasi nirlaba dengan organisasi nirlaba lainnya, demikian pula
dengan perusahaan pencari laba, adalah sumber penerimaan. Perusahaan pencari
laba tergantung pada penerimaan yang diperoleh dari penjualan barang-barang dan
jasa kepada para pelanggannya, yang biasanya membayar atas biaya dan
pengeluaran untuk penyediaan produk atau jasa. Organisasi nirlaba, sebaliknya,
sangat tergantung pada iuran, kewajiban, dan sumbangan dari para anggotanya,
atau pembiayaan dari agen sponsor seperti institusi pemerintah, untuk menanggulangi
seluruh biaya dan pengeluarannya.
4.3.1 Sumber-sumber Penerimaan Nirlaba
Not-for-profit (NFP) organizations
atau oganisasi-organisasi nirlaba menghasilkan penerimaannya dari berbagai
sumber, tidak hanya berasal dari klien yang menerima produk atau jasa mereka.
Penerimaan tersebut bahkan dapat berasal orang-orang yang tidak menerima jasa
yang sedang mereka subsidi. Organisasi-organisasi amal seperti Amarican Cancer
Society dan CARE adalah contoh-contohnya. Jenis lain NFP – seperti serikat
pekerja dan rencana sukarelawan medis – penerimaan paling banyak berasal dari
anggota, yaitu orang-orang yang menerima pelayanan. Namun demikian, para
anggota biasanya membayar iuran di muka
dan kemudian harus menerima apapun pelayanan yang mereka harapkan. Pelayanan sering
diterima lama setelah iuran-iuran dibayarkan.
Dalam perusahaan pencari laba,
koneksi antara pelanggan atau klien dan organisasi biasanya sederhana dan
langsung. Perusahaan-perusahaan cenderung tergantung sepenuhnya pada penjualan
produk atau jasa mereka kepada pelanggan untuk memperoleh penerimaan, dan
karena itu mereka sangat tertarik untuk menyenangkan para pelanggannya. Seperti
ditunjukkan pada Gambar 5, organisasi pencari laba (Organisasi A) mencoba
mempengaruhi pelanggan untuk tetap membeli produknya dan menggunakan jasa
layanannya. Baik membeli atau tidak membeli item yang ditawarkan, para
pelanggan berada dalam posisi secara langsung mempengaruhi proses pengambilan
keputusan organisasi. Oleh karena itu, bisnis tersebut dikatakan berorientasi
pasar.
Gambar 5. Pengaruh
Sumber Penerimaan
Terhadap Pengaruh Pada Pola Pelayanan Pelanggan Pada
Organisasi
Sumber: Diadopsi dari Wheelen dan Hunger, 2000
Dalam kasus organisasi nirlaba, hubungan antara organisasi
yang menyediakan dan orang yang menerima jasa hampir dapat dipastikan sangat
berbeda. Oleh karena penerima jasa layanan biasanya tidak membayar seluruh
biaya, maka diperlukan sponsor luar. Dalam banyak contoh, para sponsor menerima
jasa apa pun namun memberikan sebagian atau sepenuhnya pembiayaan yang
diperlukan untuk operasioanl. Pihak sponsor tersebut dapat berupa pemerintah
(dengan menggunakan uang para pembayaran pajak) atau organisasi-organisai amal,
seperti United Way (dengan menggunakan dana sumbangan sukarela). Seperti
ditunjukkan pada Gambar 14., organisasi nirlaba dapat setengah bergantung pada
para sponsor (Organisasi D) dalam pembiayaannya. Semakin sedikit uang yang
diterima organisasi nirlaba dari klien penerima jasa atau produk, semakin
berkurang orientasi pada pasar yang dilakukan organisasi nirlaba.
4.3.2 Pola
Pengaruh Terhadap Pengambilan Keputusan Strategis
Pola pengaruh pada pengambilan
keputusan strategis tergantung pada sumber-sumber penerimaan organisasi
tersebut. Seperti tampak pada Gambar 1, sebuah universitas swasta (Organisasi
B) tergantung sepenuhnya pada uang kuliah mahasiswa dan dana-dana berasal dari
klien lainnya kurang lebih 71 % dari pendapatannya. Oleh karena itu
keinginan-keinginan mahasiswa hampir dapat dipastikan berpengaruh kuat (Seperti
yang ditunjukkan dengan garis yang tidak
terputus-putus terhadap pengambilan keputusan universitas daripada
keinginan-keinginan lainnya yang berasal dari sponsor, seperti alumni dan
yayasan-yayasan swasta. Relatif kecilnya pengaruh sponsor terhadap organisasi
dicerminkan dengan sebuah garis putus-putus. Sebaliknya, universitas negeri
[organisasi c] sangat tergantung pada sponsor luar, seperti dewan perwakilan
rakyat, untuk pendanaannya. Uang kuliah mahasiswa dan dana-dana yang berasal
dari klien lainnya relatifnya dalam jumlah persentase yang kecil (biasanya
hanya 37%) dari total penerimaannya. Oleh karena itu, pengambilan keputusan
universitas tersbut sangat dipengaruhi oleh sponsor (garis yang tidak
terputus-putus). Dalam kasus organisasi D, klien tidak memiliki ukuran penagruh
langsung pada organisasi karena klien tidak membayar sama sekali atas jasa yang
diterimanya. Dalam jenis situasi seperti ini, organisasi cenderung mengukur
efektivitasnya dari kepuasaan para sponsor. Organisasi tidak memiliki ukuran
yang nyata dalam efisiensi selain dari kemampuan untuk membawa misinya dan
mencapai sasaran-sasarannya dalam kontribusi uang yang diterima dari para
sponsornya. Berbeda dengan organisasi yang para kliennya memberikan kontribusi
signifikan terhadap proporsi penerimaan yang dibutuhkan, organisasi D
sebetulnya mampu meningkatkan jumlah penerimaannya dengan terus-menerus melobi
para sponsornya untuk meningkatkan jumlah sumbangannya, sementara dilain sisi
mengurangi tingkat pelayanan kepada para kliennya.
Dengan
mengesampingkan persentase total pembiayaan yang dihasilkan klien, pihak klien
dapat berusaha untuk tidak secara langsung mempengaruhi organisasi nirlaba
melalui para sponsor. Situasi tersebut digambarkan dengan garis terputus-putus
yang menghubungkan klien dengan para sponsor di organisasi B, C dan D. Klien
departemen sosial atau penghuni penjara, sebagai contoh, dapat meningkatkan
secara tidak langsung jasa layanan yang mereka terima jika mereka menekan para
petugas pemerintah dengan menulis surat kepada para pembuat undang-undang
(dewan perwakilan rakyat), mengisi tuntutan hukum, atau bahkan melakukan kerusuhan.
Para mahasiswa di universitas negeri dapat pula melobi petugas negara, dewan
perwakilan rkyat atau mengadakan demontrasi untuk mendukung perubahan-perubahan
lainnya yang mereka inginkan.
Kunci
untuk memahami manajemen organisasi nirlaba adalah dengan mempelajari siapa
yang membayar untuk jasa layanan yang diberikan. Jika penerima jasa layanan
membayar hanya dalam proporsi yang kecil dari total biaya jasa layanan
tersebut, para manajer strategis hampir dapat dipastikan akan lebih
memperhatikan untuk memuaskan kebutuhan
dan keinginan para sponsor atau lembaga-lembaga yang mendanai daripada
memuaskan kebutuhan dan keinginan orang-orang yang menerima jasa layanan
tertsebut. Maka proses akuisisi terhadap sumber daya dapat berakhir dengan
sendirinya.
4.3.3
Kegunaan Konsep dan Teknik –teknik Manajemen Strategis
Orientasi pasar yang mendasari
penelitian teknik portofolio dan Profit impact of marketing strategies (PIMS)
tidak membawa kepada situasi dimana kepuasaan klien penerimaan terkait secara
langsung, tetapi hanya terkait secara tidak langsung. Analisis industri
mungkin relevan pada beberapa organisasi nirlaba, tetapi tidak bagi organisasi
yang mendapatkan sebagian besar pendanaannya dari sponsor. Namun demikian,
analisis SWOT dan analisis stakeholder adalah teknik yang relevan bagi sebuah
organisasi nirlaba sebagaimana teknik tersebut digunakan dalam sebuah organisasi pencari
laba. Manajemen strategis sulit diaplikasikan jika output organisasi sulit
diukur dengan obyektif, seperti dalam kasus banyak organisasi nirlaba. Jadi,
kebanyakan organisasi nirlaba kemungkinan besar tidak menggunakan manajemen
strategis karena konsep, teknis, dan solusi-solusinya tidak dapat menolong
organisasi tersebut pada situasi dimana para sponsorlah, bukan pasar, yang
menetukan pendapatan yang akan diterima organisasi nirlaba itu. Namun demikian,
situasi itu sedang berubah. Kecenderungan untuk memprivatisisasi
organisasi-organisasi publik, seperti mengubah status rumah sakit umum yang
disubsidi ke status independen (tidak disubsidi), biasanya berarti para klien
membayar sejumlah persentase pasar – (demikian juga para kliennya), manajemen
strategis menjadi lebih dapat diaplikasikan dan meningkat penggunaannya.
Meskipun demikian, berbagai kendala yang ditemui pada organisasi nirlaba
membuat konsep dan teknik menejemen strategis harus dapat dimodifikasi supaya
lebih efektif.
4.4 Pengaruh Berbagai Kendala Terhadap Manajemen
Strategis
Beberapa karakterisrik yang
khas pada organisasi nirlaba membatasi perilaku organisasi tersebut dan
mempengaruhinya dalam menggunakan menejemen strategis. W. H. Newman dan H. W.
Wallender mengidentifikasi lima karakterristik kendala berikut ini ;
1. Jasa layanan sering tidak terwujud dan sulit diukur,
yang seringkali dipersulit dengan kieberadaan berbagai saran layanan yang
dikembangkan dalam upaya memuaskan berbagai sponsornya.
2. Pengaruh klien terhadap organisasi mungkin lemah
karena organisasi sering memiliki monopoli lokal, dan pembayaran dari para
klien mungkin hanya sejumlah kecil dari sumber pendanaan
3. Kuatnya komitmen karyawan pada profesi atau pada
suatu perkara dapat mengurangi kestiaan mereka pada organisasi yang
memperkerjakan mereka.
4. Sumber daya para kontributor – khususnya
kontibutor dana dan pemerintah – dapat menganggu manajemen internal organisasi
tersebut.
5.
Banyaknya batasan dalam menggunakan system penghargaan
dan pemberian hukuman merupakan akibat dari karakteristik 1, 3, dan 4.
Beberapa dari karakteristik tersebut
dapat ditemukan dalam organisasi pencari laba dan dalam organisasi nirlaba.
Namun demikian, seperti yang dinyatakan oleh Newman dan Wallender, bahwa ‘…
frekuensi dampak yang kuat tersebut lebih tinggi dalam perusahaan nirlaba….’
4.4.1 Pengaruh Terhadap Perumusan Srtategi
Lima karakterisrik kendala
tersebut juga menambahkan sedikitnya empat komplikasi pada perumusan
strategi.
1. Konflik tujuan mengganggu perencanaan yang rasional.
Oleh karena organisasi nirlaba biasanya tidak memiliki kriteria kinerja tunggal
yang jelas (seperti laba), sehingga sulit untuk mempertemukan tujuan dan
sasaran. Ketidaksesuaian terjadi
terutama jika ada banyak sponsor. Perbedaan kepentingan berbagai sponsor
penting dapat menghalangi manajemen puncak dalam menetapkan suatu misi
organisasi yang meliputi berbagai hal. Seorang sponsor yang tidak setuju dengan
sebuah misi tertentu dapat membatalkan pendanaannya. Sebagai contoh, studi
terhadap 227 rumah sakit di Kanada menunjukkan bahwa lebih dari setengahnya
memiliki, sasaran-sasaran yang sangat umum, berarti ganda, dan tidak dapat
diukur. Menurut F. Heffron, seorang ahli dalam administrasi publik; ‘’Semakin
besar keterbukaan yang memaksa mereka untuk beroperasi – atmosfir yang menekan
semua orang – sangat menghalangi pembahasan berbagai masalah dan mengecilkan
arti rencana-rencana jangka panjang yang dapat menjauhkan stakeholder dari
organisasi. Pada organisasi-organisasi tertentu, berkurangnya pengaruh klien
membuat adanya perbedaan nilai sasaran tanpa ada pengecekan yang jelas terhadap
pasar. Sebagai contoh, jika dewan kota mempertimbangkan untuk mengubah
penetapan wilayah untuk mengimplementasi sebuah rencana strategis untuk kota
tersebut, seluruh lapisan masyarakat akan hadir (termasuk wartawan) menuntut
untuk didengar. Keputusan dapat didasarkan pada tekanan dari beberapa
stakeholder (yang membuat kampanye yang signifikan atau kontribusi lainnya atau
orang-orang yang mengancam akan menimbulkan kekacauan) yang dapat menimbulkan
kerugian pada masyarakat sebagai satu kesatuan.
2. Fokus perencanaan yang terintegrasi cenderung
bergeser dari hasil yang akan dicapai kepada sumber daya yang tersedia.
Karena organisasi nirlaba cenderung menyediakan jasa yang sulit diukur, mereka
jarang memiliki garis batas kinerja yang jelas. Oleh karena itu, perencanaan
menjadi lebih berhubungan dengan ketersediaan sumber daya, yang dapat diukur
dengan mudah, daripada jasa layanannya yang sulit diukur. Perubahan tujuan
bahkan menjadi hal yang lebih pasti dibanding dengan organisasi pencari laba.
3. Sasaran-sasaran proses operasi yang memiliki arti
ganda menciptakan kesempatan terjadinya politik internal dan perubahan tujuan.
Kombinasi sasaran yang tidak jelas dan besarnya perhatian yang diberikan pada
sumber daya yang ingin diperoleh membuat para manajer mempunyai peluang yang
cukup dalam aktivitas-aktivitasnya. Peluang tersebut memungkinkan mereka
melakukan manuver politik bagi kepentinagan seseorang. Sebagai tambahan, karena
efektifitas organisasi nirlaba tergantung pada kepuasaan kelompok yang
mensponsori, maka manajemen cenderung mengabaikan kebutuhan para klien dan
lebih mementingkan keinginan sponsor yang kuat. Biasa diketahui dalam
administrasi universitas bahwa orang-orang akan menyumbangkan sejumlah uang
untuk pembangunan sebuah gedung baru (yang akan diberi nama sesuai nama
penyumbangnya) tetapi tidak lagi menyumbangkan uang pada kebutuhan-kebutuhan
lainnya yang lebih mendesak, seperti perawatan gedung yang telah ada. Dalam
situasi seperti itu, kepala-kepala departemen yang berkuasa akan menjamu makan
dan minum seorang donor, berharap mendaptkan uang untuk proyek-proyek
mereka. Masalah itu dipersulit dengan
fakta bahwa dewan pengawas sering dipilih bukan berdasarkan pengalaman manajerial
mereka, tetapi pada kemampuan kontribusi uang, kemampuan untuk meningkatkan
dana, dan bekerjasama dengan para politisi. Mereka kurang berminat untuk
mengawasi manajemen, hal ini tercermin dari rata-rata kehadiran anggota dewan
pengawas organisasi nirlaba pada setiap pertemuan yang hanya sebesar 50%,
dibandingkan dengan rata-rata dewan komisaris perusahaan pencari laba yang
sebesar 90%. Oleh karena itu, anggota dewan pengawas organisasi nirlaba
cenderung mengabaikan tugas-tugasnya dalam menentukan strategi dan kebijakan –
menyerahkannya kepada direktur pelaksana yang digaji (kadangkala tidak digaji).
Semakin besar anggota dewan pengawas, semakin kurang kontrol terhadap manajemen
puncak.
4. Profesionalisasi menyederhanakan perencanaan yang
rinci namun menambah kekakuan. Pada organisasi nirlaba yang professional
dalam memainkan peranan penting (seperti rumah sakit atau perguruan tinggi),
nilai professional dan tradisi dapat menghalangi organisasi untuk mengubah pola
prilaku konvensionalnya ke misi pelayanan baru yang sesuai dengan perubahan
kebutuhan sosial. Kelakuan ini, tentu saja, dapat terjadi di setiap organisasi
yang mempekerjakan para professional. Namun demikian, kuatnya orientasi jasa
pada banyak organisasi nirlaba cenderung
mendorong perkembangan sikap dan norma-norma profesioanl yang statis.
4.4.2 Pengaruh Terhadap Implementasi Stategi
Lima karakteristik kendala
tersebut juga mempengaruhi bagaimana sebuah organisasi nirlaba diorganisir baik
dalam struktur maupun dalam desain pekerjaannya. Ada tiga komplikasi yang harus
diperhatikan.
1.
Desentralisasi adalah hal rumit. Kesulitan dalam
menetapkan sasaran untuk sesuatu yang tidak berwujud, misi jasa yang sulit
diukur, menyulitkan pendelegasian wewenag pengambilan keputusan. Karena
besarnya ketergantungan pada sponsor untuk memperoleh penerimaan, manajemen
puncak organisasi nirlaba harus senantiasa waspada terhadap pandangan sponsor
terhadap aktivitas organisasi. Pentingnya kehati-hatian itu mengarah kepada
‘’desentralisasi defensif‘’, dimana
manajemen puncak mempertahankan wewenang pengambilan keputusannya
sehingga para manajer tingkat bawah tidak dapat mengambil satu tindakan pun
terhadap hal yang menjadi sasaran pihak sponsor.
2. Keterkaitan kepedulian yang sama terhadap integrasi
eksternal-internal menjadi hal yang penting. Karena besarnya ketergantungan
pada sponsor luar, muncul kebutuhan khusus bagi orang-orang yang ada dalam
peran ‘’penyangga’’ untuk menghubungkan baik kedalam maupun keluar
kelompok-kelompok yang ada. Peran tersebut terutama penting jika para sponsor
berbeda-beda (penerimaan datang dari sumbangan, iuran anggota, dan dana
pemerintah), dan jasa tidak berwujud (sebagai contoh: pendidikan yang ‘’baik’’)
dengan misi yang luas dan berbagai pergeseran sasaran. Pekerjaan seorang dekan
untuk hubungan dengan pihak luar, misalnya, terutama terdiri dari pekerjaan
yang berhubungan dengan alumnus sekolah dan mencari dana.
3. Job enlargement dan pengembangan eksekutif
dapat terhambat dengan adanya profesionalisme. Dalam organisasi yang
memperkerjakan sejumlah besar para professional, manajer harus mendesain
pekerjaan-pekerjaan yang menarik untuk mempengaruhi norma-norma
profesionalisme. Para professional jarang memiliki gagasan-gagasan yang jelas
tentang aktivitas-aktivitas yang dapat dilaksanakan dan yang tidak, dalam
wilayah kerja mereka. Memperkaya pekerjaan seorang perawat dengan memperluas
wewenangnya terhadap pengambilan keputusan yang berhubungan dengan penetuan
dosis obat, misalnya, dapat menyebabkan konflik dengan dokter medis yang
mempercayai bahwa wewenang seperti itu hanya milik mereka sendiri. Oleh karena
para professional dan hanya bersifat pendukung, mereka tidak selalu memandang
promosi bagi posisi manajemen sebagai hal yang positif.
4.4.3 Pengaruh Terhadap Evaluasi dan Pengendalian
Komplikasi khusus yang muncul dari karakteritik kendala
tersebut juga mempengaruhi bagaimana perilaku dimotivasi dan kinerja diawasi.
Dua masalah khusus yang sering muncul adalah ;
1. Pemberian penghargaan dan penalti hanya sedikit atau
bahkan tidak memiliki hubungan dengan kinerja. Jika hasil yang diinginkan
tidak jelas dan penilaian terhadap keberhasilan bersifat subyektif, umpan balik
yang dapat diperkirakan dan bebas dari pengaruh tidak dapat di bangun. Kinerja
yang ada dinilai berdasarakan intuisi (‘’Anda tampaknya tidak mengerjakan
pekerjaan Anda dengan serius;’’) atau berdasarkan aspek-aspek kecil sebuah
pekerjaan yang dapat diukur (‘’Anda datang terlambat dua kali bulan lalu).
2. Pengawasan Sepenuhnya hanya memperhatikan input yang
digunakan dibandingkan output yang dihasilkan. Oleh karena inputnya dapat
diukur dengan lebih mudah dibanding output yang dihasilkannya, organisasi
nirlaba cenderung lebih berfokus pada sumber-sumber daya yang mendukung kinerja
dibandingkan dengan kinerja itu sendiri. Dengan demikian, organisasi nirlaba
lebih menekankan pada penetapan batas maksimum biaya dan pengeluaran yang harus
dikeluarkan. Karena dalam organisasi nirlaba lebih menekankan pada penetapan
batas maksimum biaya dan penegeluaran yang harus dikeluarkan. Karena dalam
organisasi nirlaba sedikit dan bahkan tidak ada penghargaan di bawah limit
tersebut, orang-orang biasanya menanggapi secara negatif pengawasan yang
seperti itu.
4.5
Strategi-Strategi Populer Dalam Organisasi Nirlaba
Karena berbagai tekanan pada organisasi nirlaba untuk
menyediakan lebih banyak jasa dibandingkan jumlah sponsor yang mendukung dan
klien yang dapat membayar jasa tersebut, organisasi-organisasi nirlaba sedang
mengembangkan berbagai stategi untuk
membantu mereka memenuhi sasaran jasa yang mereka inginkan. Dua strategi yang
polpuler digunakan adalah strategic piggybacking, merger, dan strategi aliansi.
4.5.1 Strategic Piggybacking
Diciptakan oleh R. P. Nielsen, istilah strategic
piggybacking merujuk pada pengembangan sebuah aktivitas baru bagi
organisasi nirlaba yang akan menghasilkan dana-dana yang diperlukan untuk
menutupi selisih antara penerimaan dan pengeluaran. Secara khusus, aktivitas
baru itu dalam beberapa hal terkait dengan misi organisasi nirlaba, namun
tujuannya adalah untuk membantu mensubsidi program-program jasa utama. Pada
penggunaan analisis portofolio yang dilakukan secara terbalik, manajemen puncak
melakukan inventasi dalam sebuah bisnis baru, yaitu pada cash cow yang
aman untuk mendanai bisnisnya yang sedang bersinar, masih belum pasti (question
mark), dan sedang menurun (dog)
yang sangat membutuhkan uang kas tunai.
Walaupun
strategi tersebut bukanlah hal yang baru, tetapi menjadi begitu popular
akhir-akhir ini. Pada tahun 1874, misalnya Metropolitan Museum of Art memperkerjakan
seorang professional untuk memfoto seluruh koleksi museum dan menjual copy
hasil cetakannya. Keuntungan yang diperoleh digunakan untuk membiayai
pengeluaran operasi museum tersebut. Akhir-akhir ini, banyak usaha dilakukan
untuk menghasilkan pendapatan, dan muncul dalam berbagai bantuan yang
diberikan, seperti Pramuka Putri Amerika pada UNICEF, dan dalam berbagai bentuk
mulai dari menjual kue dan pernak-pernik
kecil sampai pengembangan perumahan yang sangat besar. Children’s Television
Workshop, produser ‘’Sesame Street,’’ memeproleh pendapatan dari
penjualan dari penjualan majalahnya sebesar
40 juta dan 28 juta dari biaya
lisensi pada tahun 1991. Hanya kurang lebih 20% dari total pendapatan yang
diterimanya berasal dari bantuan luar. Studi yang dilakukan oleh Badan
Pemeriksa Keuangan Amerika Serikat (GAO) menunjukkan bahwa jumlah dana yang
berasal dari aktivitas-aktivitas yang menghasilkana pendapatan itu telah
meningkat secara signifikan sejak tahun 1970-an. Small Business
Administration memandang aktivitas tersebut sebagai ‘’persaingan yang tidak
adil’’. Kantor pajak Amerika Serikat (IRS) berpendapat bahwa organisasi nirlaba
yang terlibat dalam bisnis yang ‘’tidak terkait secara substansial’’ dengan
upaya-upayanya untuk memberikan manfaat pada masyarakat, dapat mengancam status
bebas-pajak yang selama ini dimilikinya, terutama jika pendapatan dari bisnis
yang dikelola organisasi nirlaba tersebut lebih dari 20% dari total penerimaan
organisasi.
Walaupun strategic piggybacking dapat membantu
organisasi nirlaba untuk mensubsidi sendiri misi-misi utamanya dan menggunakan
sumber daya yang dimilikinya dengan lebih baik, menurut Nielsen organisasi
nirlaba tersebut masih memiliki beberapa pengaruh negatif yang potensial.
§
Pertama, usaha untuk menghasilkan
penerimaan ini dapat mengalami
kerugian, terutama
dalam jangka
pendek.
§
Kedua, usaha tersebut dapat mengalahkan,
mengganggu bahkan mengambil alih misi utama organisasi.
§
Ketiga, publik, sebagaimana para sponsor,
dapat mengurangi kontribusi mereka
karena tanggapan negatif mereka terhadap ‘’usaha-usaha meraup uang
sebanyak-banyaknya,’’ atau karena kepercayaan yang salah bahwa organisasi telah
mampu mandiri.
§ Keempat,
usaha tersebut dapat ,mengganggu operasi internal organisasi.
Organisasi nirlaba harus memiliki lima sumber daya berikut
ini sebelum organisasi itu memulai aktivitas untuk memperoleh penerimaan.
1.
Memiliki sesuatu untuk dijual. Organisasi harus
menilai terlebih dahulu sumber-sumber dayanya untuk menentukan apakah
orang-orang yang ada akan berminat untuk membayar barang-barang atau jasa yang
terkait erat dengan aktivitas utama organisasi. Mengemas ulang Boston
Symphony ke dalam bentuk yang lebih informal seperti Boston Pops
Orchestra dapat menciptakan sebuah cara untuk mensubsidi penciptaan simfoni
dan memberikan pekerjaan kepada para musisi sepanjang tahun.
2.
Memiliki orang-orang dengan bakat manajemen dalam
jumlah yang cukup. Harus cukup tersedia orang-orang yang akan mengelola dan
memelihara usaha tersebut untuk berjalan selama jangka waktu yang cukup
panjang. Persyaratan ini merupakan hal yang sulit dipenuhi karena banyak para
professional NFP yang kompeten tidak ingin menjadi manajernya.
3. Dukungan dewan pengawas. Jika dewan pengawas
memiliki perasaan yang kuat untuk menolak usaha-usaha memperoleh pendapatan
yang direncanakan, mereka dapat secara aktif atau pasif menolak keterlibatan
komersial. Ketika Children’s Television Workshop mulai memberikan
lisensi para tokoh dalam ‘’Sesame Street’’-nya kepada perusahaan mainan
dan taman ria, banyak orang mengkritik bahwa organisasi itu telah bergabung
dengan bisnis untuk menjual lebih banyak benda-benda komersial kepada
anak-anak.
4. Mempunyai sikap kewirausahaan. Pihak manajemen
harus mampu mengkombinasi suatu minat dalam gagasan-gagasan inovatif dengan
nilai praktis bisnis.
5. Memiliki modal usaha. Karena sering membutuhkan
dukungan modal yang cukup untuk dapat memperoleh pendapatan yang diinginkan,
maka keterlibatan dalam sebuah usaha patungan dengan sebuah perusahaan bisnis
akan dapat menyediakan modal awal yang diperlukan dan juga dukungan pemasaran
dan manajemen. Sebagai contoh, Massachussets General Hospital menerima
50 juta dari Hoechest, perusahaan obat-obatan dari jerman, untuk
penelitian biologis yang dilakukan rumah sakit tersebut dengan memberikan lisensi khusus untuk
mengembangkan produk-produk komersial dari beberapa hasil penelitian tertentu
sebagai imbalannya.
4.5.2 Strategi
Merger dan Keterkaitan Interorganisional
Berkurangnya sumber daya merupakan salah satu sebab yang
mendorong meningkatnya organisasi nirlaba untuk melakukan merger sebagai
usaha untuk mengurangi biaya. Sebagai contoh, bergabungnya Baptist Health
Systems dan Research Health Services yang membentuk organisasi baru
dengan nama Health Midwest di Kansas City. Antara tahun 1980 dan 1991,
lebih dari 4000 rumah sakit di Amerika Serikat melakukan merger dan konsolidasi
– lebih dari setengah jumlah tersebut terjadi setelah tahun 1987.
4.5.3
Strategic Alliancies
Strategi Aliansi adalah pengembangan jalinan kerja sama
antar organisasi. Strategi aliansi sering digunakan oleh organisasi nirlaba
sebagai jalan untuk memperkuat kapasitas mereka dalam melayani para kliennya,
atau untuk memperoleh sumber daya dengan tetap mempertahankan indentitas
mereka. Jasa layanan sering dapat diperoleh dan disediakan dengan lebih efisien
melalui kerjasama dengan organisasi lainnya daripada jika melakukannya sendiri.
Sebagai contoh, empat universitas yang terletak dinegara bagian Ohio sepakat
untuk menciptakan dan mengelola bersama sebuah sekolah bisnis internasional
yang baru. Jika dilakukan sendiri-sendiri, tidak akan ada universitas yang
mampu membangun sekolah bisnis yang menelan biaya $ 30 Juta.
V. P E N U T U P
Organisasi nirlaba merupakan bagian penting dalam
masyarakat. Memahami alasan-alasan keberadaan mereka dan perbedaan-perbedaannya
dengan perusahaan-perusahaan pencari laba merupakan hal yang penting. Minimnya
motif untuk mencari laba sering membuat pernyataan misi organisasi nirlaba
menjadi tidak jelas dan sasaran-sasarannya menjadi tidak dapat diukur. Ditambah
dengan usaha untuk mempertahankan pendanaan dari para sponsor, membuat
organisasi nirlaba mempunyai perhatian yang kecil terhadap para klien
organisasi yang akan dilayani. Akibatnya banyak program yang hanya memiliki
sedikit atau bahkan tidak ada hubungannya dengan misi organisasi, menjadi sulit
untuk berkembang. Namun demikian,organisasi nirlaba biasanya didirikan untuk
menyediakan barang-barang dan jasa yang dinilai berharga oleh masyarakat yang
tidak mampu disediakan oleh perusahaan-perusahaan pencari laba. Menilai kinerja
organisasi nirlaba hanya berdasarkan pertimbangan-pertimbangan ekonomis,
merupakan hal yang berbahaya karena organisasi itu didesain untuk berhubungan
dengan kondisi-kondisi tertentu dimana perusahaan-perusahaan pencari laba tidak
dapat dengan mudah bertahan hidup di dalamnya.
Hal Penting Menjadi Catatan
· Istilah nirlaba meliputi baik perusahaan swasta
nirlaba (misalnya rumah sakit, institut, perguruan tinggi swasta, dan
organisasi amal) dan lembaga atas unit-unit publik pemerintah (seperti
departemen sosial dan universitas negeri).
· Gambaran paling tepat yang membedakan organisasi
nirlaba dari setiap organisasi nirlaba lainnya sebagaimana dengan
perusahaan-perusahaan pencari laba adalah pada sumber-sumber pendapatan yang
mereka miliki. Organisasi Nirlaba berada dalam sebuah kontinum dan sepenuhnya
tergantung pada para sponsor (misalnya badan amal) sampai yang sepenuhnya
bergantung pada pembayaran yang berasal dari para pelanggan atau kliennya
(misalnya universitas negeri).
·
Pada tingkat dimana organisasi nirlaba lebih
tergantung pada para sponsortnya dari pada para kliennya dalam hal penerimaan
yang diperoleh, manfaat konsep-konsep standar, teknik, dan solusi-solusi yang
dapat diberikan oleh manajemen strategis menjadi kurang berguna.
· Lima karakteristik organisasi nirlaba
menghalangi perilakunya dan mempengaruhi manajemen organisai nirlaba dalam hal:
1). jasa sering tidak berwujud, 2). pengaruh klien lemah, 3). karyawan lebih
berkomitmen pada profesionalitas mereka daripada pada organisasi, 4). para
kontributor sumber-sumber daya dapat menekan pihak manajmen, dan 5).
terhambatnya system penghargaan dan
pemberian hukuman. Karakteristik-karakteristik tersebut mempengaruhi perumusan
strategi, implementasi, dan proses evaluasi dan kontrol.
·
Untuk menghadapi menyusutnya pendanaan yang
diterima, organisasi nirlaba saat ini sedang meningkatkan strategi merger dan
strategi aliansi serta strategic piggybacking.
DAFTAR
PUSTAKA
Hill, Charles W.L dan Jones, Gareth R, 1998, Strategic Management
Theory: An Integration Approach, Houghton Mifflin Company, Boston, New
York.
Horkinson. Robert E; Hitt. Michael A, dan Ireland. Duane R, 2004, Management
Strategic, Fomulation, Implementation, dan Control, McGraw-Hill,
Canada
Kaplan, Robert.s, dan Norton David P, 2001, The Strategy Focused
Organization: How Balances Scorecard Companies Thrive in the New Business
Evironment, Harvard Busniess Scholl Press, Boston
Pitt, Roberts dan Lie, david, 3003, Strategic Business Planning,
Thomson Learning, South Western.
Wheelen, Thomas L. dan Hunger, David J, 2000, Strategic Management
and Business Policy, Prentice Hill, New Jersey.
Wright Peter, Markrk J. Kroll, dan John A. Parnell, 1996, Strategic
management: Concept and cases, Third Edition, Printice Hall International,
New Jersey
makasih ya :)
BalasHapus