Manajemen
Inovasi dan Nilai Jual Individu
Kompasiana Opini 24 February 2014
Perkembangan zaman menuntut individu agar menjadi
manusia inovatif dan mampu menciptakan perubahan. Dalam dunia kerja, perusahaan
cenderung mencari kandidat berdasarkan kompetensi. Pola feodalisme zaman
orde baru tentang senioritas agaknya bergeser menjadi pola kualifikasi.
Mengkualifikasikan karyawan berdasarkan kompetensi. Kompetensi dinilai
berdasarkan latar belakang pendidikan, keahlian, kemampuan dan pengalaman yang
dimiliki. Disinilah letak inovasi sebagai bahan bahan bakar peningkatan kemampuan
dan keahlian berperan.
Sebuah perusahaan akan lebih cepat berkembang
apabila memberikan kesempatan bagi seluruh karyawannya untuk meningkatkan
kompetensi dan berinovasi. Eileen Rahman dalam
tulisannya yang berjudul “Pemimpin, Pawang Inovasi” mengatakan bahwa inovasi
perlu menjadi akuntabilitas semua orang dalam sebuah organisasi. Hanya kondisi
inilah yang bisa membuat perusahaan tetap muda. Berbanding lurus dengan nilai
jual. Nilai jual seorang individu meningkat seiring dengan ide-ide yang
ditelurkannya. Jika inovasi dahulu hanya dianggap akan dikeluarkan oleh
sekolompok orang pada level jabatan tertentu, berbeda dengan sekarang.
Dampak positifnya perusahaan menjadi lebih cepat
berkembang seiring dengan inovasi yang dihasilkan dan karyawan memiliki nilai
jual lebih tinggi dan merupakan asset penting bagi perusahaan.
Perusahaan penyedia jasa layanan internet Google,
menempati urutan #1 (dari 100) perusahaan terbaik untuk bekerja yang dinobatkan
oleh Fortune Magazine pada Januari 2007. Hal ini dikarenakan oleh budaya kerja
80/20, perusahaan yang berkantor di California - Amerika Serikat itu.
Apa itu 80/20? 80/20 adalah pembagian waktu. 80%
waktu kita untuk melakukan main job atau tugas utama kita sesuai dengan
deskripsi pekerjaan, 20% waktu kita bisa digunakan untuk melakukan kegiatan
yang sesuai dengan minat kita. Faktanya ide-ide inovatif justru lahir disaat
waktu 20% itu sedang digunakan, seperti ide doodle goggle, adanya gmail, gtalk
dan lain sebagainya.
Mengapa demikian? Otak manusia mampu menelurkan
ide-ide kreatif disaat sedang santai, rileks dan bahagia. Rasa bahagia yang
ditimbulkan mampu menghasilkan sebuah pemikiran kreatif (out of the box)
Perusahaan-perusahaan besar saat ini biasanya
mencari generasi muda karena dianggap mampu menelurkan dan menghasilkan buah
karya inovatif dan kreatif. Tengoklah Sampoerna Foundation yang memberikan
beasiswa kepada pengusaha-pengusaha muda, Djarum Black Inovation Award
apresiasi terhadap inovasi karya anak bangsa, Danone Aqua mengadakan Aqua
Danone Nations Cup sebagai ajang pencarian bakat sepakbola di tingkat SD dan
SSB (Sekolah Sepak Bola). Betapa perusahaan besar mencari talenta muda yang
dianggap mampu memberikan inovasi positif.
Helmy Yahya pernah dinobatkan sebagai ‘The
Creator’, atas prestasinya menciptakan ratusan kuis dari hasil
pemikirannya. Di era tahun 2007 kita bisa melihat stasiun Tv penuh dengan acara
reality show dan quiz hasil pemikiran Helmy Yahya. Kala itu nama Helmy Yahya
begitu naik daun. Sebuah contoh selama Anda menciptakan inovasi, Anda akan
dicari. Ia bahkan mengatakan di seminarnya bahwa, “kreatif itu adalah suatu
keharusan!”
Sebuah kalimat inspiratif terlontar kala saya
mewawancara seorang manager muda. Latar belakang pendidikannya hanya lulusan
SMA. Terinspirasi dari film James Bond yang ditontonnya, ‘perbedaan orang
sukses dan orang gila hanya terletak di hasil.’
Orang sukses berani mewujudkan ide kreatif dan
membuat hasil dari gagasannya. Gagasan Anda akan selamanya menjadi sebuah angan
jika Anda tidak pernah berusaha mewujudkannya.
Jika Anda merasa inovasi hanya dimiliki oleh
orang-orang bertalenta, tapi tidak dengan diri Anda. Jangan salah! Anda adalah
mahluk inovatif. Andalah si kreatif tersebut. Tidak percaya? Coba bayangkan
ide-ide Anda, tulis dalam secarik kertas, buatlah konsep matang dan bicarakan
pada atasan. Mari kita lihat hasilnya!**
(Ilustrasi : http://us.123rf.com)
Sumber:
Kompasiana Opini 24 February 2014 |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar