Minggu, 09 November 2025

Menautkan e-Learning dan Manajemen Pengetahuan: Pilar Baru Organisasi Pembelajar

Oleh: Sofian


Pengantar
Tulisan ini diangkat dari tesis master Werner Putzhuber (2003) berjudul “From eLearning to Knowledge Management: Bridging the Gap” yang mengulas hubungan erat antara sistem pembelajaran elektronik (eLearning) dan manajemen pengetahuan (Knowledge Management/KM) dalam organisasi modern.

Putzhuber menyoroti bahwa dua sistem ini selama ini berjalan dalam “silo digital” terpisah—eLearning fokus pada bagaimana individu belajar, sementara KM fokus pada bagaimana organisasi menyimpan dan mengelola aset pengetahuan. Padahal, keduanya berbagi tujuan yang sama: menyediakan pengetahuan yang relevan, tepat waktu, dan dapat diterapkan.

Kini, ketika Indonesia tengah memperkuat ekosistem tenaga kerja digital, integrasi eLearning dan KM menjadi kebutuhan strategis untuk menciptakan tenaga kerja yang bukan hanya terlatih (trained), tetapi juga cerdas dan adaptif.

Menciptakan Siklus Pengetahuan yang Sinergis
Tesis ini menggarisbawahi bahwa baik eLearning maupun KM sama-sama berakar pada infrastruktur digital yang serupa—berbasis client-server, memerlukan ruang kolaborasi (forum, chat), serta menuntut personalisasi akses.

Namun, perbedaan mendasarnya terletak pada konteks penyajian konten: eLearning menyajikan materi secara terstruktur dan berurutan, seperti kurikulum pelatihan. KM memberi akses ke aset pengetahuan mentah yang tersimpan dalam sistem pencarian dan manajemen konten.

Putzhuber menilai, pemisahan ini justru menghambat aliran pengetahuan dalam organisasi. Ketika konten pelatihan tidak bisa diakses sebagai pengetahuan organisasi, hasil belajar berhenti di level individu—tidak menjadi modal kolektif.

Standar SCORM sebagai Jembatan
Untuk menyatukan dua dunia ini, kunci utamanya adalah standarisasi konten digital. Putzhuber merekomendasikan adopsi penuh standar SCORM (Sharable Content Object Reference Model).

SCORM memungkinkan modul eLearning dipecah menjadi unit-unit kecil yang dapat dicari, dikelola, dan dimanfaatkan kembali sebagai Sharable Content Objects.
 
Dampaknya: Materi pelatihan yang semula “terkunci” dalam sistem eLearning kini bisa diakses dan diindeks oleh sistem KM. Sistem KM berfungsi sebagai repositori sentral tidak hanya untuk dokumen dan laporan, tetapi juga untuk materi pembelajaran formal.

Dengan demikian, investasi pelatihan tidak lagi berhenti pada peningkatan individu, tetapi menjadi aset organisasi yang berkelanjutan.

Data Pembelajaran Sebagai Aset Strategis
Integrasi eLearning dan KM juga membuka peluang baru dalam pengelolaan talenta. Data kemajuan peserta pelatihan—seperti nilai, sertifikat, atau kompetensi yang diperoleh—dapat diumpankan kembali ke sistem KM.

Informasi ini memungkinkan manajemen: Mengidentifikasi pakar internal berdasarkan bidang keahlian yang telah diverifikasi. Menyusun jalur karir berbasis kompetensi, bukan hanya masa kerja atau jabatan formal. Mengembangkan workflow adaptif, di mana proyek atau tugas otomatis diarahkan ke orang dengan kapasitas yang tepat.

Dengan data yang terhubung, organisasi dapat beralih dari pengelolaan SDM berbasis posisi ke pengelolaan berbasis pengetahuan.

Rekomendasi untuk Dunia Kerja Indonesia
Indonesia, dengan pertumbuhan ekonomi digital yang pesat, perlu melampaui paradigma lama di mana pelatihan dan manajemen informasi berjalan sendiri-sendiri. Putzhuber menegaskan bahwa masa depan organisasi pembelajar (learning organization) terletak pada penyatuan keduanya.

Tiga rekomendasi kunci:
Transformasi Budaya: Perusahaan harus melihat eLearning dan KM sebagai dua sisi dari proses pembelajaran yang sama. eLearning menciptakan pengetahuan baru; KM menyebarkannya ke seluruh organisasi.

Investasi Teknologi Berstandar: Gunakan platform yang mendukung interoperabilitas seperti SCORM agar semua konten pembelajaran dapat dikelola sebagai aset jangka panjang.

Integrasi Dua Arah: Bangun sistem yang memungkinkan eLearning dan KM saling memberi data—KM menyediakan referensi kontekstual untuk kursus, eLearning memperkaya repositori pengetahuan organisasi.

Penutup
Dalam konteks Indonesia, gagasan Putzhuber menemukan relevansinya bukan hanya di dunia korporasi, tetapi juga di sektor pendidikan dan birokrasi pembelajaran.

Integrasi eLearning dan KM dapat menjadi landasan bagi lembaga pendidikan, pemerintah daerah, dan instansi pelatihan untuk membangun ekosistem belajar yang kolaboratif.

Kementerian dan dinas pendidikan, misalnya, dapat menjadikan setiap pelatihan daring guru dan kepala sekolah sebagai sumber pengetahuan terbuka yang terdokumentasi dan dapat diakses lintas wilayah.

Dengan langkah ini, pelatihan tidak berhenti sebagai kegiatan administratif, tetapi menjadi proses berkelanjutan yang memperkaya basis pengetahuan kelembagaan. Inilah makna sejati organisasi pembelajar—tempat setiap pengalaman belajar menjadi aset bersama untuk membangun bangsa yang tangguh dan cerdas digital.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar