MOTIVASI DAN PROSES MOTIVASI
DALAM KONTEKS BUDAYA ORGANISASI
(KAJIAN TEORI)
Latar Belakang
Salah
satu masalah nasional yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini adalah
penanganan terhadap rendahnya kualitas sumber daya manusia. Jumlah sumber daya
manusia yang besar apabila dapat didayagunakan secara efektif dan efisien akan
bermanfaat untuk menunjang gerak lajunya pembangunan nasional yang
berkelanjutan. Melimpahnya sumber daya manusia yang ada saat ini mengharuskan berfikir
secara seksama yaitu bagaimana dapat memanfaatkan sumber daya manusia secara
optimal.
Agar
di masyarakat tersedia sumber daya manusia yang handal diperlukan pendidikan
yang berkualitas, penyediaan berbagai fasilitas sosial, lapangan pekerjaan yang
memadai. Kelemahan dalam penyediaan berbagai fasilitas tersebut akan
menyebabkan keresahan sosial yang akan berdampak kepada keamanan masyarakat.
Saat ini kemampuan sumber daya manusia masih rendah baik dilihat dari kemampuan
intelektualnya maupun keterampilan teknis yang dimilikinya. Persoalan yang ada
adalah bagaimana dapat menciptakan sumber daya manusia yang dapat menghasilkan
kinerja yang optimal sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai.
Produktivitas
kerja merupakan tuntutan utama bagi perusahaan agar kelangsungan hidup atau
operasionalnya dapat terjamin. Produktivitas suatu badan usaha dapat memberikan
kontribusi kepada pemerintah daerah maupun pusat, artinya dari produktivitas
regional maupun nasional, dapat menunjang perekonomian baik secara makro maupun
mikro.
Banyak
hal yang dapat mempengaruhi produktivitas kerja, untuk itu perusahaan harus
berusaha menjamin agar faktor-faktor yang berkaitan dengan produktivitas tenaga
kerja dapat dipenuhi secara maksimal. Kualitas sumber daya manusia akan
terpenuhi apabila kepuasan kerja sebagai unsur yang berpengaruh terhadap
kinerja dapat tercipta dengan sempurna.
Membahas
kepuasan kerja tidak akan terlepas dengan adanya faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi kepuasan kerja seseorang. Dalam perusahaan manufacturing,
produktivitas individu maupun kelompok sangat mempengaruhi kinerja perusahaan
hal ini disebabkan oleh adanya proses pengolahan bahan baku menjadi produk jadi. Banyak hal yang dapat
mempengaruhi produktivitas kerja, sehingga pengusaha harus menjaga
factor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja dapat terpenuhi secara maksimal.
Persoalan
kepuasan kerja akan dapat terlaksana dan terpenuhi apabila beberapa variabel
yang mempengaruhi mendukung sekali. Variabel yang dimaksud adalah Culture dan
Motivation. Dapat dikatakan pula bahwa secara tidak langsung ketiga variabel
tersebut mempengaruhi kinerja seseorang dan pada ujung-ujungnya kinerja
perusahaan dapat tercapai dengan baik. Sehubungan dengan hal tersebut, agar
karyawan selalu konsisten dengan kepuasannya maka setidak-tidaknya perusahaan
selalu memperhatikan lingkungan di mana karyawan melaksanakan tugasnya misalnya
rekan kerja, pimpinan, suasana kerja dan hal-hal lain yang dapat mempengaruhi
kemampuan seseorang dalam menjalankan tugasnya.
Persoalan
kepuasan kerja akan dapat terlaksana dan terpenuhi apabila beberapa variabel
yang mempengaruhi mendukung sekali. Variabel yang dimaksud adalah Culture dan
Motivation. Dapat dikatakan pula bahwa secara tidak langsung ketiga variabel
tersebut mempengaruhi kinerja seseorang dan pada ujung-ujungnya kinerja
perusahaan dapat tercapai dengan baik. Sehubungan dengan hal tersebut, agar
karyawan selalu konsisten dengan kepuasannya maka setidak-tidaknya perusahaan
selalu memperhatikan lingkungan di mana karyawan melaksanakan tugasnya misalnya
rekan kerja, pimpinan, suasana kerja dan hal-hal lain yang dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam
menjalankan tugasnya.
Membahas
masalah budaya itu sendiri merupakan hal yang esensial bagi suatu organisasi
atau perusahaan, karena akan selalu berhubungan dengan kehidupan yang ada dalam
perusahaan. Budaya organisasi merupakan
falsafah, ideologi, nilai-nilai, anggapan, keyakinan, harapan, sikap dan
norma-norma yang dimiliki secara bersama serta mengikat dalam suatu komunitas
tertentu. Secara spesifik budaya dalam organisasi akan ditentukan oleh kondisi
team work, leaders dan characteristic of organization serta administration
process yang berlaku. Mengapa budaya organisasi penting, karena merupakan
kebiasaan-kebiasaan yang terjadi dalam hirarki organisasi yang mewakili
norma-norma perilaku yang diikuti oleh para anggota organisasi.
Budaya
yang produktif adalah budaya yang dapat menjadikan organisasi menjadi kuat dan
tujuan perusahaan dapat terakomodasi.
Robbins (2001:528); Organizational culture as an intervening variable. Employees form an overall subjective perception of the organization based on such factor as degree of risk tolerance, team emphasis and support of people.This overall perception becomes, in effect, the organization culture or personality. These favorable or unfavorable perception then affect employee performance and satisfaction, with the impact being greater for strongerculture.
(Robbins (2001: 528); Budaya organisasi sebagai variabel intervening. Karyawan membentuk persepsi subyektif keseluruhan dari organisasi berdasarkan pada faktor seperti tingkat toleransi risiko, penekanan tim dan dukungan orang. Persepsi keseluruhan ini menjadi, pada dasarnya, budaya atau kepribadian organisasi. Persepsi yang menguntungkan atau tidak menyenangkan ini kemudian mempengaruhi kinerja dan kepuasan karyawan, dengan dampak yang lebih besar untuk budaya yang kuat.)
Faktor
lain yang berperan dalam menjadikan karyawan lebih berperilaku terarah apabila
ada unsur-unsur positif dalam dirinya masing-masing.
Luthans (1992:165); Porter and Lawler start with the premise that motivation (effort or force) does not equal satisfaction and/or performance. Motivation, satisfaction and performance are all separate variables and relate in ways different from what was traditionally assumed.
Luthans (1992: 165); Porter dan Lawler mulai dengan premis bahwa motivasi (usaha atau kekuatan) tidak sama dengan kepuasan dan / atau kinerja. Motivasi, kepuasan dan kinerja adalah semua variabel yang terpisah dan berhubungan dengan cara yang berbeda dari apa yang secara tradisional diasumsikan.
Hughes
et al. (1999:388); Motivation, satisfaction and performance seem clearly related. Pada
umumnya dalam diri seorang pekerja ada dua hal yang penting dan dapat memberikan
motivation atau dorongan yaitu masalah Compensation dan Expectancy. Khususnya masalah compensation sebagai imbal jasa dari
pengusaha kepada karyawan yang telah memberikan kontribusinya selalu menjadikan
sebagai ukuran puas atau tidaknya seseorang dalam menjalankan tugasnya atau
pekerjaannya. Demikian pula pemberian
compensation dapat berdampak negatif apabila dalam pelaksanaannya tidak
adil dan tidak layak yang pada akhirnya menimbulkan ketidakpuasan. Besar
kecilnya compensation yang diberikan kepada karyawan seharusnya tergantung
kepada besar kecilnya power of
contribution and thinking yang disampaikan oleh pekerja kepada perusahaan.
Sehubungan dengan hal tersebut mengingat pemberian compensation harus adil
tentunya harus ada ukuran yang jelas dan transparan misalnya berdasarkan
outputnya (prestasi yang dicapai).
Behavior
merupakan bagian dari budaya yang berkaitan dengan kinerja, hal ini tentunya logis sekali sebab
dengan berperilaku seseorang akan dapat memperoleh apa yang dikehendaki dan apa
yang diharapkan. Jadi behavior merupakan tindakan yang nyata dilakukan oleh
seseorang untuk memperoleh apa yang diharapkan. Dalam organisasi tentunya
banyak faktor yang mempengaruhi seseorang untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan, sedangkan jalannya organisasi atau perusahaan tentunya diwarnai
oleh perilaku individu yang merasa berkepentingan dalam kelompoknya
masing-masing. Perilaku individu yang berada dalam organisasi atau perusahaan
tentunya sangat mempengaruhi organisasi baik secara langsung maupun tidak
langsung, hal ini akibat adanya kemampuan individu yang berbeda-beda dalam
menghadapi tugas atau aktivitasnya.
Perilaku
akan timbul atau muncul akibat adanya pengaruh atau rangsangan dari lingkungan
yang ada (baik internal maupun eksternal) begitu pula individu berperilaku
karena adanya dorongan oleh serangkaian kebutuhan. Setiap manusia atau
seseorang selalu mempertimbangkan perilakunya terhadap segala apa yang
diinginkan agar dapat tercapai tanpa menimbulkan konflik baik secara individu
maupun kelompok, sehingga kinerja dapat tercapai sesuai dengan yang diinginkan.
Mc Kenna and
Beech (1995:121); In research undertaken
by Income Data Service, London (IDS,1989) it was concluded that the performance
factors most usually appraised were as follows:(1) knowledge, ability and skill
on the job, (2) attitude to work, expressed as enthusiasm, commitment and
motivation,(3) quality of work on a consistent basis with attention to
detail,(4) volume of performance output, (5) interaction, amplified in communication,
skill and ability to related to others
in terms.
(Mc Kenna dan Beech (1995: 121); Dalam penelitian
yang dilakukan oleh Penghasilan Layanan Data, London (IDS, 1989) disimpulkan
bahwa faktor kinerja yang paling biasanya dinilai adalah sebagai berikut: (1)
pengetahuan, kemampuan dan keterampilan pada pekerjaan, (2) sikap untuk
bekerja, dinyatakan sebagai antusiasme , komitmen dan motivasi, (3) kualitas
kerja secara konsisten dengan perhatian terhadap detail, (4) volume output
kinerja, (5) interaksi, diperkuat dalam komunikasi, keterampilan dan kemampuan
untuk berhubungan dengan orang lain dalam istilah.)
Sehubungan
dengan hal tersebut perlu melakukan analisis pengaruh faktor perilaku
organisasi terhadap kepuasan kerja dan kinerja, pengertian faktor perilaku
organisasi disini adalah budaya organisasi dan motivasi.
Identifikasi Masalah
Sehubungan
dengan uraian yang telah dikemukakan, maka permasalahan yang akan dibahas dalam
kajian ini adalah: Bagaimana pengaruh faktor perilaku organisasi terhadap
kepuasan kerja dan kinerja, jika dikaitkan budaya organisasi dan motivasi.
Tujuan
Berdasarkan latar belakang yang telah
diungkapkan di atas dapat dibuat tujuan dari kajian ini adalah:
- Menguraikan konsep motivasi dan motivasi kerja, kebutuhan dan proses motivasi dan kaitannya dengan budaya organisasi yang perlu disiapkan dalam rangka meningkatkan kinerja organisasi
- Menguraikan konsep motivasi sebagai bagian dari entitas kontemporer dan keadilan organisasi dalam membentuk perilaku organisasi yang dapat menunjang keberhasilan organisasi
c. Menguraikan dan menganalisis motivasi
kerja antar budaya.
KAJIAN TEORI
Teori Motivasi
Saat
ini secara virtual semua orang punya definisi motivasi tersendiri. Biasanya
kata motivasi didefinisikan sebagai: hasrat, harapan, tujuan, sasaran,
kebutuhan, dorongan, motivasi, insentif. Istilah motivasi berasal dari kata
latin movere yang berarti bergerak.
Motivasi adalah proses yang dimulai dengan defisiensi fisiologis atau
psikologis yang menggerakkan perilaku atau dorongan yang ditujukan untuk tujuan
atau insentif.
Berbagai usaha yang dilakukan oleh manusia
tentunya untuk memenuhi keinginan dan kebutuhannya, namun agar keinginan dan
kebutuhannya dapat terpenuhi tidaklah mudah didapatkan apabila tanpa usaha yang
maksimal. Mengingat kebutuhan orang yang satu dengan yang lain berbeda-beda
tentunya cara untuk memperolehnya akan berbeda pula.
Dalam memenuhi kebutuhannya seseorang akan
berperilaku sesuai dengan dorongan yang dimiliki dan apa yang mendasari
perilakunya, untuk itu dapat dikatakan bahwa dalam diri seseorang ada kekuatan
yang mengarah kepada tindakannya. Teori motivasi merupakan konsep yang bersifat memberikan penjelasan tentang
kebutuhan dan keinginan seseorang serta menunjukkan arah tindakannya. Motivasi seseorang berasal dari
interen dan eksteren.
Herpen et al. (2002); hasil
penelitiannya mengatakan bahwa motivasi seseorang berupa intrinsik dan
ekstrinsik Sedangkan Gacther and falk (2000), Kinman and Russel (2001);
Motivasi intrinsik dan ekstrinsik sesuatu yang sama-sama mempengaruhi tugas
seseorang. Kombinasi insentive intrinsik dan ekstrinsik merupakan kesepakatan
yang ditetapkan dan berhubungan dengan psikologi seseorang.
Berbagai teori motivasi yang ada
salah satunya adalah Porter Lawler Model. Persoalan antara kepuasan kerja dan kinerja muncul
sejak adanya gerakan hubungan antar manusia. Sebenarnya dalam teori muatan
tersirat adanya bahwa kepuasan mengarah kepada kinerja dan tidak kepuasan
menurunkan kinerja. Porter Lawler menyatakan bahwa proses kognitif dalam
persepssi memainkan suatu peran sentral bahwa hubungan antara kepuasan dan
kinerja berhubungan secara langsung dengan suatu model motivasi.
Menurut Mondy and Noe (1996:358); Direct financial compensation consist of the pay that a person receives in the form of wages salaries, bonuses and commissions. Indirect financial compensation (benefits) includes all financial rewards that are not included direct compensation.
(Menurut Mondy dan Noe (1996: 358); Kompensasi finansial langsung terdiri dari bayaran yang diterima seseorang dalam bentuk gaji gaji, bonus dan komisi. Kompensasi keuangan tidak langsung (manfaat) mencakup semua imbalan keuangan yang tidak termasuk kompensasi langsung.)
Menurut Gitosudarmo (1986)
motivasi atau dorongan kepada karyawan untuk bersedia bekerja sama demi
tercapainya tujuan bersama atau tujuan perusahaan ini terdapat dua macam yaitu:
a. Motivasi finansial yaitu dorongan yang dilakukan dengan memberikan imbalan finansial kepada karyawan. Imbalan tersebut sering disebut Insentif;b. Motivasi non finansial yaitu dorongan yang diwujudkan tidak dalam bentuk finansial, akan tetapi berupa hal-hal seperti pujian, penghargaan, pendekatan manusiawi dan lain sebagainya.
Kompensasi non keuangan terdiri dari kepuasan
yang diterima oleh seseorang dari tugas atau dari psikologi dan atau lingkungan
phisik dimana seseorang bekerja. Pada saat-saat tertentu seseorang dalam
menerima kompensasi akan mengukur penerimaannya dengan bentuk nonfinancial atau
financial hal ini tergantung pada tingkat kebutuhan yang dimilikinya.
Werther and Davis (1996:381); Manajemen
kompensasi berusaha keras membuat keadilan luar dan dalam. Internal menghendaki
keadilan nilai pembayaran relatif sama dengan tugas yang diterima sedangkan
eksternal adalah pembayaran pekerja sebanding dengan pembayaran oleh perusahaan
lain dipasaran tenaga kerja. Jadi kompensasi berusaha untuk memberikan
kewajaran terhadap pembayaran-pembayaran yang diterima oleh pekerja baik
dilihat dari dalam perusahaan maupun dari luar perusahaan.
Motivasi
adalah kemauan untuk berbuat sesuatu, sedangkan motiv adalah kebutuhan, keinginan,
dorongan. Motiv dengan kekuatan besarlah yang akan menentukan perilaku
seseorang.
Motivasi adalah daya pendorong
yang mengakibatkan seseorang anggota organisasi mau dan rela mengerahkan
kemampuan dalam bentuk keahlian atau ketrampilan, tenaga dan waktunya untuk
menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan
menunaikan kewajibannya dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran
organisasi yang telah ditentukan (Siagian, 1995). Istilah motivasi mengandung
tiga hal yang amat penting :
Pertama,
pemberian motivasi berkaitan langsung dengan usaha pencapaian tujuan dan
berbagai sasaran organisasional. Tersirat pada pandangan ini bahwa dalam tujuan
dan sasaran organisasi telah tercakup tujuan dan sasaran pribadi anggota
organisasi. Pemberian motivasi hanya akan efektif apabila dalam diri bawahan
yang digerakkan terdapat keyakinan bahwa dengan tercapainya tujuan maka tujuan
pribadipun akan ikut pula tercapai.
Kedua, motivasi merupakan proses keterkaitan antara usaha dan pemuasan kebutuhan
tertentu. Usaha merupakan ukuran intensitas kemauan seseorang. Apabila
seseorang termotivasi, maka akan berusaha keras untuk melakukan sesuatu.
Ketiga, kebutuhan. Kebutuhan adalah keadaan internal seseorang yang menyebabkan
hasil usaha tertentu menjadi menarik. Artinya suatu kebutuhan yang belum
terpuaskan menciptakan “ketegangan” yang pada gilirannya menimbulkan dorongan
tertentu pada diri seseorang.
Kunci untuk memahami motivasi dan proses
motivasi bergantung pada pengertian dan hubungan antara kebutuhan, dorongan dan
insentif. Tiga elemen yang
berinteraksi dan saling tergantung:
1.
Kebutuhan;
tercipta saat tidak adanya keseimbangan fisiologis dan psikologis,
2.
Dorongan;
atau motif terbentuk untuk mengurangi kebutuhan. Hal ini merupakan proses
motivasi.
3.
Insentif;
akhir siklus motivasi, semua yang akan mengurangi sebuah kebutuhan dan
dorongan. Memperoleh insentif akan cenderung memulihkan keseimbangan fisiologis
atau psikologis dan akan mengurangi dorongan yang ada.
Salah satu tantangan terbesar yang
dihadapi bisnis saat ini adalah memperlakukan semua pelanggan dan karyawan
dengan sikap adil dan pantas.
Teori Kepuasan Motivasi Kerja
Teori yang mendasarkan usaha pemberian motivasi kerja ada beberapa macam yaitu:
a. Teori ERG (Alderfer)
Alderfer mengatakan terdapat perbedaan mendasar antara
kebutuhan dengan urutan lebih rendah dan kebutuhan dengan urutan lebih tinggi.
Selanjutnya Alderfer mengidentifikasi 3 (tiga) kelompok kebutuhan: eksistensi (exixtence), hubungan (relatedness), dan perkembangan (growth), yang kemudian disebut teori
ERG. Kebutuhan eksistensi berhubungan dengan kelangsungan hidup (kesejahteraan
fisiologis). Kebutuhan hubungan menekankan pentingnya hubungan sosial atau
hubungan antar pribadi. Kebutuhan Perkembangan berhubungan dengan keinginan
instrinsik individu terhadap pekembangan pribadi.
Menurut teori ERG Alderfer, individu akan menekankan hubungan sosial pada
pekerjaan maupun di luar pekerjaan dan menjadi lebih terpikat dengan gaji dan
benefit.
b. Teori Hierarkhi Kebutuhan (Need Hierarchy Theory)
Maslow (Gitosudarmo, 1986) menyatakan bahwa kebutuhan manusia mengandung
unsur bertingkat atau memiliki hierarkhi dari kebutuhan yang rendah sampai yang
prioritas tinggi. Kebutuhan manusia yang paling dasar adalah kebutuhan fisik
seperti makan, minum dan pakaian. Apabila kebutuhan dasar ini belum terpenuhi
secara cukup maka kebutuhan tersebut akan menduduki hierarkhi yang tertinggi
dan kebutuhan yang lain menduduki hierarkhi rendah. Adapun kebutuhan manusia terdiri dari beberapa
tingkat dengan urutan sebagai berikut:
1). Fisik;
2). Rasa aman;
3). Sosial/
kemasyarakatan;
4).
Penghargaan;
5). Aktualisasi
diri.
Kebutuhan fisik adalah kebutuhan yang paling dasar yaitu kebutuhan yang
berhubungan dengan biologis seperti makanan, minuman, pakaian dan papan tempat
berteduh. Kebutuhan rasa aman adalah kebutuhan atas perlindungan dari gangguan
fihak lain baik yang berasal dari manusia lain maupun dari makhluk lain seperti
binatang buas dan sebagainya. Pemenuhan kebutuhan ini dapat berupa pemilikan
alat-alat perlindungan, alat pertahanan diri, persenjataan, alat tanda bahaya,
dan sebagainya. Kebutuhan rasa aman akan muncul setelah kebutuhan fisik
terpenuhi.
Setelah kebutuhan urutan kedua yaitu kebutuhan akan rasa aman terpenuhi
maka akan muncul kebutuhan urutan ketiga yaitu kebutuhan sosial. Kebutuhan
sosial adalah berupa kebutuhan untuk bergaul dengan manusia lain atau anggota
masyarakat yang lain. Kebutuhan ini dapat berupa memberi dan menerima rasa cinta
kasih, rasa diterima dalam kelompok, rasa membutuhkan dan dibutuhkan, rasa
berteman atau bekerja sama. Apabila kebutuhan urutan ketiga ini telah terpenuhi
maka akan muncul kebutuhan berikutnya yaitu kebutuhan akan penghargaan diri
(harga diri). Kebutuhan ini dapat berupa tuntutan atau keinginan untuk dianggap
sebagai pimpinan yang baik, sekretaris yang baik, dosen yang rajin, karyawan
yang berprestasi, mahasiswa teladan dan sebagainya.
Kebutuhan pada urutan terakhir adalah kebutuhan atas aktualisasi diri yaitu
suatu kebutuhan untuk menunjukkan kepribadian khusus seseorang, dengan
mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya. Kebutuhan ini dapat berupa
keinginan seseorang untuk menghasilkan sesuatu yang dapat diakui oleh umum
bahwa hasil karyanya sangat baik dan bermanfaat bagi masyarakat atau orang
lain.
Dari beberapa urutan kebutuhan manusia tersebut di atas apabila kebutuhan
yang paling dasar sudah terpenuhi maka kebutuhan tingkat berikutnya menjadi
dominan dan kebutuhan yang lain akan menjadi kurang dominan atau pada hierarkhi
yang rendah. Penjelasan ini dapat
digambarkan sebagaimana berikut:
c. Teori Dua Faktor (Motivator-Hygiene Theory)
Teori dua faktor dari Herzberg berusaha mencari sebab-sebab adanya rasa
puas dan rasa tidak puas dari seseorang terhadap pekerjaan yang dilakukannya.
Dengan diketahuinya sebab-sebab tersebut, maka akan diusahakan untuk dapat
diciptakan kepuasan sehingga para pekerja dapat terdorong atau termotivasi
untuk bekerja dengan lebih baik. Teori ini memberikan gambaran bahwa kepuasan
akan hasil pekerjaan seseorang dipengaruhi oleh suatu faktor yang disebut
faktor pemuas (satisfier factor).
Faktor pemuas tersebut timbul di dalam diri pekerja terhadap hasil pekerjaannya
dan kemudian menciptakan perasaan berprestasi, dihargai, memperoleh kemajuan,
telah mengerjakan yang cukup penting serta rasa tanggung jawab. Di pihak lain
pada diri pekerja juga terdapat rasa ketidak-puasan yang disebut faktor
kesehatan (higiene factor). Hygiene
factor berupa pengaruh lingkungan kerja, yaitu antara lain berupa hubungan
dengan supervisor, hubungan dengan teman kerja, rasa tidak aman dalam bekerja,
kondisi kerja, status pekerjaan atau jabatan, serta gaji yang cukup.
Tersedianya faktor kesehatan berarti terciptanya lingkungan kerja yang sehat
baik sehat fisik maupun sehat mental (Gitosudarmo, 1986). Kedua faktor yaitu
satisfier factor dan hygiene factor harus tersedia atau disediakan oleh manajer
sehingga terjadi dorongan untuk bekerja bersama secara efektif dan efisien.
Implikasi teori ini bahwa seorang pekerja mempunyai dorongan untuk berkarya
tidak sekedar mencari nafkah akan tetapi sebagai wahana untuk memuaskan
berbagai kepentingan dan kebutuhannya, bagaimanapun kebutuhan itu
dikategorisasikan (Siagian, 1995).
Menurut Herzberg, hanya motivator yang memotivasi karyawan dalam pekerjaan.
Motivator ekuivalen dengan kebutuhan tingkat yang lebih tinggi dari Maslow.
Menurut Herzberg, individu harus memiliki pekerjaan dengan kepuasan yang
menantang agar benar-benar termotivasi.
d. Teori X dan Teori Y
Menurut Gregor dalam teorinya terdapat dua macam sikap dasar dari setiap
orang yaitu :
1). Sikap dasar
yang didasari oleh teori X
Dalam teori ini
diasumsikan bahwa pada dasarnya manusia memiliki sifat malas, lebih senang
kepadanya diberikan petunjuk-petunjuk praktis saja daripada diberikan kebebasan
berfikir dan memilih atau mengambil keputusan. Dalam hal ini mereka tidak
senang menerima tanggung jawab, dia hanya menyenangi haknya saja serta selalu
ingin aman. Motivasi kerja hanyalah untuk mendapatkan uang atau finansial saja
(motif finansial). Manajer yang mendasarkan teori ini akan melakukan pengawasan
sangat ketat dengan tidak memberikan kebebasan kepada bawahan, pekerjaan
disusun dengan berstruktur secara rapi dan teliti, sedangkan pekerja tinggal
mengikuti petunjuk-petunjuk pelaksanaan kerja tanpa kebebasan, kemudian
memberikan hukuman atau paksaan dan hadiah atau ganjaran. Kebijaksanaan manajer
dengan teori X mengandung bahaya karena pengawasan yang terlalu ketat dan tanpa
kebebasan akan menimbulkan perlawanan dan ketidakpuasan. Teori X banyak
menunjukkan kebenaran pada masyarakat yang masih berpendidikan rendah yang pada
umumnya mereka masih mendasarkan diri pada motif fisik dan rasa aman saja.
Penerapan teori X bagi seorang manajer tercermin pada sikap atau pandangannya
terhadap bawahan yang berupa:
a) Karyawan pada umumnya tidak suka bekerja
dan akan selalu berusaha untuk menghindar apabila terdapat kesempatan untuk
menghindari pekerjaan yang menjadi tugasnya;
b) Karyawan harus dipaksa diarahkan, diawasi
dan apabila perlu diberikan ancaman hukuman agar tujuan perusahaan dapat
tercapai;
c) Kebanyakan orang tidak kreatif, tidak
berinisiatif dan tidak suka bertanggung jawab, maka manajer harus selalu
memberikan pengarahan dan petunjuk kepada karyawannya.
2). Sikap dasar
yang dilandasi oleh teori Y
Teori Y berasumsi bahwa manusia pada dasarnya senang bekerja. Bekerja
adalah faktor alamiah bagi orang dewasa seperti halnya bermain bagi anak-anak
kecil. Oleh karena itu, sebenarnya dimanapun dan kapanpun setiap orang dewasa
akan selalu mencoba untuk bekerja. Dalam hal ini, manusia akan selalu bekerja
untuk mencapai tujuannya. Pengendalian dan penempatan diri sendiri merupakan
dasar motivasi kerja guna mencapai tujuan organisasi. Pencerminan dari manajer
yang menerapkan teori Y ini adalah berupa pemberian kelonggaran yang lebih
besar kepada bawahan untuk berinisiatif, mengembangkan kreasi-kreasi mereka
guna selalu meningkatkan efisiensi dan efektivitas pencapaian tujuan
organisasi. Di samping itu manajer akan bersifat terbuka (open management), yaitu berusaha memberikan informasi-informasi
yang diperlukan untuk peningkatan kegiatan kerja baik diminta maupun tidak
diminta oleh bawahan atau karyawannya. Gejala ini akan banyak dijumpai pada
masyarakat yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi. Penerapan teori Y bagi
seorang manajer tercermin dalam sikap dan tindakannya yang berupa:
a)
Karyawan
diberi kebebasan untuk bekerja dan berinisiatif karena bekerja adalah pada hakekatnya
seperti halnya bermain pada anak-anak kecil;
b) Paksaan
dan pengawasan ketat tidak banyak dilakukan akan tetapi lebih banyak diadakan
komitmen atau persetujuan dan kesepakatan bersama, karena dengan kesepakatan
itu akan timbul dorongan dari dalam diri karyawan itu sendiri, dorongan yang
timbul dari dalam diri adalah yang terbaik;
c) Kreativitas
karyawan dikembangkan karena pada hakekatnya karyawan tidak hanya ingin
memperoleh tanggung jawab dari orang lain akan tetapi mereka juga mencari
tanggung jawab dari dirinya sendiri.
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa dengan adanya motivasi
akan terjadilah kemauan kerja dan dengan adanya kemauan untuk bekerja serta
bekerja sama itu maka produktivitas akan meningkat. Motivasi dapat dilaksanakan
dengan berbagai cara antara lain dengan pendekatan finansial maupun pendekatan
non finansial. Pendekatan finansial untuk menimbulkan motivasi dapat dilakukan
dengan memberikan upah serta upah insentif kepada karyawan, sedangkan pendekatan
non finansial dapat dilakukan dengan cara mengadakan sinkronisasi kepentingan
individu dengan kepentingan bersama atau kepentingan perusahaan.
Di samping itu motivasi dapat pula diciptakan dengan mengadakan pengaturan
kondisi kerja yang sehat. Hal-hal tersebut akan menimbulkan motivasi kerja
sehingga karyawan mau dan rela untuk mengerahkan kemampuan dalam bentuk
keahlian, ketrampilan, tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai
kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya dalam
rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi.
Teori Proses dari Motivasi Kerja
Model kepuasan berusaha mengidentifikasi
apa yang memotivasi orang dalam pekerjaan (misalnya, aktualisasi diri, tanggung
jawab, dan perkembangan). Model tersebut berusaha menentukan hubungan perilaku
yang termotivasi.
Sebaliknya, teori proses lebih fokus pada
antesenden-antesenden kognitif yang membahas motivasi atau usaha (lebih fokus
pada cara antesenden berhubungan satu sama lain. Seperti ditunjukkan gambar 2.3,
pada teori kognitif, harapan memberi kontribusi signifikan untuk memahami
kompleksnya proses motivasi kerja. Pada teori proses akan dibahas teori ekuitas
dan keadilan organisasi serta analisis teori ekuitas dan keadilan organisasi
sebagai model kognitif modern dari motivasi kerja.
Valensi bagi Vroom adalah kekuatan
preferensi individu untuk hasil akhir tertentu. Istilah lain yang dapat
digunakan adalah nilai, sikap dan
utilitas yang diharapkan. Agar`Valensi menjadi positif, orang harus menyukai
memperoleh hasil daripada tidak memperolehnya sama sekali. Input utama dalam
valensi adalah instrument dari hasil
level pertama untuk memperoleh hasil level kedua yang diinginkan. Misalnya, orang akan termotivasi terhadap
kinerja superior karena keinginan untuk dipromosikan. Kinerja superior (hasil
level pertama) dinilai sebagai instrument untuk memperoleh promosi (hasil level
kedua).
Variabel
lain dalam proses motivasional Vroom adalah harapan.
Harapan menghubungkan usaha dengan hasil level pertama., sementara
instrumentalitas menghubungkan hasil level pertama dengan hasil level kedua. Instrumentalitas mengacu pada tingkat
dimana hasil level pertama akan mengakibatkan hasil level kedua yang
diinginkan. Singkatnya, kekuatan motivasi untuk melakukan sebuah tindakan
tertentu tergantung pada penjumlahan aljabar dari produk valensi untuk hasil
akhir (yang mencakup instrumentalitas) dikalikan dengan harapan.
Implikasi Model Vroom pada Perilaku
Organisasi
Teori
Vroom tidak memberikan pembahasan spesifik mengenai apa yang memotivasi anggota
organisasi, seperti model Maslow, Herzberg dan Alderfer. Meskipun tidak memberi
kontribusi secara langsung pada teknik memotivasi orang dalam organisasi, namun
model tersebut membantu memahami perilaku organisasi.
Alasan utama model Vroom menjadi sebuah
teori modern yang penting dari motivasi kerja karena mudah dipahami dan
diterapkan pada situasi mereka sendiri. Model ini menjelaskan hubungan antara
tujuan individu dan organisasi.
a.
Model Porter-Lawler
Porter dan Lawler mulai dengan premis
bahwa motivasi (usaha dan kekuatan) tidak sama dengan kepuasan dan kinerja.
Ketiganya merupakan variabel yang terpisah. Ketiganya berhubungan dengan cara
yang berbeda dari apa yang umumnya diasumsikan. Yang penting Porter Lawler
menunjukkan bahwa usaha (kekuatan atau motivasi) tidak secara langsung
menghasilkan kinerja. Kinerja dihubungkan dengan kemampuan dan karakter serta
persepsi peran. Lebih penting lagi adalah apa yang terjadi setelah kinerja
yaitu adanya kepuasan. Secara khusus disimpulkan (Fred Luthans;2006;289) bahwa
hubungan antara kinerja dan kepuasan akan lebih erat saat penghargan
dihubungkan dengan kinerja.
Pada awalnya terdapat rintangan dalam
hubungan antara motivasi dan kinerja yang harus diatasi yaitu(Gary
Blau:1993;152-170 ):
- Keraguan kemampuan, keahlian dan pengetahuan
- Kemungkinan pekerjaan fisik atau praktis
- Saling ketergantungan antara pekerjaan dengan orang atau aktivitas lain
- Ambiguitas mengenai persyaratan pekerjaan.
Selain itu pada bagian akhir hubungan
antara kinerja dan kepuasan disarankan terdapat pedoman untuk:
- Menentukan penghargaan apa yang dihargai karyawan
- Menentukan kinerja yang diinginkan
- Membuat kinerja yang diinginkan tercapai
- Menghubungkan penghargaan yang dicapai dengan kinerjaà artinya menempatkan penghargaan dalam rencana kompensasi. (Robert A. Baron:1983:137):
Teori Kontemporer dari Motivasi Kerja
a. Teori Ekuitas
Secara
sederhana teori tersebut berpendapat bahwa input utama dalam kepuasan dan
kepuasan adalah tingkat tingkat ekuitas (atau inekuitas) yang diterima
seseorang dalam pekerjaan mereka. Inekuitas
terjadi jika ratio input hasil seseorang dan ratio input hasil orang lain tidak
sama (J Stacey Adam):
Input dan output (hasi kerja) seseorang
dan orang lain didasarkan pada persepsi seseorang. Pada pokoknya. Rasio
didasarkan pada persepsi seseorang atas apa yang ia berikan (input) dan apa
yang ia terima (hasil) versus rasio antara apa yang diberikan orang lain dan
yang mereka terima.
Untuk memulihkan ekuitas, orang dapat
mengubah input atau hasil secara kognitif bentuk input atau hasil akhir,
meninggalkan lapangan, bertindak lain atau mengubah orang lain. Penting
diperhatikan bahwa inekuitas tidak muncul hanya saat orang merasa dicurangi.
Adam mempelajari dampak gaji yang berlebihan terhadap ekuitas. Penemuannya
menjelaskan bahwa pekerja lebih menyukai upah yang pantas daripada upah yang
berlebihan.
Individu yang dihadapkan dengan upah
rendah mungkin akan menurunkan kinerja, tetapi hanya pada batas yang tidak akan
mempengaruhi potensi untk mencapai penghargaan di masa mendatang.
b.
Teori Tiga-Kebutuhan
David McClelland dan kawan-kawan telah
mengajukan tiga motif atau kebutuhan utama yang relevan di tempat kerja, yaitu
:
1. Kebutuhan akan prestasi (nAch): Dorongan untuk unggul, untuk
mencapai sederetan standar guna meraih sukses.
2. Kebutuhan akan kekuasaan (nPow): Kebutuhan untuk membuat orang lain
berperilaku dengan cara yang diinginkan.
3. Kebutuhan akan afiliasi (nAff): Hasrat akan hubungan persahabatan
dan kedekatan antarpersonal.
Dari penelitian mengenai kebutuhan untuk
prestasi, McClelland menemukan bahwa orang-orang yang berprestasi membedakan
diri mereka dengan lainnya dengan hasrat mereka untuk melakukan segala sesuatu
yang lebih baik.
Kebutuhan akan kekuasaan adalah hasrat
untuk mendapatkan pengaruh dan mengendalikan orang lain. Individu yang memiliki
nPow menikmati kewenangan yang dimilikinya, berjuang untuk mempengaruhi orang
lain, lebih menyukai situasi persaingan dan berorientasi pada status, serta
cenderung untuk lebih menaruh perhatian yang besar terhadap prestise dan
pengaruhnya terhadap orang lain daripada kinerja yang efektif.
Kebutuhan akan afiliasi ini paling sedikit
mendapatkan perhatian dari para peneliti. Afiliasi dapat disamakan dengan
sasaran Dale-Carnegie—hasrat untuk disukai dan diterima oleh orang lain.
Individu dengan nAff yang tinggi berusaha keras untuk persahabatan, lebih
menyukai situasi kooperatif daripada kompetitif dan hubungan yang melibatkan
tingkat saling pengertian yang tinggi.
c.
Teori Goal-Setting.
Teori ini menyatakan bahwa niat—yang
dinyatakan sebagai tujuan—dapat menjadi sumber utama dari motivasi kerja. Kita
dapat menyatakan dengan tingkat keyakinan yang tinggi, bahwa tujuan yang
spesifik dapat meningkatkan kinerja dan bahwa tujuan yang sulit dicapai, bila
diterima, menghasilkan kinerja yang lebih tinggi daripada tujuan-tujuan yang
mudah dicapai.
d.
Teori Pengukuhan
Teori ini didasarkan atas hubungan sebab
akibat dari perilaku dengan pemberian kompensasi. Misalnya promosi tergantung
dari prestasi yang selalu dapat dipertahankan. Sifat ketergantungan tersebut
bertautan dengan hubungan perilaku dan kejadian yang mengikuti perilaku itu.
Teori pengukuhan ini terdiri dari dari dua jenis, yaitu :
1. Pengukuhan Positif (Positive Reinforcement), yaitu bertambahnya frekuensi perilaku,
terjadi jika pengukuhan positif diterapkan secara bersyarat.
2. Pengukuhan Negatif (Negative Reinforcement), yaitu bertambahnya frekuensi perilaku,
terjadi jika pengukuhan negatif dihilangkan secara bersyarat.
Jadi prinsip pengukuhan selalu
berhubungan dengan bertambahnya frekuensi dan tanggapan, apabila diikuti oleh
suatu stimulus yang bersyarat. Demikan juga ”prinsip hukuman (punishment)” selalu berhubungan dengan
berkurangnya frekuensi tanggapan (respons) itu diikuti oleh rangsangan yang
bersyarat.
Hubungan antara Teori Ekuitas dan Keadilan Organisasi
Perkembangan teori terbaru menentukan
bahwa teori ekuitas dapat diperluas menjadi apa yang disebut keadilan
organisasi. Teori ekuitas berfungsi sebagai fondasi keadilan pada dimensi-dimensi
keadilan. Teori Ekuitas mendukung persepsi keadilan distributif, yang merupakan
evaluasi kognitif individu berkaitan dengan apakah jumlah dan alokasi
penghargaan dalam penetapan sosial atau tidak. Secara sederhana, keadilan
distributif adalah keyakinan bahwa seseorang sebaiknya mendapatkan apa yang
patut didapatkannya.
Hasil analisis Juedo-Kristen menunjukkan
bahwa persepsi karyawan mengenai keadilan ditributif berhubungan dengan hasil
yang diinginkan seperti kepuasan kerja, komitmen organisasi, perilaku anggota
organisasi, pergantian karyawan dan kinerja.
Keadilan prosedural berhubungan dengan
keadilan prosedur yang dipakai untuk membuat keputusan. Keadilan prosedural
digunakan untuk mencapai hasil. Persepsi karyawan terhadap keadilan prosedural
ditunjukkan melalui analisis yang dihubungkan dengan semua hasil organisasi
yang diinginkan. Keadilan distributif merupakan alat yang baik untuk
memperkirakan kinerja dan keadilan prosedural penting untuk bisa sukses
mengimplementasikan perubahan organisasi.
Keadilan prosedural dapat meningkatkan
permasalahan ekualitas (sebagai lawan dari ekuitas). Ekualitas berarti bahwa
dalam situasi promosi, pria dan perempuan dan semua ras memiliki kesempatan
yang sama untuk dipilih dan kriteria yang digunakan tidak mendiskriminasikan. Ekuitas
berarti bahwa yang paling berkualitaslah yang dipromosikan. Secara
keseluruhan Teori Ekuitas sebagai dasar, berbagai dimensi keadilan organisasi
memainkan peran penting dalam banyak dinamika dan hasil perilaku organisasi.
Keadilan organisasi memberi gaji bukan hanya pada karyawan tetapi juga untuk
pelanggan dan hasil akhir.
Motivasi dan Budaya Organisasi
Motivasi merupakan pusat pentong dalam
studi dan aplikasi perilaku organisasi. Nilai penting motivasi akan
berbeda-beda di berbagai budaya. Perbedaan motivasi punya implikasi bukan hanya
saat memberi insentif pada pekerja, tetapi juga apakah ada pendekatan
motivasional antar budaya.
Tidak semua negara menggunakan asumsi awal
dalam memotivasi sumber daya manusianya. Meskipun pekerjaan itu penting bagi
semua orang di seluruh dunia, teori dan proses motivasional mungkin sama atau
tidak sama, tetapi ada beberapa perbedaan penting. Peran pekerjaan dan proses
motivasi sumber daya manusia dalam budaya tertentu mungkin juga akan berubah
setiap waktu.
Faktor-faktor yang dapat memberi
kontribusi pada perbedaan motivasi antar budaya adalah:
1. Peran agama; berkaitan dengan perbedaan
antar budaya berasal dari agama dan nilai yang terkandung di dalamnya.
2. Peran penghindaran Ketidakpastian;
dikaitkan dengan nilai budaya yang berhubungan dengan penghindaran ambiguitas
dan ketidakpastian. Seberapa ingin seseorang mau menghadapi ketidakpastian,
seberapa banyak mereka ingin mengetahui apa yang terjadi dan tidak mengambil
banyak risiko? Jika nilai budaya karyawan membuat mereka ingin hidup dengan ketidakpastian, mereka mungkin
termotivasi dengan sangat berbeda dari orang yang ingin tahu apa yang tejadi.
Atau orang dengan toleransi ambiguitas dan ketidakpastian yang rendah mungkin
lebih berespons positif terhadap tujuan pengukuran kinerja.
3. Peran Jarak Kekuasaan; disatu sisi orang
dapat menerima bahwa orang lain mempunyai kekuasaan lebih besar, disisi lain
orang sulit hidup tanpa kekuasaan.
Apakah Teori dan Pendekatan Motivasi
Berlaku Antarbudaya? Kebanyakan penelitian antar budaya mengenai motivasi
dibatasi pada teori kepuasan seperti kebutuhan Maslow, dua faktor Herzberg, dan
teori pencapaian McClelland. Hasil penelitian tersebut mengindikasikan bahwa
terdapat berbagai teori kepuasan antarbudaya. Sebagai contoh di Amerika
Serikat, Canada dan Inggris, kebutuhan untuk berprestasi secara budaya
didasarkan pada dua karakteristik:
(1)
keingininan
untuk menerima tingkat risiko sedang dan
(2)
perhatian
kuat pada kinerja
Pada saat yang sama, kerangka yang digunakan untuk
mempersiapkan teori-teori tersebut mungkin menjadi lebih universal. Orang di
semua budaya mengalami hierarki kebutuhan (Maslow), menghadapi faktor yang
mencegah ketidakpuasan dan menghasilkan motivasi (Herzberg), dan dihubungkan
dengan motivasi berprestasi (McClelland). Tidak berarti bahwa teori-teori
tersebut hilang atau tidak relevan
dengan antar budaya, tetapi mereka lebih mempunyai bentuk kepuasan yang berbeda
yang harus digabungkan saat diterapkan ke dalam berbagai budaya. Dengan kata
lain semua budaya mempunyai hierarki kebutuhan, tetapi urutan kebutuhan mungkin
berbeda menurut budaya.
Kunci untuk memahami motivasi dalam konteks internasional adalah terlebih
dahulu mengeksploitasi pengertian dasar dari pekerjaan. Dan akhirnya, manajemen
sumber daya manusia internasional mempertimbangkan cara potensial baru untuk
menerapkan teori dan pendekatan motivasi dengan mengadaptasikannya pada budaya
tertentu.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai
berikut : pertama, motivasi
erat hubungannya dengan perspektif mikro perilaku organisasi. Pemahaman
motivasi yang komprehenship mencakup urutan atau siklus kebutuhan-dorongan-insentif.
Proses dasar mencakup kebutuhan yang mengatur dorongan untuk bertindak
menghasilkan insentif (segala sesuatu yang mengurangi kebutuhan dan mengurangi
dorongan). Kebutuhan akan kekuasaan, prestasi, dan afiliasi merupakan contoh kekuatan
utama yang memotivasi perilaku peserta organisasi. Budaya organisasi merupakan falsafah, ideologi,
nilai-nilai, anggapan, keyakinan, harapan, sikap dan norma-norma yang dimiliki
secara bersama serta mengikat dalam suatu komunitas tertentu. Secara spesifik
budaya dalam organisasi akan ditentukan oleh kondisi team work, leaders dan
characteristic of organization serta administration process yang berlaku.
Budaya organisasi penting, karena merupakan kebiasaan-kebiasaan yang terjadi
dalam hirarki organisasi yang mewakili norma-norma perilaku yang diikuti oleh
para anggota organisasi. Dapat dikatakan pula bahwa secara tidak langsung
variabel motivasi kerja dan budaya mempengaruhi kinerja seseorang dan pada
ujung-ujungnya kinerja perusahaan dapat tercapai dengan baik.
Kedua,
Teori Ekuitas yang didasarkan pada
rasio input-output seseorang dibandingkan dengan orang lain, dapat meningkatkan
pemahaman terhadap proses kognitif yang
kompleks dalam motivasi kerja. Teori Ekuitas diterapkan pada analisis keadilan organisasi
di tempat kerja. Secara sederhana,
keadilan distributif adalah keyakinan bahwa seseorang sebaiknya mendapatkan apa
yang patut didapatkannya. Motivasi sebagai entitas kontemporer keadilan
organisasi diharapkan dapat membentuk perilaku organisasi yang dapat menunjang
keberhasilan organisasi
Ketiga,
studi motivasi antar budaya terjadi
dalam dua area. (1),
perbedaan dan persamaan antara motivasi dan pentingnya motivasi cenderung
mengindikasikan bahwa ada perbedaan dalam berbagai budaya. (2) penelitian yang terus-menerus dilakukan
untuk memahami teori motivasional yang dibatasi budaya.
Referensi
F.
Herzberg, B. Mausner dan B. Synderman, The Motivation to Work, N.Y.: Willey.
F.
Luthans & R.Kreitner,1984. Organizational
Behavior Modification and Beyond: An Operant and Social Learning Approach, Glenview, IL:Scott,
Foresman.
----------------,
The Management of Behavioral
Contingencies, Personnel, 1974.
F.
Luthans, 2006. Perilaku Organisasi,(Vivin
Andhika Yuwono, Shaker Purwanti), Andi, Yogyakarta,
edisi 10.
Gary
Blau, 1993.”Opertionalizing Direction and Level of Effort and Testing Their
Relationships to Individual Job Performance“, Organizational Behavior and Human Decision Processes.
G.Hosfstede,
1980.Culture’sConsequences: International
Differences in Work-Related Values, Beverly
Hills, CA: Sage.
Maslow.A.,Motivation and Personality, New York,
Harper&Row.
Miriam
Erez, Uwe Kleinbeck, dan Henk Thierry (Ed),2001. Work Motivation in the Context of a Globalizing Economy, Erlbaum, Mahwah, N.J.
Robbins,
S.P, 1994. Teori
Organisasi: Struktur, Desain, dan Aplikasi.
Alih bahasa Jusuf Udaya. Arcan.
Jakarta.
----------------, 2003a.
Perilaku Organisasi. Alih bahasa
oleh Tim Indeks. PT. Indeks. Jakarta.
--------------------------. Perilaku Organisasi. Alih bahasa oleh Tim Indeks. PT. Indeks. Jakarta.
Robbins,
S.P. and T.A. Judge. 2007. Organizational Behaviour. Pearson Education, Inc. Upper Saddle River. New
Jersey.
Robert A.
Baron. 1983. Behavior in Organizations, Allyn and Bacon, Boston.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar