Rabu, 22 Agustus 2018

PO


MOTIVASI DAN PROSES MOTIVASI
DALAM KONTEKS BUDAYA ORGANISASI
(KAJIAN TEORI)


Latar Belakang
Salah satu masalah nasional yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini adalah penanganan terhadap rendahnya kualitas sumber daya manusia. Jumlah sumber daya manusia yang besar apabila dapat didayagunakan secara efektif dan efisien akan bermanfaat untuk menunjang gerak lajunya pembangunan nasional yang berkelanjutan. Melimpahnya sumber daya manusia yang ada saat ini mengharuskan berfikir secara seksama yaitu bagaimana dapat memanfaatkan sumber daya manusia secara optimal.

Agar di masyarakat tersedia sumber daya manusia yang handal diperlukan pendidikan yang berkualitas, penyediaan berbagai fasilitas sosial, lapangan pekerjaan yang memadai. Kelemahan dalam penyediaan berbagai fasilitas tersebut akan menyebabkan keresahan sosial yang akan berdampak kepada keamanan masyarakat. Saat ini kemampuan sumber daya manusia masih rendah baik dilihat dari kemampuan intelektualnya maupun keterampilan teknis yang dimilikinya. Persoalan yang ada adalah bagaimana dapat menciptakan sumber daya manusia yang dapat menghasilkan kinerja yang optimal sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai. 
 Produktivitas kerja merupakan tuntutan utama bagi perusahaan agar kelangsungan hidup atau operasionalnya dapat terjamin. Produktivitas suatu badan usaha dapat memberikan kontribusi kepada pemerintah daerah maupun pusat, artinya dari produktivitas regional maupun nasional, dapat menunjang perekonomian baik secara makro maupun mikro. 
 Banyak hal yang dapat mempengaruhi produktivitas kerja, untuk itu perusahaan harus berusaha menjamin agar faktor-faktor yang berkaitan dengan produktivitas tenaga kerja dapat dipenuhi secara maksimal. Kualitas sumber daya manusia akan terpenuhi apabila kepuasan kerja sebagai unsur yang berpengaruh terhadap kinerja dapat tercipta dengan sempurna.
 Membahas kepuasan kerja tidak akan terlepas dengan adanya faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja seseorang. Dalam perusahaan manufacturing, produktivitas individu maupun kelompok sangat mempengaruhi kinerja perusahaan hal ini disebabkan oleh adanya proses pengolahan bahan baku menjadi produk jadi. Banyak hal yang dapat mempengaruhi produktivitas kerja, sehingga pengusaha harus menjaga factor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja dapat terpenuhi secara maksimal.
Persoalan kepuasan kerja akan dapat terlaksana dan terpenuhi apabila beberapa variabel yang mempengaruhi mendukung sekali. Variabel yang dimaksud adalah Culture dan Motivation. Dapat dikatakan pula bahwa secara tidak langsung ketiga variabel tersebut mempengaruhi kinerja seseorang dan pada ujung-ujungnya kinerja perusahaan dapat tercapai dengan baik. Sehubungan dengan hal tersebut, agar karyawan selalu konsisten dengan kepuasannya maka setidak-tidaknya perusahaan selalu memperhatikan lingkungan di mana karyawan melaksanakan tugasnya misalnya rekan kerja, pimpinan, suasana kerja dan hal-hal lain yang dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam menjalankan tugasnya.
Persoalan kepuasan kerja akan dapat terlaksana dan terpenuhi apabila beberapa variabel yang mempengaruhi mendukung sekali. Variabel yang dimaksud adalah Culture dan Motivation. Dapat dikatakan pula bahwa secara tidak langsung ketiga variabel tersebut mempengaruhi kinerja seseorang dan pada ujung-ujungnya kinerja perusahaan dapat tercapai dengan baik. Sehubungan dengan hal tersebut, agar karyawan selalu konsisten dengan kepuasannya maka setidak-tidaknya perusahaan selalu memperhatikan lingkungan di mana karyawan melaksanakan tugasnya misalnya rekan kerja, pimpinan, suasana kerja dan hal-hal lain yang dapat  mempengaruhi kemampuan seseorang dalam menjalankan tugasnya.
Membahas masalah budaya itu sendiri merupakan hal yang esensial bagi suatu organisasi atau perusahaan, karena akan selalu berhubungan dengan kehidupan yang ada dalam perusahaan.  Budaya organisasi merupakan falsafah, ideologi, nilai-nilai, anggapan, keyakinan, harapan, sikap dan norma-norma yang dimiliki secara bersama serta mengikat dalam suatu komunitas tertentu. Secara spesifik budaya dalam organisasi akan ditentukan oleh kondisi team work, leaders dan characteristic of organization serta administration process yang berlaku. Mengapa budaya organisasi penting, karena merupakan kebiasaan-kebiasaan yang terjadi dalam hirarki organisasi yang mewakili norma-norma perilaku yang diikuti oleh para anggota organisasi.
 Budaya yang produktif adalah budaya yang dapat menjadikan organisasi menjadi kuat dan tujuan perusahaan dapat terakomodasi.
Robbins (2001:528);  Organizational culture as an intervening variable.   Employees form an overall subjective perception of the organization based on such factor as degree of risk tolerance, team emphasis and support of people.This overall perception becomes, in effect, the organization culture or personality. These favorable or unfavorable perception then affect employee performance and satisfaction, with the impact being greater for strongerculture.
(Robbins (2001: 528); Budaya organisasi sebagai variabel intervening. Karyawan membentuk persepsi subyektif keseluruhan dari organisasi berdasarkan pada faktor seperti tingkat toleransi risiko, penekanan tim dan dukungan orang. Persepsi keseluruhan ini menjadi, pada dasarnya, budaya atau kepribadian organisasi. Persepsi yang menguntungkan atau tidak menyenangkan ini kemudian mempengaruhi kinerja dan kepuasan karyawan, dengan dampak yang lebih besar untuk budaya yang kuat.)
 Faktor lain yang berperan dalam menjadikan karyawan lebih berperilaku terarah apabila ada unsur-unsur positif dalam dirinya masing-masing.
Luthans (1992:165); Porter and Lawler start with the premise that motivation (effort or force) does not equal satisfaction and/or performance. Motivation, satisfaction and performance are all separate variables and relate in ways different from what was traditionally assumed.
Luthans (1992: 165); Porter dan Lawler mulai dengan premis bahwa motivasi (usaha atau kekuatan) tidak sama dengan kepuasan dan / atau kinerja. Motivasi, kepuasan dan kinerja adalah semua variabel yang terpisah dan berhubungan dengan cara yang berbeda dari apa yang secara tradisional diasumsikan.
 Hughes et al. (1999:388);  Motivation, satisfaction and performance seem clearly related. Pada umumnya dalam diri seorang pekerja ada dua hal yang penting dan dapat memberikan motivation atau dorongan yaitu masalah Compensation dan Expectancy. Khususnya masalah compensation sebagai imbal jasa dari pengusaha kepada karyawan yang telah memberikan kontribusinya selalu menjadikan sebagai ukuran puas atau tidaknya seseorang dalam menjalankan tugasnya atau pekerjaannya. Demikian pula pemberian  compensation dapat berdampak negatif apabila dalam pelaksanaannya tidak adil dan tidak layak yang pada akhirnya menimbulkan ketidakpuasan. Besar kecilnya compensation yang diberikan kepada karyawan seharusnya tergantung kepada besar kecilnya power of contribution and thinking yang disampaikan oleh pekerja kepada perusahaan. Sehubungan dengan hal tersebut mengingat pemberian compensation harus adil tentunya harus ada ukuran yang jelas dan transparan misalnya berdasarkan outputnya (prestasi yang dicapai).
Behavior merupakan bagian dari budaya yang berkaitan dengan  kinerja, hal ini tentunya logis sekali sebab dengan berperilaku seseorang akan dapat memperoleh apa yang dikehendaki dan apa yang diharapkan. Jadi behavior merupakan tindakan yang nyata dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh apa yang diharapkan. Dalam organisasi tentunya banyak faktor yang mempengaruhi seseorang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, sedangkan jalannya organisasi atau perusahaan tentunya diwarnai oleh perilaku individu yang merasa berkepentingan dalam kelompoknya masing-masing. Perilaku individu yang berada dalam organisasi atau perusahaan tentunya sangat mempengaruhi organisasi baik secara langsung maupun tidak langsung, hal ini akibat adanya kemampuan individu yang berbeda-beda dalam menghadapi tugas atau aktivitasnya.
Perilaku akan timbul atau muncul akibat adanya pengaruh atau rangsangan dari lingkungan yang ada (baik internal maupun eksternal) begitu pula individu berperilaku karena adanya dorongan oleh serangkaian kebutuhan. Setiap manusia atau seseorang selalu mempertimbangkan perilakunya terhadap segala apa yang diinginkan agar dapat tercapai tanpa menimbulkan konflik baik secara individu maupun kelompok, sehingga kinerja dapat tercapai sesuai dengan yang diinginkan.
Mc Kenna and Beech (1995:121); In research undertaken by Income Data Service, London (IDS,1989) it was concluded that the performance factors most usually appraised were as follows:(1) knowledge, ability and skill on the job, (2) attitude to work, expressed as enthusiasm, commitment and motivation,(3) quality of work on a consistent basis with attention to detail,(4) volume of performance output, (5) interaction, amplified in communication, skill and ability to related to others  in terms.
(Mc Kenna dan Beech (1995: 121); Dalam penelitian yang dilakukan oleh Penghasilan Layanan Data, London (IDS, 1989) disimpulkan bahwa faktor kinerja yang paling biasanya dinilai adalah sebagai berikut: (1) pengetahuan, kemampuan dan keterampilan pada pekerjaan, (2) sikap untuk bekerja, dinyatakan sebagai antusiasme , komitmen dan motivasi, (3) kualitas kerja secara konsisten dengan perhatian terhadap detail, (4) volume output kinerja, (5) interaksi, diperkuat dalam komunikasi, keterampilan dan kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain dalam istilah.)
Sehubungan dengan hal tersebut perlu melakukan analisis pengaruh faktor perilaku organisasi terhadap kepuasan kerja dan kinerja, pengertian faktor perilaku organisasi disini adalah budaya organisasi dan motivasi.
Identifikasi Masalah
Sehubungan dengan uraian yang telah dikemukakan, maka permasalahan yang akan dibahas dalam kajian ini adalah: Bagaimana pengaruh faktor perilaku organisasi terhadap kepuasan kerja dan kinerja, jika dikaitkan budaya organisasi dan motivasi. 

Tujuan

Berdasarkan latar belakang yang telah diungkapkan di atas dapat dibuat tujuan dari kajian  ini adalah:
  1. Menguraikan konsep motivasi dan motivasi kerja, kebutuhan  dan proses motivasi dan kaitannya dengan budaya organisasi yang perlu disiapkan dalam rangka meningkatkan kinerja organisasi
  2. Menguraikan konsep motivasi sebagai bagian dari entitas kontemporer dan keadilan organisasi dalam membentuk perilaku organisasi yang dapat menunjang keberhasilan organisasi
c.  Menguraikan dan menganalisis motivasi kerja antar budaya.
 
KAJIAN TEORI

Teori Motivasi
            Saat ini secara virtual semua orang punya definisi motivasi tersendiri. Biasanya kata motivasi didefinisikan sebagai: hasrat, harapan, tujuan, sasaran, kebutuhan, dorongan, motivasi, insentif. Istilah motivasi berasal dari kata latin movere yang berarti bergerak. Motivasi adalah proses yang dimulai dengan defisiensi fisiologis atau psikologis yang menggerakkan perilaku atau dorongan yang ditujukan untuk tujuan atau insentif.
 Berbagai usaha yang dilakukan oleh manusia tentunya untuk memenuhi keinginan dan kebutuhannya, namun agar keinginan dan kebutuhannya dapat terpenuhi tidaklah mudah didapatkan apabila tanpa usaha yang maksimal. Mengingat kebutuhan orang yang satu dengan yang lain berbeda-beda tentunya cara untuk memperolehnya akan berbeda pula.
Dalam memenuhi kebutuhannya seseorang akan berperilaku sesuai dengan dorongan yang dimiliki dan apa yang mendasari perilakunya, untuk itu dapat dikatakan bahwa dalam diri seseorang ada kekuatan yang mengarah kepada tindakannya. Teori motivasi merupakan konsep yang bersifat memberikan penjelasan tentang kebutuhan dan keinginan seseorang serta menunjukkan arah tindakannya. Motivasi seseorang berasal dari interen dan eksteren.
Herpen et al. (2002); hasil penelitiannya mengatakan bahwa motivasi seseorang berupa intrinsik dan ekstrinsik Sedangkan Gacther and falk (2000), Kinman and Russel (2001); Motivasi intrinsik dan ekstrinsik sesuatu yang sama-sama mempengaruhi tugas seseorang. Kombinasi insentive intrinsik dan ekstrinsik merupakan kesepakatan yang ditetapkan dan berhubungan dengan psikologi seseorang. 
 Berbagai teori motivasi yang ada salah satunya adalah Porter Lawler Model. Persoalan antara kepuasan kerja dan kinerja muncul sejak adanya gerakan hubungan antar manusia. Sebenarnya dalam teori muatan tersirat adanya bahwa kepuasan mengarah kepada kinerja dan tidak kepuasan menurunkan kinerja. Porter Lawler menyatakan bahwa proses kognitif dalam persepssi memainkan suatu peran sentral bahwa hubungan antara kepuasan dan kinerja berhubungan secara langsung dengan suatu model motivasi.
Menurut Mondy and Noe (1996:358); Direct financial compensation consist of the pay that a person receives in the form of wages salaries, bonuses and commissions. Indirect financial compensation (benefits) includes all financial rewards that are not included direct compensation.
(Menurut Mondy dan Noe (1996: 358); Kompensasi finansial langsung terdiri dari bayaran yang diterima seseorang dalam bentuk gaji gaji, bonus dan komisi. Kompensasi keuangan tidak langsung (manfaat) mencakup semua imbalan keuangan yang tidak termasuk kompensasi langsung.)
 Menurut Gitosudarmo (1986) motivasi atau dorongan kepada karyawan untuk bersedia bekerja sama demi tercapainya tujuan bersama atau tujuan perusahaan ini terdapat dua macam yaitu:
a.   Motivasi finansial yaitu dorongan yang dilakukan dengan memberikan imbalan finansial kepada karyawan. Imbalan tersebut sering disebut Insentif;
b.     Motivasi non finansial yaitu dorongan yang diwujudkan tidak dalam bentuk finansial, akan tetapi berupa hal-hal seperti pujian, penghargaan, pendekatan manusiawi dan lain sebagainya.
Kompensasi non keuangan terdiri dari kepuasan yang diterima oleh seseorang dari tugas atau dari psikologi dan atau lingkungan phisik dimana seseorang bekerja. Pada saat-saat tertentu seseorang dalam menerima kompensasi akan mengukur penerimaannya dengan bentuk nonfinancial atau financial hal ini tergantung pada tingkat kebutuhan yang dimilikinya.
Werther and Davis (1996:381); Manajemen kompensasi berusaha keras membuat keadilan luar dan dalam. Internal menghendaki keadilan nilai pembayaran relatif sama dengan tugas yang diterima sedangkan eksternal adalah pembayaran pekerja sebanding dengan pembayaran oleh perusahaan lain dipasaran tenaga kerja. Jadi kompensasi berusaha untuk memberikan kewajaran terhadap pembayaran-pembayaran yang diterima oleh pekerja baik dilihat dari dalam perusahaan maupun dari luar perusahaan.
Motivasi adalah kemauan untuk berbuat sesuatu, sedangkan motiv adalah kebutuhan, keinginan, dorongan. Motiv dengan kekuatan besarlah yang akan menentukan perilaku seseorang.
Motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan seseorang anggota organisasi mau dan rela mengerahkan kemampuan dalam bentuk keahlian atau ketrampilan, tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan (Siagian, 1995). Istilah motivasi mengandung tiga hal yang amat penting :
Pertama, pemberian motivasi berkaitan langsung dengan usaha pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasional. Tersirat pada pandangan ini bahwa dalam tujuan dan sasaran organisasi telah tercakup tujuan dan sasaran pribadi anggota organisasi. Pemberian motivasi hanya akan efektif apabila dalam diri bawahan yang digerakkan terdapat keyakinan bahwa dengan tercapainya tujuan maka tujuan pribadipun akan ikut pula tercapai.
Kedua, motivasi merupakan proses keterkaitan antara usaha dan pemuasan kebutuhan tertentu. Usaha merupakan ukuran intensitas kemauan seseorang. Apabila seseorang termotivasi, maka akan berusaha keras untuk melakukan sesuatu.
Ketiga, kebutuhan. Kebutuhan adalah keadaan internal seseorang yang menyebabkan hasil usaha tertentu menjadi menarik. Artinya suatu kebutuhan yang belum terpuaskan menciptakan “ketegangan” yang pada gilirannya menimbulkan dorongan tertentu pada diri seseorang.
   Kunci untuk memahami motivasi dan proses motivasi bergantung pada pengertian dan hubungan antara kebutuhan, dorongan dan insentif. Tiga elemen yang berinteraksi dan saling tergantung:
1.      Kebutuhan; tercipta saat tidak adanya keseimbangan fisiologis dan psikologis,
2.     Dorongan; atau motif terbentuk untuk mengurangi kebutuhan. Hal ini merupakan proses motivasi.
3.    Insentif; akhir siklus motivasi, semua yang akan mengurangi sebuah kebutuhan dan dorongan. Memperoleh insentif akan cenderung memulihkan keseimbangan fisiologis atau psikologis dan akan mengurangi dorongan yang ada.
 
 Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi bisnis saat ini adalah memperlakukan semua pelanggan dan karyawan dengan sikap adil dan pantas. 

Teori Kepuasan Motivasi Kerja
Teori yang mendasarkan usaha pemberian motivasi kerja ada beberapa macam yaitu:
a. Teori ERG (Alderfer)
 Alderfer  mengatakan terdapat perbedaan mendasar antara kebutuhan dengan urutan lebih rendah dan kebutuhan dengan urutan lebih tinggi. Selanjutnya Alderfer mengidentifikasi 3 (tiga) kelompok kebutuhan: eksistensi (exixtence), hubungan (relatedness), dan perkembangan (growth), yang kemudian disebut teori ERG. Kebutuhan eksistensi berhubungan dengan kelangsungan hidup (kesejahteraan fisiologis). Kebutuhan hubungan menekankan pentingnya hubungan sosial atau hubungan antar pribadi. Kebutuhan Perkembangan berhubungan dengan keinginan instrinsik individu terhadap pekembangan pribadi.
Menurut teori ERG Alderfer, individu akan menekankan hubungan sosial pada pekerjaan maupun di luar pekerjaan dan menjadi lebih terpikat dengan gaji dan benefit.

b. Teori Hierarkhi Kebutuhan (Need Hierarchy Theory)
Maslow (Gitosudarmo, 1986) menyatakan bahwa kebutuhan manusia mengandung unsur bertingkat atau memiliki hierarkhi dari kebutuhan yang rendah sampai yang prioritas tinggi. Kebutuhan manusia yang paling dasar adalah kebutuhan fisik seperti makan, minum dan pakaian. Apabila kebutuhan dasar ini belum terpenuhi secara cukup maka kebutuhan tersebut akan menduduki hierarkhi yang tertinggi dan kebutuhan yang lain menduduki hierarkhi rendah. Adapun kebutuhan manusia terdiri dari beberapa tingkat dengan urutan sebagai berikut:
1). Fisik;
2). Rasa aman;
3). Sosial/ kemasyarakatan;
4). Penghargaan;
5). Aktualisasi diri.

Kebutuhan fisik adalah kebutuhan yang paling dasar yaitu kebutuhan yang berhubungan dengan biologis seperti makanan, minuman, pakaian dan papan tempat berteduh. Kebutuhan rasa aman adalah kebutuhan atas perlindungan dari gangguan fihak lain baik yang berasal dari manusia lain maupun dari makhluk lain seperti binatang buas dan sebagainya. Pemenuhan kebutuhan ini dapat berupa pemilikan alat-alat perlindungan, alat pertahanan diri, persenjataan, alat tanda bahaya, dan sebagainya. Kebutuhan rasa aman akan muncul setelah kebutuhan fisik terpenuhi. 
Setelah kebutuhan urutan kedua yaitu kebutuhan akan rasa aman terpenuhi maka akan muncul kebutuhan urutan ketiga yaitu kebutuhan sosial. Kebutuhan sosial adalah berupa kebutuhan untuk bergaul dengan manusia lain atau anggota masyarakat yang lain. Kebutuhan ini dapat berupa memberi dan menerima rasa cinta kasih, rasa diterima dalam kelompok, rasa membutuhkan dan dibutuhkan, rasa berteman atau bekerja sama. Apabila kebutuhan urutan ketiga ini telah terpenuhi maka akan muncul kebutuhan berikutnya yaitu kebutuhan akan penghargaan diri (harga diri). Kebutuhan ini dapat berupa tuntutan atau keinginan untuk dianggap sebagai pimpinan yang baik, sekretaris yang baik, dosen yang rajin, karyawan yang berprestasi, mahasiswa teladan dan sebagainya.
Kebutuhan pada urutan terakhir adalah kebutuhan atas aktualisasi diri yaitu suatu kebutuhan untuk menunjukkan kepribadian khusus seseorang, dengan mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya. Kebutuhan ini dapat berupa keinginan seseorang untuk menghasilkan sesuatu yang dapat diakui oleh umum bahwa hasil karyanya sangat baik dan bermanfaat bagi masyarakat atau orang lain.

Dari beberapa urutan kebutuhan manusia tersebut di atas apabila kebutuhan yang paling dasar sudah terpenuhi maka kebutuhan tingkat berikutnya menjadi dominan dan kebutuhan yang lain akan menjadi kurang dominan atau pada hierarkhi yang rendah. Penjelasan ini dapat digambarkan sebagaimana berikut:



c. Teori Dua Faktor (Motivator-Hygiene Theory)
Teori dua faktor dari Herzberg berusaha mencari sebab-sebab adanya rasa puas dan rasa tidak puas dari seseorang terhadap pekerjaan yang dilakukannya. Dengan diketahuinya sebab-sebab tersebut, maka akan diusahakan untuk dapat diciptakan kepuasan sehingga para pekerja dapat terdorong atau termotivasi untuk bekerja dengan lebih baik. Teori ini memberikan gambaran bahwa kepuasan akan hasil pekerjaan seseorang dipengaruhi oleh suatu faktor yang disebut faktor pemuas (satisfier factor). Faktor pemuas tersebut timbul di dalam diri pekerja terhadap hasil pekerjaannya dan kemudian menciptakan perasaan berprestasi, dihargai, memperoleh kemajuan, telah mengerjakan yang cukup penting serta rasa tanggung jawab. Di pihak lain pada diri pekerja juga terdapat rasa ketidak-puasan yang disebut faktor kesehatan (higiene factor). Hygiene factor berupa pengaruh lingkungan kerja, yaitu antara lain berupa hubungan dengan supervisor, hubungan dengan teman kerja, rasa tidak aman dalam bekerja, kondisi kerja, status pekerjaan atau jabatan, serta gaji yang cukup. Tersedianya faktor kesehatan berarti terciptanya lingkungan kerja yang sehat baik sehat fisik maupun sehat mental (Gitosudarmo, 1986). Kedua faktor yaitu satisfier factor dan hygiene factor harus tersedia atau disediakan oleh manajer sehingga terjadi dorongan untuk bekerja bersama secara efektif dan efisien.
Implikasi teori ini bahwa seorang pekerja mempunyai dorongan untuk berkarya tidak sekedar mencari nafkah akan tetapi sebagai wahana untuk memuaskan berbagai kepentingan dan kebutuhannya, bagaimanapun kebutuhan itu dikategorisasikan (Siagian, 1995).
Menurut Herzberg, hanya motivator yang memotivasi karyawan dalam pekerjaan. Motivator ekuivalen dengan kebutuhan tingkat yang lebih tinggi dari Maslow. Menurut Herzberg, individu harus memiliki pekerjaan dengan kepuasan yang menantang agar benar-benar termotivasi.



d. Teori X dan Teori Y
Menurut Gregor dalam teorinya terdapat dua macam sikap dasar dari setiap orang yaitu :
1). Sikap dasar yang didasari oleh teori X
Dalam teori ini diasumsikan bahwa pada dasarnya manusia memiliki sifat malas, lebih senang kepadanya diberikan petunjuk-petunjuk praktis saja daripada diberikan kebebasan berfikir dan memilih atau mengambil keputusan. Dalam hal ini mereka tidak senang menerima tanggung jawab, dia hanya menyenangi haknya saja serta selalu ingin aman. Motivasi kerja hanyalah untuk mendapatkan uang atau finansial saja (motif finansial). Manajer yang mendasarkan teori ini akan melakukan pengawasan sangat ketat dengan tidak memberikan kebebasan kepada bawahan, pekerjaan disusun dengan berstruktur secara rapi dan teliti, sedangkan pekerja tinggal mengikuti petunjuk-petunjuk pelaksanaan kerja tanpa kebebasan, kemudian memberikan hukuman atau paksaan dan hadiah atau ganjaran. Kebijaksanaan manajer dengan teori X mengandung bahaya karena pengawasan yang terlalu ketat dan tanpa kebebasan akan menimbulkan perlawanan dan ketidakpuasan. Teori X banyak menunjukkan kebenaran pada masyarakat yang masih berpendidikan rendah yang pada umumnya mereka masih mendasarkan diri pada motif fisik dan rasa aman saja. Penerapan teori X bagi seorang manajer tercermin pada sikap atau pandangannya terhadap bawahan yang berupa:
a)    Karyawan pada umumnya tidak suka bekerja dan akan selalu berusaha untuk menghindar apabila terdapat kesempatan untuk menghindari pekerjaan yang menjadi tugasnya;
b)   Karyawan harus dipaksa diarahkan, diawasi dan apabila perlu diberikan ancaman hukuman agar tujuan perusahaan dapat tercapai;
c)  Kebanyakan orang tidak kreatif, tidak berinisiatif dan tidak suka bertanggung jawab, maka manajer harus selalu memberikan pengarahan dan petunjuk kepada karyawannya.


2). Sikap dasar yang dilandasi oleh teori Y
Teori Y berasumsi bahwa manusia pada dasarnya senang bekerja. Bekerja adalah faktor alamiah bagi orang dewasa seperti halnya bermain bagi anak-anak kecil. Oleh karena itu, sebenarnya dimanapun dan kapanpun setiap orang dewasa akan selalu mencoba untuk bekerja. Dalam hal ini, manusia akan selalu bekerja untuk mencapai tujuannya. Pengendalian dan penempatan diri sendiri merupakan dasar motivasi kerja guna mencapai tujuan organisasi. Pencerminan dari manajer yang menerapkan teori Y ini adalah berupa pemberian kelonggaran yang lebih besar kepada bawahan untuk berinisiatif, mengembangkan kreasi-kreasi mereka guna selalu meningkatkan efisiensi dan efektivitas pencapaian tujuan organisasi. Di samping itu manajer akan bersifat terbuka (open management), yaitu berusaha memberikan informasi-informasi yang diperlukan untuk peningkatan kegiatan kerja baik diminta maupun tidak diminta oleh bawahan atau karyawannya. Gejala ini akan banyak dijumpai pada masyarakat yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi. Penerapan teori Y bagi seorang manajer tercermin dalam sikap dan tindakannya yang berupa:
a)      Karyawan diberi kebebasan untuk bekerja dan berinisiatif karena bekerja adalah pada hakekatnya seperti halnya bermain pada anak-anak kecil;
b)  Paksaan dan pengawasan ketat tidak banyak dilakukan akan tetapi lebih banyak diadakan komitmen atau persetujuan dan kesepakatan bersama, karena dengan kesepakatan itu akan timbul dorongan dari dalam diri karyawan itu sendiri, dorongan yang timbul dari dalam diri adalah yang terbaik;
c)  Kreativitas karyawan dikembangkan karena pada hakekatnya karyawan tidak hanya ingin memperoleh tanggung jawab dari orang lain akan tetapi mereka juga mencari tanggung jawab dari dirinya sendiri.
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa dengan adanya motivasi akan terjadilah kemauan kerja dan dengan adanya kemauan untuk bekerja serta bekerja sama itu maka produktivitas akan meningkat. Motivasi dapat dilaksanakan dengan berbagai cara antara lain dengan pendekatan finansial maupun pendekatan non finansial. Pendekatan finansial untuk menimbulkan motivasi dapat dilakukan dengan memberikan upah serta upah insentif kepada karyawan, sedangkan pendekatan non finansial dapat dilakukan dengan cara mengadakan sinkronisasi kepentingan individu dengan kepentingan bersama atau kepentingan perusahaan.
Di samping itu motivasi dapat pula diciptakan dengan mengadakan pengaturan kondisi kerja yang sehat. Hal-hal tersebut akan menimbulkan motivasi kerja sehingga karyawan mau dan rela untuk mengerahkan kemampuan dalam bentuk keahlian, ketrampilan, tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi.

Teori Proses dari Motivasi Kerja
Model kepuasan berusaha mengidentifikasi apa yang memotivasi orang dalam pekerjaan (misalnya, aktualisasi diri, tanggung jawab, dan perkembangan). Model tersebut berusaha menentukan hubungan perilaku yang termotivasi.
Sebaliknya, teori proses lebih fokus pada antesenden-antesenden kognitif yang membahas motivasi atau usaha (lebih fokus pada cara antesenden berhubungan satu sama lain. Seperti ditunjukkan gambar 2.3, pada teori kognitif, harapan memberi kontribusi signifikan untuk memahami kompleksnya proses motivasi kerja. Pada teori proses akan dibahas teori ekuitas dan keadilan organisasi serta analisis teori ekuitas dan keadilan organisasi sebagai model kognitif modern dari motivasi kerja.


Valensi bagi Vroom adalah kekuatan preferensi individu untuk hasil akhir tertentu. Istilah lain yang dapat digunakan adalah nilai, sikap dan utilitas yang diharapkan. Agar`Valensi menjadi positif, orang harus menyukai memperoleh hasil daripada tidak memperolehnya sama sekali. Input utama dalam valensi adalah instrument dari hasil level pertama untuk memperoleh hasil level kedua yang diinginkan.  Misalnya, orang akan termotivasi terhadap kinerja superior karena keinginan untuk dipromosikan. Kinerja superior (hasil level pertama) dinilai sebagai instrument untuk memperoleh promosi (hasil level kedua).
Variabel lain dalam proses motivasional Vroom adalah harapan. Harapan menghubungkan usaha dengan hasil level pertama., sementara instrumentalitas menghubungkan hasil level pertama dengan hasil level kedua. Instrumentalitas mengacu pada tingkat dimana hasil level pertama akan mengakibatkan hasil level kedua yang diinginkan. Singkatnya, kekuatan motivasi untuk melakukan sebuah tindakan tertentu tergantung pada penjumlahan aljabar dari produk valensi untuk hasil akhir (yang mencakup instrumentalitas) dikalikan dengan harapan.

Implikasi Model Vroom pada Perilaku Organisasi
Teori Vroom tidak memberikan pembahasan spesifik mengenai apa yang memotivasi anggota organisasi, seperti model Maslow, Herzberg dan Alderfer. Meskipun tidak memberi kontribusi secara langsung pada teknik memotivasi orang dalam organisasi, namun model tersebut membantu memahami perilaku organisasi.
Alasan utama model Vroom menjadi sebuah teori modern yang penting dari motivasi kerja karena mudah dipahami dan diterapkan pada situasi mereka sendiri. Model ini menjelaskan hubungan antara tujuan individu dan organisasi.

a.        Model Porter-Lawler
Porter dan Lawler mulai dengan premis bahwa motivasi (usaha dan kekuatan) tidak sama dengan kepuasan dan kinerja. Ketiganya merupakan variabel yang terpisah. Ketiganya berhubungan dengan cara yang berbeda dari apa yang umumnya diasumsikan. Yang penting Porter Lawler menunjukkan bahwa usaha (kekuatan atau motivasi) tidak secara langsung menghasilkan kinerja. Kinerja dihubungkan dengan kemampuan dan karakter serta persepsi peran. Lebih penting lagi adalah apa yang terjadi setelah kinerja yaitu adanya kepuasan. Secara khusus disimpulkan (Fred Luthans;2006;289) bahwa hubungan antara kinerja dan kepuasan akan lebih erat saat penghargan dihubungkan dengan kinerja.
Pada awalnya terdapat rintangan dalam hubungan antara motivasi dan kinerja yang harus diatasi yaitu(Gary Blau:1993;152-170 ):
  1. Keraguan kemampuan, keahlian dan pengetahuan
  2. Kemungkinan pekerjaan fisik atau praktis
  3. Saling ketergantungan antara pekerjaan dengan orang atau aktivitas lain
  4. Ambiguitas mengenai persyaratan pekerjaan.
Selain itu pada bagian akhir hubungan antara kinerja dan kepuasan disarankan terdapat pedoman untuk:
  1. Menentukan penghargaan apa yang dihargai karyawan
  2. Menentukan kinerja yang diinginkan
  3. Membuat kinerja yang diinginkan tercapai
  4. Menghubungkan penghargaan yang dicapai dengan kinerjaà artinya menempatkan penghargaan dalam rencana kompensasi. (Robert A. Baron:1983:137):
Teori Kontemporer dari Motivasi Kerja
a. Teori Ekuitas
            Secara sederhana teori tersebut berpendapat bahwa input utama dalam kepuasan dan kepuasan adalah tingkat tingkat ekuitas (atau inekuitas) yang diterima seseorang dalam pekerjaan mereka. Inekuitas terjadi jika ratio input hasil seseorang dan ratio input hasil orang lain tidak sama (J Stacey Adam):



Input dan output (hasi kerja) seseorang dan orang lain didasarkan pada persepsi seseorang. Pada pokoknya. Rasio didasarkan pada persepsi seseorang atas apa yang ia berikan (input) dan apa yang ia terima (hasil) versus rasio antara apa yang diberikan orang lain dan yang mereka terima.
Untuk memulihkan ekuitas, orang dapat mengubah input atau hasil secara kognitif bentuk input atau hasil akhir, meninggalkan lapangan, bertindak lain atau mengubah orang lain. Penting diperhatikan bahwa inekuitas tidak muncul hanya saat orang merasa dicurangi. Adam mempelajari dampak gaji yang berlebihan terhadap ekuitas. Penemuannya menjelaskan bahwa pekerja lebih menyukai upah yang pantas daripada upah yang berlebihan.
Individu yang dihadapkan dengan upah rendah mungkin akan menurunkan kinerja, tetapi hanya pada batas yang tidak akan mempengaruhi potensi untk mencapai penghargaan di masa mendatang.
 
b.        Teori Tiga-Kebutuhan
David McClelland dan kawan-kawan telah mengajukan tiga motif atau kebutuhan utama yang relevan di tempat kerja, yaitu :
1.    Kebutuhan akan prestasi (nAch): Dorongan untuk unggul, untuk mencapai sederetan standar guna meraih sukses.
2.   Kebutuhan akan kekuasaan (nPow): Kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku dengan cara yang diinginkan.
3. Kebutuhan akan afiliasi (nAff): Hasrat akan hubungan persahabatan dan kedekatan antarpersonal.
Dari penelitian mengenai kebutuhan untuk prestasi, McClelland menemukan bahwa orang-orang yang berprestasi membedakan diri mereka dengan lainnya dengan hasrat mereka untuk melakukan segala sesuatu yang lebih baik.
Kebutuhan akan kekuasaan adalah hasrat untuk mendapatkan pengaruh dan mengendalikan orang lain. Individu yang memiliki nPow menikmati kewenangan yang dimilikinya, berjuang untuk mempengaruhi orang lain, lebih menyukai situasi persaingan dan berorientasi pada status, serta cenderung untuk lebih menaruh perhatian yang besar terhadap prestise dan pengaruhnya terhadap orang lain daripada kinerja yang efektif.
Kebutuhan akan afiliasi ini paling sedikit mendapatkan perhatian dari para peneliti. Afiliasi dapat disamakan dengan sasaran Dale-Carnegie—hasrat untuk disukai dan diterima oleh orang lain. Individu dengan nAff yang tinggi berusaha keras untuk persahabatan, lebih menyukai situasi kooperatif daripada kompetitif dan hubungan yang melibatkan tingkat saling pengertian yang tinggi.  

c.        Teori Goal-Setting.
Teori ini menyatakan bahwa niat—yang dinyatakan sebagai tujuan—dapat menjadi sumber utama dari motivasi kerja. Kita dapat menyatakan dengan tingkat keyakinan yang tinggi, bahwa tujuan yang spesifik dapat meningkatkan kinerja dan bahwa tujuan yang sulit dicapai, bila diterima, menghasilkan kinerja yang lebih tinggi daripada tujuan-tujuan yang mudah dicapai.


d.        Teori Pengukuhan
Teori ini didasarkan atas hubungan sebab akibat dari perilaku dengan pemberian kompensasi. Misalnya promosi tergantung dari prestasi yang selalu dapat dipertahankan. Sifat ketergantungan tersebut bertautan dengan hubungan perilaku dan kejadian yang mengikuti perilaku itu. Teori pengukuhan ini terdiri dari dari dua jenis, yaitu :
1.    Pengukuhan Positif (Positive Reinforcement), yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuhan positif diterapkan secara bersyarat.
2.    Pengukuhan Negatif (Negative Reinforcement), yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuhan negatif dihilangkan secara bersyarat.

Jadi prinsip pengukuhan selalu berhubungan dengan bertambahnya frekuensi dan tanggapan, apabila diikuti oleh suatu stimulus yang bersyarat. Demikan juga ”prinsip hukuman (punishment)” selalu berhubungan dengan berkurangnya frekuensi tanggapan (respons) itu diikuti oleh rangsangan yang bersyarat.

Hubungan antara Teori Ekuitas dan Keadilan Organisasi
Perkembangan teori terbaru menentukan bahwa teori ekuitas dapat diperluas menjadi apa yang disebut keadilan organisasi. Teori ekuitas berfungsi sebagai fondasi keadilan pada dimensi-dimensi keadilan. Teori Ekuitas mendukung persepsi keadilan distributif, yang merupakan evaluasi kognitif individu berkaitan dengan apakah jumlah dan alokasi penghargaan dalam penetapan sosial atau tidak. Secara sederhana, keadilan distributif adalah keyakinan bahwa seseorang sebaiknya mendapatkan apa yang patut didapatkannya.
Hasil analisis Juedo-Kristen menunjukkan bahwa persepsi karyawan mengenai keadilan ditributif berhubungan dengan hasil yang diinginkan seperti kepuasan kerja, komitmen organisasi, perilaku anggota organisasi, pergantian karyawan dan kinerja.
Keadilan prosedural berhubungan dengan keadilan prosedur yang dipakai untuk membuat keputusan. Keadilan prosedural digunakan untuk mencapai hasil. Persepsi karyawan terhadap keadilan prosedural ditunjukkan melalui analisis yang dihubungkan dengan semua hasil organisasi yang diinginkan. Keadilan distributif merupakan alat yang baik untuk memperkirakan kinerja dan keadilan prosedural penting untuk bisa sukses mengimplementasikan perubahan organisasi.
Keadilan prosedural dapat meningkatkan permasalahan ekualitas (sebagai lawan dari ekuitas). Ekualitas berarti bahwa dalam situasi promosi, pria dan perempuan dan semua ras memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih dan kriteria yang digunakan tidak mendiskriminasikan. Ekuitas berarti bahwa yang paling berkualitaslah yang dipromosikan. Secara keseluruhan Teori Ekuitas sebagai dasar, berbagai dimensi keadilan organisasi memainkan peran penting dalam banyak dinamika dan hasil perilaku organisasi. Keadilan organisasi memberi gaji bukan hanya pada karyawan tetapi juga untuk pelanggan dan hasil akhir.

Motivasi dan  Budaya Organisasi
Motivasi merupakan pusat pentong dalam studi dan aplikasi perilaku organisasi. Nilai penting motivasi akan berbeda-beda di berbagai budaya. Perbedaan motivasi punya implikasi bukan hanya saat memberi insentif pada pekerja, tetapi juga apakah ada pendekatan motivasional antar budaya.
Tidak semua negara menggunakan asumsi awal dalam memotivasi sumber daya manusianya. Meskipun pekerjaan itu penting bagi semua orang di seluruh dunia, teori dan proses motivasional mungkin sama atau tidak sama, tetapi ada beberapa perbedaan penting. Peran pekerjaan dan proses motivasi sumber daya manusia dalam budaya tertentu mungkin juga akan berubah setiap waktu.
Faktor-faktor yang dapat memberi kontribusi pada perbedaan motivasi antar budaya adalah:
1.   Peran agama; berkaitan dengan perbedaan antar budaya berasal dari agama dan nilai yang terkandung di dalamnya.
2.   Peran penghindaran Ketidakpastian; dikaitkan dengan nilai budaya yang berhubungan dengan penghindaran ambiguitas dan ketidakpastian. Seberapa ingin seseorang mau menghadapi ketidakpastian, seberapa banyak mereka ingin mengetahui apa yang terjadi dan tidak mengambil banyak risiko? Jika nilai budaya karyawan membuat mereka ingin  hidup dengan ketidakpastian, mereka mungkin termotivasi dengan sangat berbeda dari orang yang ingin tahu apa yang tejadi. Atau orang dengan toleransi ambiguitas dan ketidakpastian yang rendah mungkin lebih berespons positif terhadap tujuan pengukuran kinerja.
3.   Peran Jarak Kekuasaan; disatu sisi orang dapat menerima bahwa orang lain mempunyai kekuasaan lebih besar, disisi lain orang sulit hidup tanpa kekuasaan.
Apakah Teori dan Pendekatan Motivasi Berlaku Antarbudaya? Kebanyakan penelitian antar budaya mengenai motivasi dibatasi pada teori kepuasan seperti kebutuhan Maslow, dua faktor Herzberg, dan teori pencapaian McClelland. Hasil penelitian tersebut mengindikasikan bahwa terdapat berbagai teori kepuasan antarbudaya. Sebagai contoh di Amerika Serikat, Canada dan Inggris, kebutuhan untuk berprestasi secara budaya didasarkan pada dua karakteristik:
(1)               keingininan untuk menerima tingkat risiko sedang dan
(2)               perhatian kuat pada kinerja
Pada saat yang sama, kerangka yang digunakan untuk mempersiapkan teori-teori tersebut mungkin menjadi lebih universal. Orang di semua budaya mengalami hierarki kebutuhan (Maslow), menghadapi faktor yang mencegah ketidakpuasan dan menghasilkan motivasi (Herzberg), dan dihubungkan dengan motivasi berprestasi (McClelland). Tidak berarti bahwa teori-teori tersebut  hilang atau tidak relevan dengan antar budaya, tetapi mereka lebih mempunyai bentuk kepuasan yang berbeda yang harus digabungkan saat diterapkan ke dalam berbagai budaya. Dengan kata lain semua budaya mempunyai hierarki kebutuhan, tetapi urutan kebutuhan mungkin berbeda menurut budaya.
        Kunci untuk memahami motivasi dalam konteks internasional adalah terlebih dahulu mengeksploitasi pengertian dasar dari pekerjaan. Dan akhirnya, manajemen sumber daya manusia internasional mempertimbangkan cara potensial baru untuk menerapkan teori dan pendekatan motivasi dengan mengadaptasikannya pada budaya tertentu.

Kesimpulan
Berdasarkan uraian, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : pertama, motivasi erat hubungannya dengan perspektif mikro perilaku organisasi. Pemahaman motivasi yang komprehenship mencakup urutan atau siklus kebutuhan-dorongan-insentif. Proses dasar mencakup kebutuhan yang mengatur dorongan untuk bertindak menghasilkan insentif (segala sesuatu yang mengurangi kebutuhan dan mengurangi dorongan). Kebutuhan akan kekuasaan, prestasi, dan afiliasi merupakan contoh kekuatan utama yang memotivasi perilaku peserta organisasi. Budaya organisasi merupakan falsafah, ideologi, nilai-nilai, anggapan, keyakinan, harapan, sikap dan norma-norma yang dimiliki secara bersama serta mengikat dalam suatu komunitas tertentu. Secara spesifik budaya dalam organisasi akan ditentukan oleh kondisi team work, leaders dan characteristic of organization serta administration process yang berlaku. Budaya organisasi penting, karena merupakan kebiasaan-kebiasaan yang terjadi dalam hirarki organisasi yang mewakili norma-norma perilaku yang diikuti oleh para anggota organisasi. Dapat dikatakan pula bahwa secara tidak langsung variabel motivasi kerja dan budaya mempengaruhi kinerja seseorang dan pada ujung-ujungnya kinerja perusahaan dapat tercapai dengan baik.
Kedua, Teori Ekuitas yang didasarkan pada rasio input-output seseorang dibandingkan dengan orang lain, dapat meningkatkan pemahaman terhadap proses  kognitif yang kompleks dalam motivasi kerja. Teori Ekuitas diterapkan pada analisis keadilan organisasi di tempat kerja.  Secara sederhana, keadilan distributif adalah keyakinan bahwa seseorang sebaiknya mendapatkan apa yang patut didapatkannya. Motivasi sebagai entitas kontemporer keadilan organisasi diharapkan dapat membentuk perilaku organisasi yang dapat menunjang keberhasilan organisasi
Ketiga, studi motivasi antar budaya terjadi dalam dua area. (1), perbedaan dan persamaan antara motivasi dan pentingnya motivasi cenderung mengindikasikan bahwa ada perbedaan dalam berbagai budaya. (2) penelitian yang terus-menerus dilakukan untuk memahami teori motivasional yang dibatasi budaya.

Referensi
F. Herzberg, B. Mausner dan B. Synderman, The Motivation to Work, N.Y.: Willey.
F. Luthans & R.Kreitner,1984. Organizational Behavior Modification and Beyond: An Operant and Social Learning Approach, Glenview, IL:Scott, Foresman.
----------------, The Management of Behavioral Contingencies, Personnel, 1974.
F. Luthans, 2006. Perilaku Organisasi,(Vivin Andhika Yuwono, Shaker Purwanti), Andi, Yogyakarta, edisi 10.
Gary Blau, 1993.”Opertionalizing Direction and Level of Effort and Testing Their Relationships to Individual Job Performance“, Organizational Behavior and Human Decision Processes.
G.Hosfstede, 1980.Culture’sConsequences: International Differences in Work-Related Values, Beverly Hills, CA: Sage.
Maslow.A.,Motivation and Personality, New York, Harper&Row.
Miriam Erez, Uwe Kleinbeck, dan Henk Thierry (Ed),2001. Work Motivation in the Context of a Globalizing Economy, Erlbaum, Mahwah, N.J.
Robbins, S.P,  1994.  Teori Organisasi: Struktur, Desain, dan Aplikasi.  Alih bahasa Jusuf Udaya.  Arcan.  Jakarta.
----------------,  2003a.  Perilaku Organisasi.  Alih bahasa oleh Tim Indeks.  PT. Indeks.  Jakarta.
--------------------------.  Perilaku Organisasi.  Alih bahasa oleh Tim Indeks.  PT. Indeks.  Jakarta.
Robbins, S.P. and T.A. Judge.  2007.  Organizational Behaviour.  Pearson Education, Inc.  Upper Saddle River.  New Jersey.
Robert A. Baron. 1983. Behavior in Organizations, Allyn and Bacon, Boston.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar