Minggu, 28 September 2014

Kenapa Perlu Transformasi Pemerintah Daerah?



Berbagai perubahan besar di tingkah daerah akan memaksa berbagai pemerintah daerah di Indonesia untuk mau tidak mau harus mulai meninjau ulang pendekatan dan cara pandang mereka dalam mengelola daerah. Perubahan pertama akan memaksa pemerintah daerah untuk mentransformasi diri dari ”bureaucratic-monopolistic government” menjadi ”entrepreneurial-competitive government.”

Entrepreneurial government adalah pemerintah yang jeli dan selalu berpikir keras untuk melihat dan memanfaatkan peluang yang muncul untuk memakmurkan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakatnya. Sementara competitive government adalah pemerintah daerah yang mendorong adanya kompetisi di antara penyedia layanan publik dalam upaya mereka memberikan excellent services kepada para konstituennya, apakah itu investor, wisatawan, atau masyarakat luas.

Perubahan kedua mengharuskan mereka metamorfosis diri dari pemerintah daerah yang ”cuek-bebal” menjadi pemerintahan daerah yang berorientasi pelanggan (customer-driven government) dan bertanggung-jawab (accountable government) terhadap seluruh stakeholder-nya secara seimbang.

Customer-driven government adalah pemerintah daerah yang selalu berorientasi dan peduli terhadap setiap kebutuhan pelanggannya. Mereka secara serius mendengar (misalnya melalui investor satisfaction survey) keinginan dan ekspektasi pelanggan dan merespons setiap keinginan tersebut dalam rangka memuaskan mereka. David Osborne, seorang pakar manajemen pemerintahan, menyebut pemerintah semacam ini dengan sebuah ungkapan, “put the customers in the driver’s seat”.

Siapakah pelanggan pemerintah daerah? Pelanggan utama tentu saja adalah masyarakat yang mereka pimpin. Pelanggan lain adalah siapa saja yang memiliki potensi dan kontribusi bagi upaya meningkatkan kualitas hidup masyarakat tersebut. Mereka bisa investor yang menanam modal di daerahnya, kalangan industri yang mendirikan pabrik di situ, atau turis asing yang berkunjung membawa devisa. Customer-driven government adalah juga accountable government yang sangat serius menempatkan akuntabilitas publik pada posisi terdepan dalam praktek kepemimpinan mereka, sebagai manifestasi “pertanggung-jawaban” mereka kepada pelanggannya.

Sementara perubahan besar ketiga akan mendorong pemerintah daerah untuk mulai mengevolusi diri dari pemerintah yang hanya memiliki “local orientation” menjadi pemerintah yang memiliki “global-cosmopolit orientation.” Pemerintah daerah semacam ini memiliki wawasan global. Mereka membuka diri terhadap masuknya sumber daya global dan berupaya mendapatkannya, tidak peduli dari mana sumber daya tersebut berasal. Mereka membuka diri terhadap investor asing, perusahaan asing, kepemilikan asing, produk asing, teknologi asing, orang-orang terbaik asing, sejauh itu semua memiliki kontribusi positif terhadap peningkatan kualitas hidup masyarakat.

Di samping itu global-oriented government juga berupaya keras membangun kemampuan inovasi, kapabilitas operasional, dan jaringan berskala global—Rosabeth Moss Kanter menyebutnya 3Cs: Concept, Competence, Connection—sebagai jembatan bagi mereka untuk dapat berpartisipasi dan mengambil keuntungan maksimal dari terbentuknya ekonomi global.

Berdasarkan konsep 3Cs itu Moss Kanter mengatakan bahwa untuk sukses di dalam ekonomi global setiap daerah harus dengan tepat memposisikan diri berdasarkan tiga pilihan positioning berikut. Pertama, berdasarkan C yang pertama yaitu Concept, daerah harus memposisikan diri sebagai penghasil konsep dan ide dalam rangka mewujudkan inovasi yang memiliki nilai pasar. Contoh daerah semacam ini adalah Silicon Valley di Amerika atau Bangalore di India.

Kedua, berdasarkan C yang kedua yaitu Competence, daerah harus memposisikan diri sebagai pusat manufaktur di mana daerah tersebut memiliki kemampuan memproduksi barang dengan kompetensi dalam quality, cost, delivery (QCD) yang kokoh. Contoh dari daerah semacam ini adalah Tangerang yang menjadi basis operasi perusahaan-perusahaan yang berkantor pusat di Jakarta, atau Thailand yang menjadi basis produksi mobil untuk produsen mobil raksasa Jepang seperti Honda dan Toyota.

Ketiga, berdasarkan C yang ketiga yaitu Connection, daerah harus memposisikan diri sebagai hub yang memungkinkan para pedagang (trader) dari seluruh dunia berinteraksi satu sama lain dan membangun jaringan. Daya saing utama dari daerah semacam ini terletak pada kemampuannya sebagai penghubung dan pemberi akses bagi satu pihak tertentu kepada sumber daya pihak lain dari seluruh dunia. Contoh dari daerah semacam ini adalah Singapura yang menjadi business hub bagi para pebisnis dari seluruh kawasan Asia.


Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar