Leadership, Decision Making dan Employee Involvement
(Dalam Kajian Teori)
(2)
(2)
c. Gaya
Kepemimpinan
Pemimpin yang
berhasil bukanlah yang mencari kekuasaan untuk diri sendiri, melainkan
mendistribusikan kekuasaan kepada orang banyak untuk mencapai cita-cita yang
sama. Bagaimana kiat mengatasi masalah bersama karyawan secara efektif dan
efisien ? jawabannya adalah melalui kejelasan wewenang, tanggung jawab, serta
diimbangi dengan sikap disiplin. Semua itu meski dikawal pula oleh interaksi
yang positif, yaitu keteramplan utama dalam mengelola sumber daya manusia.
Pemimpin harus sensitif dalam berinteraksi, baik terhadap bahasa verbal, suara,
maupun nonverbal atau bahasa tubuh (body
language). Sebagai tambahan dalam menjelaskan tentang kepemimpinan itu
sendiri, ada beberapa gaya kepemimpinan dengan masing-masing ciri yang secara
umum telah diketahui yaitu :
Gaya Kepemimpinan Otoriter artinya
pemimpin membawakan dirinya sebagai penguasa dan pengambil keputusan,
mengungkung diri terpisah dari anak buah. Arah panah menunjukkan komunikasi
satu arah, bos mendominasi segala wewenang/ kekuasaan. Ciri-ciri kepemimpinan
otoriter antara lain : (a) Segala
keputusan diambil sendiri oleh bos. (b) Tugas-tugas bawahan diperinci oleh bos.
(c) Dalam menilai bawahan, bos melibatkan perasaan pribadinya, sehingga lebih
bersifat subjektif. (d) Memberi kesempatan kepada bawahan untuk berpartisipasi
atau mengajukan pendapat, tetapi hanya sebagai lips service saja. (e) Mengawasi pekerjaan bawahan dengan ketat.
Gaya Kepemimpinan Partisipatif artinya pemimpin dan anggota tim berada dalam satu kesatuan dan bekerja
sama menyelesaikan masalah . Arah panah menggambarkan interaksi (komunikasi dua
arah), bos dan karyawan berbagi wewenang/kekuasaan dalam sebuah tim/grup.
Ciri-ciri gaya kepemimpinan partisipatif antara lain : (a) Setiap keputusan
diambil melalui diskusi bersama pihak-pihak terkait. (b) Dalam menyelesaikan
tugas-tugas, karyawan diberi wewenang, hak , dan tanggung jawab secukupnya
untuk menerapkan caranya sendiri yang dianggap efisien. (c) Menilai bawahan
secara rasional, dengan melihat data dan fakta. (d) Memberikan kesempatan
kepada bawahan untuk mengajukan pendapat sejauh hal itu sejalan dengan tujun
organisasi /manajemen. (e) Tidak kaku dalam mengawasi pekerjaan bawahan karena
membangun sinerji melalui interaksi yang selaras.
Free-reign artinya pemimpin tidak menyupervisi anggota tim,
sehingga anggota mengelompok dan bersatu diluar kontrol pemimpinnya. Arah panah
menandakan komunikasi satu arah. Karyawan mendominasi kebebasan tanpa wewenang
dan partisipasi bos.
Gaya Kepemimpinan Militeristis artinya pemimpin yang menerapkan gaya militer . Ciri-ciri gaya kepemimpinan
militeristis antara lain ; (a) Suka menggunakan sistem perintah untuk menggerakkan bawahan. (b) Suka menggunakan pangkat dan jabatan dalam
mengambil keputusan. (c) Menggunakan formalitas yang kaku dan menerapkan
disiplin tinggi terhadap bawahan. (d) Tidak suka menerima kritik, terutama dari
bawahan. (e) Menggemari simbol-simbol dan seremonial untuk berbagai peristiwa
dan kesempatan.
PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Pengambilan keputusan adalah proses yang disengaja
dalam membuat pilihan diantara satu atau beberapa alternatif dengan tujuan
mencapai sesuatu yang diinginkan. Keputusan muncul sebagai respon terhadap masalah
atau peluang. Masalah (problem)
adalah penyimpangan dari situasi yang ada saat ini dengan situasi yang
diinginkan. Itu adalah
kesenjangan (gap) antara apa yang
terjadi dengan apa yang seharusnya. Beberapa aspek kinerja tidak memuaskan.
Peluang (opportunities)
terjadi ketika manajer melihat potensi prestasi yang menyediakan kesempatan
untuk menciptakan prestasi organisasional melebihi sasaran yang telah
ditetapkan saat ini. Peluang adalah penyimpangan antara harapan yang ada saat
ini dan pengenalan terhadap situasi yang secara potensial lebih baik. Para
manajer melihat kemungkinan meningkatkan kinerja melebihi level saat ini.
Dengan kata lain pengambil keputusan menyadari bahwa keputusan yang tepat dapat
menghasilkan kondisi sesuai tujuan atau yang diharapkan.
Model Umum Proses Pangambilan Keputusan
Bagaimana orang mengambil keputusan? Untuk
menjawab pertanyaan tersebut kita dapat melihat model umum pengambilan
keputusan seperti digambarkan pada gambar 2.8.
Identifikasi masalah (problem identification) adalah tahap yang pertama dalam pengambilan
keputusan dan merupakan tahapan yang paling penting. Kita perlu
mengidentifikasi masalah secara tepat untuk dapat memilih solusi yang terbaik.
Seperti yang sudah dijelaskan diatas, masalah adalah penyimpangan antara
situasi saat ini dengan situasi yang diinginkan. Penyimpangan ini adalah gejala
(Symtoms) dari penyebab-penyebab yang
lebih utama dalam organisasi. Proses ini terjadi dengan cara memahami penyebab
utama dari gejala (symtoms) yang
menarik perhatian kita. Proses keputusan kemudian diarahkan untuk mengubah akar
penyebab sehingga gejala-gejala direduksi atau dieliminasi.
Tahap kedua adalah menentukan gaya keputusan yang
tepat. Satu hal yang penting mengenai pemecahan masalah adalah keputusan terprogram dan keputusan tidak terprogram. Keputusan
terprogram mengikuti standar prosedur operasi (SOP). Tidak dibutuhkan untuk
meng-explore solusi alternatif karena solusi alternatif telah diidentifikasi
dan terdokumentasi. Sebaliknya, masalah baru, kompleks dan masalah yang tidak
terdefinisi membutuhkan keputusan yang
tidak terprogram.
Gambar 2.8
Model
Umum Pengambilan Keputusan
Tahap ketiga pada model umum pengambilan keputusan
adalah mengembangkan daftar solusi yang memungkinkan. Proses ini biasanya
dimulai dengan mencari solusi yang siap digunakan, seperti praktek-praktek yang
telah bekerja secara baik untuk masalah yang sama. Jika solusi yang dapat
diterima tidak ditemukan, kemudian pembuat keputusan mencoba untuk mendesain
solusi yang sesuai atau memodifikasi yang sudah ada. Tahap keempat adalah
memilih alternatif terbaik. Dalam proses yang pure rasional, tahap ini akan melibatkan identifikasi semua faktor
dimana alternatif-alternatif dipertimbangkan, pemberian bobot yang
merefleksikan pentingnya faktor tersebut, memberi peringkat alternatif pada
faktor-faktor tersebut, dan menghitung total nilai setiap alternatif dari
peringkat dan bobot faktor.
Pada tahap kelima pembuat keputusan harus
mengumpulkan karyawan dan memobilisasi sumber daya secara efisien untuk
menterjemahkan keputusannya ke dalam tindakan. Mereka harus mempertimbangkan
motivasi, kemampuan, dan persepsi peran para karyawan dalam mengimplementasikan
solusi, tergantung faktor situasi untuk memfasilitasi implementasinya.
Tahap terakhir dalam model keputusan adalah
mengevaluasi kesenjangan yang terdekat antara apa yang terjadi dengan apa yang
seharusnya terjadi. Secara ideal, informasi tersebut seharusnya datang dari
perbandingan (benchmarking) yang
sistematik, sehingga umpan balik yang dihasilkan lebih obyektif dan mudah
diobservasi.
a). Mengidentifikasi Masalah
Dan Peluang
Masalah dan peluang tidak nampak dengan
sendirinya. Mereka harus dikenali dan secara cermat didefinisikan oleh pembuat
keputusan. Bagaimanapun juga, manusia tidak efisien secara sempurna atau
berfikir netral seperti mesin. Sehingga masalah seringkali tidak terdiagnosa
dan peluang tidak terlihat. Dua faktor yang menyebabkan hal tersebut adalah tidak sempurnanya persesi pembuat keputusan
dan kemampuan diagnosa yang rendah.
Bias Persepsi
Manusia menterjemahkan masalah dan peluang
berdasarkan persepsi mereka, nilai dan asumsi. Sayangnya, mekanisme perhatian
yang selektif menyebabkan informasi yang relevan menjadi tidak tersaring secara
tidak tersadari. Terlebih lagi, karyawan, klien dan pihak lainnya yang
mempunyai perasaan yang sama dapat mempengaruhi persepsi pengambil keputusan
sehingga informasi menjadi lebih banyak atau lebih sedikit dipersepsikan
sebagai masalah atau peluang. Oleh karena itu pengambilan keputusan seringkali
ditandai (dianggap) dengan politik atau negosiasi.
Tantangan persepsi yang lebih besar adalah bahwa
manusia memandang masalah atau peluang melalui model mental mereka. Cara kerja
model mental tersebut membantu kita merasakan lingkungan, tetapi juga terlalu
luas asumsinya yang membutakan kita pada realitas baru.
Lemahnya Kemampuan Diagnostik
Masalah Perseptual membatasi kemampuan kita untuk
mendiagnosa persoalan dan mengenali peluang secara efektif. Manusia ingin
merasakan suatu situasi, maka mereka dengan cepat mendefinisikan persoalan
dengan dasar stereotype dan informasi
yang tidak substantial. Mereka gagal untuk melihat persoalan atau peluang
sebagai hasil dari informasi dan waktu yang tidak tepat. Hal lainnya adalah
bahwa organisasi merupakan system yang kompleks, maka pembuat keputusan mungkin
menghadapi masalah dalam mengidentifikasi dimana penyebab utama persoalan
terjadi.
Kesalahan mendiagnosa lainnya adalah persoalan
didefinisikan (dipandang) dari solusi menurut mereka. Kata-kata “persoalan
adalah kita membutuhkan lebih banyak kendali melebihi pemasok kita” telah
menjebak. Persoalan mungkin saja bahwa supplier tidak mengirim produk mereka
pada waktunya, tetapi pernyataan ini berfokus pada solusi. Kecenderungan
berfokus pada solusi disebabkan oleh bias seseorang untuk bertindak sesuai
kebutuhan untuk mengurangi ketidakpastian. Dengan demikian, berfokus pada
solusi men-scan tahap identifikasi lingkaran masalah dalam pembuatan keputusan.
Masalah orientasi solusi juga terjadi karena
pembuat keputusan menerima penguatan positif dari tindakan dimasa lampau. Intinya
disini bahwa pembuat keputusan mungkin melihat persoalan dari perspektif solusi
yang telah tersedia. Kadang-kadang mereka mencari solusi-solusi yang pernah
(telah) ada apa yang dapat mereka terapkan untuk sebuah persoalan.
Mengidentifikasi Persoalan dan Peluang Secara Lebih Efektif
Mengenali persoalan dan peluang akan selalu
menantang, tetapi prosesnya dapat ditingkatkan melalui kepedulian atas
keterbatasan diagnosa dan perceptual tersebut. Dengan mengenali bagaimana model
mental membatasi pemahaman seseorang atas dunianya, pembuat keputusan
mempelajari untuk lebih terbuka terhadap persepktif lain dari kenyataan.
Kelemahan perceptual dan diagnosa dapat juga diminimalisir dengan mendiskusikan
dengan kolega. Pengambil keputusan meneliti kebuntuan yang dihadapinya dalam
mengidentifikasi masalah dengan cara mendengarkan bagaimana orang lain
mempersepsikan informasi yang ada dan mendiagnosa persoalan. Peluang juga bisa menjadi
terlihat ketika orang lain yang berada diluar kita mengeksplore informasi dari
model mental mereka yang berbeda.
Strategi lain dalam mengidentifikasi persoalan
adalah menciptakan system peringatan dini (Early Warning Syastem). Jika
peringkat kepuasan pelanggan turun atau biaya meningkat melebihi batas wajar,
maka prosedur eksekutif atau program computer dapat memberitahukan pengambil
keputusan untuk memperhatikan hal tersebut. Tanda-tanda tersebut dapat
ditentukan dari pengalaman (praktek) masa lalu atau tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya bagi stakeholder utama (Customer, pemegang saham, keryawan, dll).
Ke-efektifan tanda peringatan dini, dengan demikian, hanya baik bagi keinginan
mengenai mereka.
b). Mengevaluasi Dan Memilih
Solusi
Selama beberapa tahun, pengambilan keputusan dipelajari
secara utama oleh ahli ekonomi, yang membuat beberapa asumsi tentang bagaimana
orang memilih berbagai alternatif. Mereka berasumsi bahwa pengambil keputusan
mempunyai artikulasi yang baik dan semuanya setuju dengan tujuan organisasi.
Mereka juga berasumsi bahwa pengambil keputusan adalah mesin berfikir rasional
yang secara efektif dan secara simultan memproses fakta-fakta mengenai seluruh
alternatif dan konsekwensi-konsekwensi dari alternatif tersebut. Akhirnya, ahli
teori tersebut berasumsi bahwa pengambil keputusan selalu memilih alternatif
dengan payoff tertinggi. Hal tersebut
hanyalah asumsi hipotetis, tetapi perspektif rasional ini menempatkan fondasi
bagi kesalahan konsepsi populer tentang bagaimana orang mengambil keputusan.
Gambar 2.9. Asumsi Ekonomi
Tradisional versus OB
Sumber : McShane & Von Glinow (2003 : 265)
Saat ini, banyak ahli ekonomi yang menemukan
keterbatasan dari asumsi yang tidak realistis tersebut. Malahan, mereka
menyadari bahwa pengambilan keputusan menyangkut berbagai keterbatasan
manusia.
Pesoalan Tujuan
Kita membutuhkan tujuan yang jelas untuk memilih
solusi terbaik. Mengidentifikasi tujuan apa yang seharusnya dan kemudian
menyediakan sebuah standar yang dipadukan dengan dimana setiap alternatif
dievaluasi. Dalam kenyataannya tujuan organisasi sering ambigu, atau dalam
kondisi konflik satu sama lain. Survey menunjukan bahwa 25% manajer dan
karyawan merasakan keputusan tertunda dikarenakan sulitnya menyetujui apa yang
mereka inginkan untuk mencapai keputusan. Persoalan menjadi berlipat ketika
anggota organisasi tidak menyetujui terhadap kepentingan relatif dari tujuan
tersebut. Hal tersebut juga meragukan bahwa semua keputusan berbasis pada
tujuan organisasi; beberapa keputusan dibuat untuk memuaskan tujuan pribadi si
pembuat terutama jika mereka tidak cocok dengan tujuan organisasi.
Persoalan Pemrosesan Informasi
Manusia tidak dapat membuat keputusan rasional
secara sempurna, sebab mereka tidak dapat memproses informasi secara baik. Satu
masalah bahwa bias perseptual membelokan interpretasi dan pemilihan informasi.
Lalu, pembuat keputusan tidak menyadari setiap butir informasi sebab perhatian
yang selektif memproses dan menyaringnya terlalu banyak. Kedua, pembuat keputusan tidak memungkinkan memikirkannya melalui
semua alternatif-alternatif dan hasil-hasilnya, sehingga mereka menggunakannya
pada pencarian dan evaluasi yang terbatas dari alternatif-alternatif tersebut.
Sebagai contoh, ada banyak merek komputer untuk dipilih tetapi orang biasanya
hanya memilih beberapa tipe darinya. Ketiga, daripada mempelajari semua
alternatif pada waktu yang bersamaan, pembuat keputusan biasanya melihat
alternatif secara terpisah. Pada saat alternatif baru muncul, dengan cepat
dibandingkan dengan implisit favorite.
Implisit favorite adalah alternative
yang paling disukai oleh pembuat keputusan diantara berbagai alternative yang
ada.
Persoalan maksimisasi
Pembuat keputusan cenderung memilih alternatif
yang dapat diterima atau cukup baik, daripada solusi terbaik yang memungkinkan.
Dengan kata lain, mereka menggunakan satisficing
daripada maximizing. Satisficing terjadi karena tidak mungkin
mengidentifikasi semua alternatif, dan informasi yang tersedia tidak sempurna
atau ambigu. Satisficing juga terjadi
karena pembuat keputusan cenderung mengevaluasi alternatif secara sequential. Keputusan dan solusi apa
yang dianggap cukup tergantung ketersediaan alternatif yang acceptable. Standar meningkat jika
alternatif yang acceptable mudah
ditemukan dan menurun jika hanya beberapa tersedia.
Memilih Solusi Yang Lebih Efektif
Mendapatkan seluruh dari keterbatasan manusia
dalam membuat keputusan sangat sulit, Tetapi tiga strategi dapat
dipertimbangkan : evaluasi sistematik (systematic evaluation), sistem pendukung
keputusan (decision support system),
dan perencanaan skenario (scenario
planning). Evaluasi sistematik mengikuti
ukuran dan proses logis dalam
pemilihan alternatif. Pada seleksi pelamar pekerjaan, sebagai contoh, evaluasi
sistematik meliputi (1) mengidentifikasi faktor relevan dimana pelamar dinilai
; (2) mengukur setiap faktor dari pelamar; (3) membobotkan tingkat kepentingan
setiap faktor ; dan (4) menghitung seluruh skor bagi setiap pelamar dengan
dasar bobot dan peringkat untuk setiap faktor.
Kedua, strategi menggunakan sistem pendukung keputusan
(DSS) untuk menuntun dalam pembuatan keputusan. Perlu dicatat bahwa sistem
pendukung keputusan merubah keputusan yang tidak terprogram menjadi keputusan
terprogram. Hal tersebut membantu karyawan untuk mengidentifikasi persoalan
secara sistematis, dimana kemudian solusi menjadi tersedia tanpa membutuhkan
evaluasi alternatif.
Eksekutif pada Ericson, Shell, Noranda, dan banyak
organisasi lain mencoba membuat keputusan yang lebih baik melalui strategi yang
ketiga, yang disebut Scenario planning ;
sebuah proses yang sistematis pemikiran tentang alternatif dimasa yang akan
datang dan apa yang seharusnya organisasi lakukan untuk mengantisipasi dan
bereaksi terhadap lingkungannya. Bentuk lain scenario planning adalah mengeksplor persoalan dan peluang potensial
tetapi hal tersebut juga menjadi alat untuk memilih keputusan yang terbaik
dibawah skenario yang memungkinkan jauh sebelum hal itu terjadi.
Membuat Pilihan dengan intuisi
Intuisi adalah kemampuan untuk mengetahui jika
sebuah masalah atau peluang muncul, dan memilih tindakan terbaik tanpa alasan
yang disadari. Banyak perdebatan mengenai nilai intuisi. Beberapa ahli
memperingatkan kita bahwa intuisi hanya dapat mendatangkan keputusan yang tidak
berguna. Berlawanan dengan peringatan tersebut, banyak eksekutif sangat percaya
terhadap intuisinya. Studi terbaru melaporkan bahwa banyak profesional dan
eksekutif menyatakan bahwa mereka bersandar pada intuisi, sebagian
mengkombinasikannya dengan pengambian keputusan yang lebih rasional. Perlu
dicatat bahwa intuisi jarang terjadi sendirian. Pengambil keputusan menganalisa
keputusan yang tersedia, kemudian memainkan intuisi mereka untuk melengkapi
proses keputusan. Haruskah kita bersandar pada intuisi atau memandangnya dengan
hari-hati ? jawabannya banyak. Adalah benar bahwa kadang-kadang kita bias oleh
pembenaran pengambilan keputusan yang tidak sistematik sebagai intuisi. Intuisi
kadang-kadang bernilai ketika pembuat keputusan mempunyai pengetahuan yang luas
tentang sebuah bisnis, tetapi sedikit pengetahuan tentang situasi yang baru.
c). Mengevaluasi Hasil
Keputusan
Pengambil keputusan tidak selalu sepenuhnya jujur
dengan dirinya sendiri ketika mengevaluasi keefektifan keputusan mereka. Satu
hal adalah bahwa setelah membuat pilihan, pengambil keputusan cenderung untuk
menaikan kualitas dari alternatif yang terpilih dan menurunkan alternatif lain
yang tidak terpilih. Mereka mengabaikan atau menutup pentingnya informasi
negatif mengenai alternatif yang terpilih dan menekankan pada informasi
positif. Distorsi perseptual ini dikenal sebagai post decisional justification,
hasil dari kebutuhan akan pemeliharaan self- identity positif.
Peningkatan Komitmen
Persoalan kedua
ketika mengevaluasi hasil keputusan adalah peningkatan komitmen (escalation of commitment). Escalation of commitment adalah kecenderungan untuk mengulang
keputusan yang buruk atau mengalokasikan sumber daya lebih banyak bagi sebuah
tindakan yang gagal.
Penyebab escalation of commitment adalah
justifikasi pribadi (self justification),
pemikiran penjudi (gambler’s fallacy),
kebutaan persepsi (perceptual blinders)
dan ketiadaan biaya (closing cost).
Self
justification. Escalation of commitment sering terjadi
karena seseorang ingin menampilkan dirinya terlihat positif. Dia adalah orang
yang mengidentifikasi dirinya dengan keputusan yang cenderung tetap, sebab
perilaku ini memperlihatkan rasa percaya pada kemampuan dirinya dalam mengambil
keputusan.
Gambler’s
fallacy. Banyak proyek menghasilkan escalation
of commitment sebab pengambil keputusan salah memperhitungkan resiko dan
berestimasi berlebihan terhadap peluang keberhasilan. Mereka menjadi korban dari pemikiran penjudi
dengan menurunkan harapan atas kemampuan mereka untuk mengendalikan masalah
yang dapat meningkat. Dengan kata lain, pembuat keputusan salah mempercayai
keberuntungan mereka, lalu mereka menginvestasikan lebih banyak pada tindakan
yang merugikan.
Perceptual blinders. Escalation
of commitment seringkali juga terjadi karena pembuat keputusan tidak
melihat persoalan secara cukup. Mereka tidak menyaring atau menerangkan
informasi negative.
Closing cost. Ketika sebuah
keberhasilan proyek meragukan, pengambil keputusan akan bertahan (tidak
melanjutkan), sebab biaya penyelesaian proyek tinggi atau tidak diketahui.
Mengevaluasi hasil keputusan secara lebih efektif
Satu cara yang efektif untuk meminimalisir escalation of commitment dan post decisional justification adalah
dengan memisahkan orang yang mengambil keputusan dengan orang yang mengevaluasi
keputusan. Strategi ini cenderung dapat mencegah karena tanggung jawab
seseorang untuk mengevaluasi keputusan tidak akan diperhatikan jika proyek
dibatalkan.
Manajer kerap dianggap sebagai pengambil keputusan
(decision makers). Meskipun keputusan
yang dibuat kebanyakan bersifat strategis, akan tetapi para manajer juga
membuat keputusan mengenai berbagai aspek lain dalam organisasi, termasuk
didalamnya struktur, system pengendalian, respon terhadap lingkungan, dan
sumber daya manusia. Pembuatan keputusan yang baik merupakan bagian vital dari
manajemen yang baik, karena keputusan-keputusan menentukan bagaimana cara suatu
organisasi menyelesaikan masalah, mengalokasikan sumber daya, dan meraih
sasaran.
Berbagai Tipe Keputusan Dan
Masalah
Keputusan (decision)
merupakan pilihan yang dibuat dari beberapa alternatif yang tersedia. Banyak
orang berasumsi bahwa pembuatan pilihan adalah bagian terbesar dalam
pengambilan keputusan, tetapi sebenarnya hanya merupakan salah satu bagiannya.
Pengambilan keputusan (decision making) adalah proses identifikasi masalah dan kesempatan
dan kemudian memecahkannya. Pengambilan keputusan melibatkan usaha baik sebelum
maupun sesudah pilihan actual.
a. Keputusan-Keputusan Terprogram dan Tidak Terprogram
Keputusan manajemen biasanya dibedakan menjadi dua
katagori, yaitu keputusan terprogram dan keputusan tidak terprogram. Keputusan
terprogram (programmed decision)
melibatkan situasi yang cukup sering terjadi untuk memungkinkan aturan
keputusan (decision rules) dapat
dibangun dan diterapkan di masa depan. Keputusan terprogram dalam menanggapi
masalah-masalah organisasi yang terjadi berulang-ulang.
Keputusan tidak terprogram (nonprogrammed decision) dibuat dalam menanggapi situasi yang unik,
tidak familiar, dan tidak terstruktur dengan jelas dan menimbulkan banyak
konsekwensi-konsekwensi penting bagi organisasi. Banyak keputusan tidak
terprogram melibatkan perencanaan strategis, karena ketidakpastian begitu besar
dan keputusan merupakan hal yang sangat kompleks.
Kepastian, Risiko, Ketidakpastian, dan Ambiguitas
Satu perbedaan utama antara keputusan terprogram
dan tidak terprogram berkaitan dengan derajat kepastian atau ketidakpastian
yang dihadapi manajer dalam pengambilan keputusan. Dalam dunia yang sempurna,
para manajer dapat memiliki seluruh informasi yang diperlukan dalam pengambilan
keputusan. Kenyataannya, bagaimanapun juga, ada beberapa hal yang tidak dapat
diketahui; sehingga beberapa keputusan akan gagal memecahkan masalah atau
mendapatkan hasil yang diinginkan. Para manajer berupaya memperoleh informasi
mengenai alternatif-alternatif keputusan yang akan mengurangi ketidak pastian
keputusan. Setiap situasi keputusan dapat diorganisir berdasarkan skala
ketersediaan informasi dan kemungkinan kegagalan. Keempat posisi pada skala
tersebut adalah kepastian, risiko, ketidakpastian, dan ambiguitas, sebagaimana
diilustrasikan pada gambar berikut :
Gambar 2.10.
Berbagai kondisi yang
mempengaruhi kemungkinan gagalnya keputusan
Sementara keputusan-keputusan terprogram dapat
dibuat dalam situasi yang melibatkan kepastian, sejumlah situasi yang ditangani
manajer setiap harinya melibatkan sedikitnya beberapa derajat ketidakpastian
dan membutuhkan pengambilan keputusan tidak terprogram.
Kepastian (certainty)
berarti seluruh informasi yang dibutuhkan pengambil keputusan tersedia secara
lengkap. Para manajer mempunyai
informasi mengenai kondisi operasi, biaya, atau batasan-batasan sumber daya dan
masing-masing tindakan dan kemungkinan perolehan hasil. Tidak banyak keputusan
yang memiliki kepastian dalam dunia nyata. Kebanyakan berisi resiko dan ketidak
pastian.
Risiko (Risk),
berarti sebuah keputusan memiliki sebuah sasaran jelas dan didasarkan pada
informasi yang baik, namun demikian konsekwensi-konsekwensi masa depan dan dari
masing-masing alternatif keputusan tidak pasti. Walapun demikian, informasi
yang cukup memungkinkan estimasi peluang keberhasilan bagi masing-masing
alternatif. Analisis statistik dapat digunakan untuk mengkalkulasi kemungkinan
keberhasilan atau kegagalan. Ukuran resiko dapat mengidentifikasi kemungkinan
kegagalan suatu alternatif di masa depan.
Ketidakpastian (Uncertainty), berarti
bahwa manajer mengetahui sasaran mana yang ingin diraih, tetapi informasi
mengenai alternatif dan kejadian dimasa depan tidak lengkap. Manajer tidak
memiliki informasi yang cukup jelas mengenai berbagai alternatif atau untuk
mengestimasi resikonya. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keputusan,
seperti harga, biaya produksi, volume atau tingkat suku bunga masa depan, sulit
dianalisis dan diprediksi.para manajer mungkin harus membuat asumsi dari mana
menempa keputusan meskipun akan terjadi kesalahan apabila asumsi tersebut tidak
tepat. Manajer mungkin harus menggunakan pendekatan kreatif untuk memperoleh
berbagai alternatif dan menggunakan penilaian pribadi untuk menentukan
alternatif terbaik.
Ambiguitas. Ambiguitas selama ini dianggap sebagai
situasi keputusan tersulit yang harus dilakukan. Ambiguitas (ambiguity)
mempunyai arti bahwa sasaran-sasaran yang harus diraih atau masalah yang harus
diselesaikan tidak jelas, alternatif-alternatif sulit didefinisikan, dan
informasi mengenai hasil yang diharapkan tidak tersedia.
Beberapa Model Pengambilan
Keputusan
Pendekatan manajer untuk mengambil keputusan
biasanya didasarkan pada salah satu dari tiga tipe pengambilan keputusan yang
ada yakni : model klasik, model administratif, dan model politik. Pilihan model
tergantung pada preferensi individu manajer, apakah keputusan tersebut
terprogram atau tidak terprogram, dan sampai sejauh mana keputusan tersebut
dicirikan oleh resiko, ketidak pastian atau ambiguitas.
a. Model Klasik
Model klasik dalam pengambilan keputusan
didasarkan pada asumsi ekonomis. Asumsi yang mendasari model ini adalah sebagai
berikut : (1) Pengambil keputusan beroperasi untuk mencapai sasaran yang telah
diketahui dan disetujui sebelumnya. Masalah-masalah diformulasikan dan
didefinisikan secara tepat. (2) pengambil keputusan berjuang keras menciptakan
kepastian, mengumpulkan informasi secara lengkap. Seluruh alternatif hasil dan
hasil potensial dikalkulasikan. (3) mengetahui kriteria untuk mengetahui
alternatif. Pengambil keputusan menyeleksi alternatif yang akan memaksimalkan
pendapatan ekonomis bagi organisasi. (4) pengambil keputusan adalah orang yang
rasional dan menggunakan logika untuk menentukan nilai, menentukan preferensi,
mengevaluasi alternatif dan membuat keputusan yang dapat memaksimalkan
pencapaian sasaran organisasional.
Model klasik sering dianggap normatif, artinya hal
tersebut menjelaskan bagaimana ”sebaiknya”
seorang pembuat keputusan membuat keputusan. Namun tidak menjelaskan bagaimana
manajer pada kenyataannya membuat keputusan, hanya menyajikan petunjuk
bagaimana meraih hasil ideal bagi organisasi. Nilai dari model klasik adalah
kemampuannya untuk membantu pembuat keputusan menjadi lebih rasional.
Tahun-tahun belakangan ini, pendekatan klasik
telah memberikan aplikasi yang lebih luas karena pertumbuhan teknik-teknik
keputusan kuantitatif dengan menggunakan komputer. Teknik-teknik kuantitatif
meliputi hal-hal seperti pohon keputusan, matriks hasil, analisis balik modal,
program linier, peramalan dan model riset operasi. Penggunaan sistem informasi
secara komputerisasi dan basis data telah menambah kekuatan pendekatan klasik.
Dalam banyak hal model klasik menyajikan model
ideal pengambilan keputusan yang kerap tidak dapat dicapai oleh orang-orang
dalam organisasi sesungguhnya. Akan lebih berharga jika diterapkan pada
keputusan terprogram dan pada keputusan yang dicirikan oleh kepastian atau
resiko, karena informasi yang relevan tersedia dan kemungkinan dapat dikalkulasikan.
b. Model Administratif
Model administratif (administrative model) pengambilan keputusan mendeskripsikan tentang
bagaimana para manajer membuat keputusan secara aktual pada situasi yang sulit,
seperti yang telah dicirikan melalui keputusan tidak terprogram,
ketidakpastian, dan ambiguitas. Banyak keputusan manajer tidak diprogram
secukupnya agar memberikan diri mereka kemudahan hitungan. Para manajer tidak
sanggup membuat keputusan rasional secara ekonomis bahkan pada saat mereka
ingin melakukannya.
Rasionalitas terbatas dan Satisficing
Model administratif pengambilan keputusan
didasarkan pada hasil penelitian Hebert A. Simon. Simon mengajukan dua konsep
yang penting dalam pembentukan model administratif : rasional terbatas dan satisficing. Rasionalitas terbatas (bounded rationality) berarti bahwa
orang-orang memiliki keterbatasan dalam pemikiran rasional. Organisasi
merupakan sesuatu yang sangat kompleks dan para manajer memiliki waktu dan
kemampuan untuk memproses informasi dalam jumlah yang terbatas bagi pengambilan
keputusan. Karena manajer tidak memiliki cukup waktu atau kemampuan kognitif
untuk memproses informasi yang lengkap mengenai keputusan yang kompleks, mereka
harus satisfice. Satisficing berarti bahwa pembuat keputusan memilih alternatif
solusi pertama yang memenuhi kriteria keputusan minimal. Daripada mencari
seluruh alternatif untuk mengidentifikasi solusi tunggal yang akan
memaksimalkan pendapatan ekonomi, manajer akan memilih solusi pertama yang
muncul untuk memecahkan masalah, meski diperkirakan ada solusi lain yang lebih
baik. Pembuat keputusan tidak dapat mempertaruhkan waktu dan pengeluaran dalam
rangka memperoleh informasi yang lengkap.
Model administratif tergantung pada asumsi-asumsi
yang berbeda dengan apa yang menjadi asumsi pada model klasik dan memfokuskan
pada faktor-faktor organisasi yang mempengaruhi keputusan individu. Menurut
model administratif : (1) Sasaran keputusan terkadang tidak jelas, saling
bertentangan, dan kurangnya kesepakatan antar manajer. Para manajer sering
tidak menyadari masalah atau kesempatan yang ada dalam organisasi. (2) Prosedur
rasional tidak selalu digunakan, dan ketika digunakan ternyata dibatasi pada
pandangan yang sederhana mengenai masalah yang tidak mencakup seluruh
kompleksitas atas apa yang terjadi dalam organisasi yang sesungguhnya. (3) Pencarian
manajer terhadap alternatif-alternatif dibatasi oleh batasan-batasan manusiawi,
informasi dan sumber daya. (4) Kebanyakan manajer lebih memilih satisficing daripada memaksimalkan
solusi. Hal demikian terjadi karena sebagian dari mereka memiliki keterbatasan
informasi dan sebagian karena kriteria mengenai hal-hal apa saja yang
memaksimalkan solusi tidak jelas.
Model administratif sering dianggap deskriptif,
yang berarti menjelaskan bagaimana manajer mengambil keputusan secara aktual
dalam situasi yang kompleks daripada sekedar memberikan perintah bagaimana
seharusnya membuat keputusan menurut teori yang ideal.
Intuisi
Aspek lain dalam pengambilan keputusan
administratif adalah intuisi, yakni menyajikan pemahaman secara cepat terhadap
situasi keputusan berdasarkan pengalaman masa lalu tanpa pemikiran yang
mendalam. Pengambilan keputusan secara intuitif bukan merupakan hal yang
sembarangan atau tidak masuk akal, karena hal tersebut didasarkan pada praktek
bertahun-tahun dan berdasarkan pengalaman yang memudahkan manajer untuk
mengidentifikasi solusi secara cepat tanpa melalui perhitungan seksama. Menurut Michael
Ray dan Rochelle Myers intuisi
sesungguhnya adalah “recognisi”. Ketika orang-orang membangun pengalaman
mendalam dan pengetahuan pada bidang tertentu, keputusan yang tepat terkadang
datang dengan cepat tanpa kesulitan apapun dalam mengenali informasi yang
sering dilupakan oleh pikiran sadar.
Para manajer tergantung pada intuisi untuk menentukan
kapan munculnya masalah dan untuk mensintesiskan potongan data dan pengalaman
yang terpisah menjadi gambaran yang terintegrasi. Mereka juga menggunakan
intuitif untuk menilai hasil dari analsiis secara rasional. Apabila analisis
rasional tidak sesuai dengan intuisinya, para manajer akan menggali lebih
mendalam sebelum menerima usulan alternatif. Intuisi membantu para manajer
memahami situasi yang bercirikan ketidakpastian dan ambiguitas yang telah
terbukti tidak mempan terhadap analisa rasional.
c. Model Politis
Sebagian besar keputusan organisasional melibatkan
sejumlah manajer yang mengejar sasaran-sasaran berbeda, dan mereka harus saling
berbicara agar dapat berbagi informasi dan mencapai persetujuan. Para manajer
kerap terikat dalam pembentukan koalisi untuk pengambilan keputusan yang
kompleks.
Koalisi (coalition) adalah aliansi informal
antara manajer-manajer yang mendukung satu tujuan spesifik. Pembentukan koalisi
(coalition building) merupakan proses
pembentukan aliansi antara manajer. Dengan kata lain seorang manajer yang
mendukung sebuah alternatif tertentu, membicarakannya secara informal dengan
eksekutif lain dan berusaha membujuk mereka untuk mendukung keputusan tersebut.
Apabila hasilnya tidak dapat diprediksi, manajer mencari dukungan melalui
diskusi, negosiasi dan penawaran. Tanpa koalisi, kekuasaan individu maupun
kelompok dapat tergelincir keluar dari proses pengambilan keputusan.
Pembentukan koalisi memberikan kesempatan bagi para manajer untuk menyumbangkan
kontribusinya dalam pengambilan keputusan, dan meningkatkan komitmen mereka
terhadap alternatif yang disetujui. Asumsi dasar model politis adalah : (1) Organisasi
terdiri atas kelompok-kelompok dengan kepentingan, sasaran dan nilai-nilai yang
beragam. Manajer tidak setuju mengenai prioritas masalah dan mungkin tidak
memahami atau mengetahui minat dan sasaran manajer lain. (2) Informasi
terkadang membingungkan dan tidak lengkap. Upaya untuk rasional dibatasi oleh
kompleksitas berbagai masalah sebagaimana halnya batasan individu dan organisasional.
(3) Manajer tidak memiliki waktu, sumber daya atau kapasitas mental untuk
mengidentifikasi semua dimensi permasalahan dan pemrosesan seluruh informasi
yang relevan. (4) Manajer terikat dalam perdebatan tarik ulur untuk memutuskan
sasaran dan mendiskusikan berbagai alternatif. Keputusan merupakan hasil dari
tawar menawar dan diskusi antar anggota koalisi.
Gambar 2.11.
Karakteristik model klasik,
administratif, dan politis
Kerangka Kerja Keputusan
Individu
Dalam mengambil keputusan, manajer menggunakan
cara-cara yang tidak sama. Setiap manajer mempunyai gaya pengambilan keputusan
yang tidak sama. Gaya pengambilan keputusan (decision style) merujuk pada perbedaan antara pengambil keputusan
menyangkut cara mereka memandang masalah dan membuat keputusan. Penelitian
berhasil mengidentifikasi empat jenis gaya
keputusan :
Pertama, Gaya direktif (Directive Style) digunakan oleh orang-orang yang menyukai solusi
jelas dan sederhana terhadap masalah. Para manajer yang menggunakan gaya ini
kerap membuat keputusan secara cepat karena mereka tidak menyukai informasi
yang banyak dan hanya mempertimbangkan satu atau dua alternatif saja.
Orang-orang yang menyukai gaya ini biasanya termasuk dalam orang-orang yang
efisien, rasional, dan suka menyandarkan diri pada aturan-aturan atau prosedur
pengambilan keputusan yang berlaku.
Kedua, Gaya analitis (Analytical Style) adalah gaya mempertimbangkan solusi yang kompleks
berdasarkan pada sebanyak mungkin data yang mereka kumpulkan. Individu seperti
ini secara hati-hati akan mempertimbangkan berbagai alternatif dan kerap
membuat keputusannya berdasarkan pada data yang obyektif dan rasional dari
sistem pengendalian manajemen dan sumber-sumber yang lain. Mereka mencari
kemungkinan keputusan terbaik berdasarkan informasi yang tersedia.
Ketiga, Gaya konseptual (conceptual Style) mempertimbangkan sejumlah besar informasi. Lebih
mempunyai orientasi sosial daripada orang-orang yang memiliki gaya analitis dan
suka berbincang-bincang dengan orang lain mengenai suatu masalah dan kemungkinan
alternatif bagi pemecahan masalah tersebut. Para manajer yang menggunakan gaya
ini melakukan pertimbangan terhadap sejumlah besar alternatif, tergantung pada
informasi baik dari orang-orang maupun sistem, dan menyukai pemecahan masalah
secara kreatif.
Keempat, Gaya perilaku (behavioral Style) sering diterapkan oleh manajer yang memiliki
perhatian besar terhadap orang lain selaku individu. Para manajer yang
menggunakan gaya ini suka berbicara dengan orang lain secara individu dan
memahami perasaan mereka mengenai masalah dan pengaruh keputusan tertentu
terhadap mereka. Orang-orang dengan gaya perilaku pada umumnya peduli dengan
pengembangan pribadi orang lain dan akan membuat keputusan yang membantu orang
lain mencapai tujuannya.
Pusat dari pengetahuan mendasar
tentang pengambilan keputusan adalah The
Theory of subjective expected utility (SEU). Teori tersebut merupakan teori
matematika yang canggih tentang penentuan pilihan atas sejumlah alternatif.
Teori ini mendefinisikan kondisi maksimisasi utilitas/manfaat secara sempurna
rasional dan lingkup dunia kepastian. Dimana utilitas seseorang dapat dicapai
secara optimal bilamana seluruh distribusi probabilitas dari seluruh variabel
peristiwa yang relevan bisa di tetapkan oleh pengambil keputusan. Dengan kata
lain teori ini memberikan jalan bagi pengambil keputusan untuk menentukan
secara subjektif peluang terjadinya sebuah peristiwa atau keputusan yang
diharapkan. Teori ini berhubungan hanya dengan pengambilan keputusan, dan tidak
berhubungan dengan langkah langkah penentuan masalah, penentuan tujuan, atau
penetapan sebuah alternatif solusi. Ketiga hal tersebut berada diluar wilayah
kajian teori ini, namun memberikan patokan
berpijak pada penentuan peluang terwujudnya alternatif solusi yang
ditetapkan.
Manusia selalu dihadapkan pada
masalah. Pencapaian kebutuhan dan keinginan visi dan misi menghasilkan masalah
tentang bagaimana (how to) memuaskan
kebutuhan dan keinginan, bagaimana mewujudkan visi dan misi. Pencapaian tujuan
selalu menghasilkan pertanyaan : what,
how, why who, when dan sejumlah pertanyaan lainnya. Pertanyaan-pertanyaan
tersebut menyiratkan terdapatnya masalah yang harus dituntaskan, bila keinginan
hendak diwujudkan.
Dalam prosedur penyelesaian
masalah, seseorang memiliki sejumlah alternatif yang dapat dipilih, dan setiap
alternatif memiliki konsekuensinya masing-masing. Manusia juga diasunsikan akan
memilih untuk memaksimalkan kepuasan
dalam pemenuhan kebutuhan dan keinginannya secara rasional. Artinya
manusia rasional akan membuat keputusan atas adasar pemilihan hasil yang paling
mendatangkan manfaat optimal. Manusia rasional ”terpaksa” mengambil keputusan
yang akan memaksimumkan karena didorong oleh terdapatnya sejumlah keterbatasan
kepemilikan sumber daya. Konsep kelangkaan (Scarcity/constraints)
mendorong manusia untuk menyeimbangkan antara pandangan tentang pengambilan
keputusan yang rasional dengan pemilihan keputusan yang menghasilkan manfaat
yang optima (Optimalization concept).
Berdasarkan pandangan tersebut maka munculah teori dan model pengambilan
keputusan.
Dalam teori pengambilan keputusan,
tujuan merupakan sesuatu yang hendak diraih atau diselesaikan oleh pembuat
keputusan. Bila keputusan dikaitkan dengan masalah, maka tujuannya adalah
mencari penyelesaian masalah. Sedangkan bila visi dan misi hendak diwujudkan,
maka tujuannya adalah peraihan atau pencapaian visi dan misi tersebut. Namun
pencapaian tujuan begaimanapun juga, merupakan kasus masalah. Karena untuk
mencapai tujuan kita dihadapkan pada beragam peristiwa yang rumit. Seorang
pengambil keputusan dapat memiliki lebih dari satu tujuan (multiple objectives). Kondisi terdapatnya lebih dari satu tujuan
menimbulkan pemilihan tujuan atas dasar peringkat. Kebijakan untuk melakukan
peringkat ini merupakan kewajaran, karena sifat dari tujuan berubah menjadi
kompetitif (competitive objectives)
begitu terdapat lebih dari satu tujuan.
Sifat
kompetitif ini dapat muncul, Karena adanya sejumlah keterbatasan (constraints,
scarcity) dalam pencapaian tujuan. Bila keterbatasan dan kelangkaan tidak
terdapat dalam kehidupan nyata, maka kita dapat meraih beberapa tujuan
sekaligus tanpa hambatan. Tujuan yang bersifat kompetitif ini dikenal pula
sebagai tujuan berkonflik (conflicting objectives). Keputusan yang
diambil secara tidak tepat dalam kasus tujuan tersebut di atas, akan
menghasilkan konflik situasi (conflict of situation). Konflik ini muncul
karena tujuan berganda tidak dirinci secara jelas, mana yang hendak didahulukan
untuk diraih. Selain itu, konflik terjadi karena keputusan untuk memilih satu
tujuan tidak didasarkan pada analisis yang menyeluruh lagi mendalam atas
beragam konsekuensi. Kita dapat temukan konflik seperti ini dalam manajemen
pemerintahan dan manajemen kota di negara kita. Masalah dan tujuan tidak secara
jelas diperingkat. Pengambil keputusan di organisasi tersebut tidak menetapkan
skala prioritas masalah dan tujuan yang hendak diselesaikan dan diraih.
Sehingga keputusan yang diambil sering menimbulkan masalah lain. Sedang
pengambilan keputusan yang baik adalah penentuan pilihan solusi yang
menghilangkan atau meminimalkan timbulnya masalah baru/ lain pada kemudian
hari.
Ada beberapa hal yang
harus diperhatikan sebagai pertimbangan dalam mengambil sebuah keputusan,
antara lain :
a.
Hambatan/Rintangan/ Batasan (Constraint)
Dalam
meraih tujuan, pembuat keputusan selalu dihadapkan pada sejumlah pembatas atau
batasan. Konsep ini memiliki hubungan erat dengan konsep kelangkaan. Kelangkaan
menghasilkan batasan tindakan. Keputusan dengan demikian diambil setelah
mempertimbangkan sejumlah batasan dalam penetapan alternatif solusi. Batasan
merupakan sejumlah variabel atau elemen sebuah peristiwa yang berasal dari
lingkungan eksternal dan internal diri manusia, yang menghalangi seseorang
melaksanakan tindakan atau mewujudkan keputusan. Konsep ini juga memberikan
gambaran bahwa beberapa tujuan yang hendak dicapai tidak akan dapat terlaksana.
Tindakan, alternatif solusi, konsekuensi dan tujuan yang "memiliki"
batasan dikatakan sebagai pencapaian yang dapat dilakukan atau masuk kategori
pilihan (feasible solution). Dalam penentuan keputusan, batasan selalu
ada, dimana batasan tersebut dapat bersifat pasti ada, utama (major
constraints), atau tidak dapat dipertanyakan (unquestionable). Sedang
pada kasus lainnya, sejumlah batasan dapat dihilangkan, atau tidak dimasukkan
dalam analisis, karena bersifat elastis (minor/ elastic constraints).
b. Ketidakpastian (Uncertainty)
Masa
depan kegiatan bisnis
dipenuhi ketidakpastian. Ketidakpastian menghasilkan hanya dua peristiwa;
menguntungkan, membawa manfaat, atau merugikan. Teori pengambilan keputusan
berhubungan dengan kemampuan untuk meramalkan peristiwa yang akan muncul dari
ketidakpastian, dan juga berhubungan dengan analisis atas risiko yang mungkin
(tepatnya pasti) muncul.
Ketidakpastian yang
dikemukakan di atas
merupakan pandangan atas ketidakpastian berdasarkan makna
alamiahnya; ketidakpastian adalah situasi, kondisi atau peristiwa. Namun bila
istilah tersebut dikaji dari pandangan matematis, pandangan analisis sistem
kausal, maka ketidakpastian merupakan fluktuasi dari sejumlah peluang peristiwa
pembentuk hubungan kausal tindakan dan konsekuensi.
Pandangan matematis
mengenai ketidakpastian dalam teori pengambilan keputusan merupakan kasus
penentuan tingkat probabilitas yang tepat atas peristiwa yang diharapkan
terjadi. Ketidakpastian merupakan kondisi dimana bila seluruh elemen peristiwa
berada dalam satu kategori analisis. Semakin banyak elemen peristiwa yang masuk
dalam kategori analisis, semakin besar tingkat ketidakpastian.
c. Risiko (Risk)
Istilah ini memiliki
sejumlah penjelasan. Namun bila dikaitkan dengan kajian pengambilan keputusan,
maka terdapat tiga penjelasan yang dapat diajukan, yaitu:
Pertama. Risiko merupakan gap
atau kesenjangan antara peristiwa yang diharapkan akan terjadi dengan peristiwa
yang terealisasi. Gap ini menandakan terjadinya penyimpangan atau disparitas
atas peristiwa yang diharapkan, diinginkan, dan atau seharusnya terjadi dengan
peristiwa yang nyata terjadi.
Kedua. Dalam bahasa matematis,
risiko merupakan sebuah konsep peristiwa ketidakpastian dimana nilai distribusi
probabilitasnya diketahui. Hal ini menandakan bahwa risiko dan analisis risiko
merupakan suatu studi khusus guna menentukan sejumlah tingkat probabilitas yang
"tepat" atas sejumlah hasil dari beragam keputusan. Risiko dalam hal
ini dapat juga dikatakan sebagai pendekatan terhadap penentuan tingkat peluang
terjadinya peristiwa yang diharapkan, beserta peluang terjadinya konsekuensi
atas peristiwa.
Ketiga. Istilah lain dari
risiko menandakan variabel peristiwa ketidakpastian yang menghasilkan pengaruh
terhadap sesuatu. Risiko menurut istilah ini adalah pengaruh dari suatu
tindakan, atau yang lebih dikenal sebagai konsekuensi atas pilihan.
Dalam pengambilan
keputusan, ketiganya dapat saling dipakai. Namun pada umumnya pengertian risiko yang dipakai adalah
risiko sebagaimana yang dijelaskan pada pertama dan kedua.
d. Nilai Manfaat
(Utility)
Nilai manfaat dikenal
dalam ilmu ekonomi sebagai kemampuan dari barang dan jasa untuk memenuhi atau
memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia. Istilah, tepatnya konsep, utilitas
selalu dikaitkan dengan fungsi kemakmuran, yang menghubungkan antara nilai
manfaat dari barang dan jasa dengan tingkat konsumsi atas barang dan jasa
tersebut. Dalam teori pengambilan keputusan, nilai manfaat merupakan pengukuran
tingkat preferensi atau tingkat menyenangi (desirability) sejumlah
konsekuensi dari sejumlah tindakan tertentu yang berkaitan dengan pengambilan
keputusan dalam kondisi ketidakpastian yang menghasilkan risiko, dimana tingkat
probabilitas atas setiap konsekuensi telah diketahui dan ditetapkan.
Nilai utilitas yang
diharapkan akan diterima oleh seorang pengambil keputusan yang cenderung terhadap
risiko adalah lebih besar dibandingkan nilai manfaat dari nilai yang diharapkan
atas konsekuensi. Penjelasan sederhana ini memberikan gambaran tentang hubungan antara
kecenderungan manusia ekonomi untuk memuaskan keinginannya, dengan pengorbanan
untuk mendapatkan nilai manfaat terbesar atas konsumsi suatu produk. Teori
pengambilan keputusan menggunakan konsep utilitas untuk memaksimumkan kepuasan
tidak hanya dalam mengonsumsi produk, namun juga kepuasan dalam hal pencapaian
tujuan dan penyelesaian masalah.
e.
Optimisasi (Optimization)
Tujuan dari kegiatan
bisnis pada hakekatnya adalah pemaksimumam kesejahteraan individual. Konsep
optimisasi merupakan aktivitas yang ditujukan untuk menemukan solusi terbaik
(paling optimal) terhadap masalah, terhadap pemaksimumam kesejahteraan
individual. Agar konsep tersebut bermakna, maka fungsi tujuan (objectives
function) harus dioptimumkan, dan harus terdapat lebih dari satu (bukan
banyak) solusi yang mungkin diwujudkan (feasible solution). Solusi ini
merupakan solusi yang tidak melanggar sejumlah keterbatasan.
f. Alternatif
(Alternative)
Alternatif
merupakan suatu rangkaian tindakan yang bersifat saling menggantikan (mutually
exclusive) dikaitkan terhadap pencapaian tujuan. Adapun arti dari
peristiwa yang saling menggantikan adalah, alternatif bersifat kompetitif. Ini
bermakna bahwa bila peristiwa atau alternatif A dipilih, maka alternatif B
tidak dapat dipilih. Suatu rangkaian tindakan yang menggabungkan beberapa hal
terpilih dari alternatif A dan B akan menghasilkan suatu alternatif baru. Sering pula
kata alternatif disinonimkan dengan kata pilihan/ opsi (option). Kata
pilihan ini sering pula digabungkan dengan kata pembuat keputusan, seperti
dalam kalimat:"pilihan dari pembuat keputusan adalah ..." atau
"pengambilan keputusan terkait dengan tindakan penentuan satu pilihan atas
beragam alternatif pilihan".
g. Konsekuensi
(Consequences)
Konsekuensi merupakan
hasil atau dampak dari sejumlah tindakan yang diambil oleh pembuat keputusan.
Dalam analisis pengambilan keputusan, konsekuensi dari sejumlah tindakan
ditentukan (diramalkan) melalui penggunaan model. Konsekuensi dari sebuah
tindakan yang diharapkan akan terwujud oleh seseorang, terutama sekali yang
memberikan hasil positif terhadap pencapaian tujuan, disebut sebagai manfaat (benefit).
Manfaat merupakan konsekuensi yang akan dapat menghindari terwujudnya
risiko, atau yang dapat meminimalkan biaya. Konsekuensi yang tidak masuk dalam
perhitungan, karena dianggap bernilai kecil atau tidak terlalu penting dalam
analisis pencapaian tujuan, namun tetap memiliki pengaruh terhadap pencapaian
tujuan kelompok atau orang lain diistilahkan sebagai spillover atau externalities.
g.
Kriteria (Criterion)
Suatu kriteria
merupakan aturan standar pemeringkatan alternatif solusi mengikuti tingkat
preferensi pengambil keputusan. Kriteria menandakan penempatan urutan
alternatif solusi yang paling disukai. Secara logis, kriteria merupakan
tindakan yang sangat diperlukan dalam pengambilan keputusan dengan baik.
Prinsip pengambilan keputusan yang baik adalah pemilihan alternatif dengan
nilai analisis terbesar, dimana nilai tersebut sudah menunjukkan kualitas
informasi dan data, teknik-teknik analisis yang dipakai, tingkat kemungkinan
solusi berhasil menanggulangi masalah, dan beberapa elemen peristiwa lainnya.
Kriteria dengan demikian merupakan syarat normatif bagi pengambilan keputusan
yang harus dipenuhi. Kriteria dapat juga dikatakan sebagai indikator yang
bersifat spesifik atas tujuan. Bila kita gunakan penjelasan melalui grafik, maka
tingkat kriteria memiliki hierarkhi; paling rinci dan kongkrit, sedang tujuan
memiliki tingkat; paling umum dan abstrak.
h.
Model (Model)
Model merupakan satu
kumpulan proposisi atau rumus yang memberikan gambaran sederhana beberapa aspek
atau elemen peristiwa dalam kehidupan kita. Model merupakan penggambaran
sederhana atas alam realitas, yang diwujudkan dalam bentuk grafik, skema atau
tabel. Model dibangun berdasarkan teori dan paradigma yang seseorang anut.
Namun teori tidak harus disampaikan dalam bentuk model. Terdapat beberapa model
dalam ilmu sosial yang dapat digunakan untuk membantu proses penentuan
alternatif pilihan:
Pertama. Model formal (formal
model). Model yang memperlihatkan relasi antar beberapa fenomena yang
diamati. Contoh; rumus matematika, diagram, atau tabel.
Kedua. Model penilaian (judgemental
model). Model ini dibangun dari hasil proses deduksi dan pemikiran mendalam
sang pembuat. Bangun pemodelan ini mengikuti gaya pemikiran dan persepsi yang
dimiliki seseorang. Pendekatan matematis atau statistik jarang, atau tidak
pernah, dipakai dalam pembangunan model penilaian.
Ketiga. Model kausal (causal
model). Model yang dikembangkan untuk merefleksikan hubungan cama-effect
secara ketat. Pemodelan ala analisis jalur (path analysis) merupakan
contoh dari model kausal.
Keempat. Model korelasional (correlational
model). Bangun pemodelan ini mendekati model kausal. Perbedaan terletak
dari tidak begitu ketatnya prinsip causa-effect diterapkan. Model ini
tidak merefleksikan hubungan kausal antar fenomena yang diamati, dimana satu
elemen tidak dinilai secara tegas mempengaruhi elemen lainnya. Dalam statistik,
kita mengenal pendekatan Structural Equation Model (SEM), yang merupakan
alat untuk membangun pemodelan hubungan kausal antar variabel menurut pandangan
model korelasional.
Kelima. Model Stokastik (stochastic
model). Model yang digunakan untuk menstimulasi perilaku dari suatu sistem
dalam kondisi ketidakaturan atau acak. Kajian teori organisasi mengenal model
ini dalam bentuk pemodelan perilaku organisasi.
Keenam. Model dinamis (dynamic
model). Model yang digunakan untuk menggambarkan proses dinamis dari
variabel dalam sebuah sistem. Dalam kajian manajemen, model perilaku individu
dan organisasi yang selalu berubah, dinamis, seringkali digambarkan melalui
pemodelan ini. Model hubungan antara variabel kompensasi terhadap tingkat
produktivitas karyawan merupakan contoh dari model ini. Kajian manajemen
operasi mengenal pemodelan semacam ini untuk model antrian, penentuan lokasi
dan manajemen persediaan.
Ketujuh. Model statis-analisis (static
analytic model). Pemodelan ini menggunakan sejumlah pendekatan matematis
dan simulasi dalam penyelesaian masalah atau pencapaian tujuan. Model ini
menggunakan penyelesaian atas suatu masalah melalui perhitungan numeris yang
disandarkan pada metode eksperimen. Contoh dari model ini adalah teknik
pemrograman garis lurus (linear programming ).
Kedelapan. Model permainan peran
atau model manusia-mesin (role playing model or man-machine model). Prinsip dasar pemodelan ini
berangkat dari pandangan bahwa, para pembuat keputusan dan juga seluruh elemen
peristiwa dalam rajutan sistem kehidupan merupakan hasil atau simulasi dari
tindakan manusia sebagai aktor utama kehidupan. Manusia dan tindakan yang
mereka lakukan adalah pilar utama dari kehidupan. Dengan kata lain,
peristiwa-peristiwa masa depan yang akan terjadi dan konsekuensi atas pilihan,
sebagai contoh, merupakan hasil dari tindakan manusia. Manusia mensimulasikan
apa yang hendak dilakukannya dalam sebuah model. Model tersebut kemudian
dipakai sebagai acuan untuk menyelesaikan masalah dan mencapai tujuan. Model
ini banyak sekali digunakan dalam teori pengambilan keputusan. Beberapa teknik
matematis yang dikembangkan dalam model statis-analisis juga berangkat dari
prinsip dasar yang melandasi model ini.
Kesembilan. Model peramalan (estimation
model). Dapat dikatakan sebagai rangkuman dari seluruh ide yang terdapat
pada seluruh model di atas. Tujuan dari pemodelan, sebagaimana tujuan dari ilmu
pengetahuan dan teori di dalamnya, adalah untuk melakukan peramalan. Model ini
meramalkan peluang dari terwujudnya suatu peristiwa yang diharapkan terjadi
pada masa depan. Informasi dan data yang dipakai dalam pemodelan ini dibangun
dari sejumlah data historis peristiwa-peristiwa yang diasumsikan identik dengan
peristiwa yang dikehendaki untuk terjadi pada masa depan. Relasi antar elemen
peristiwa dan variabel kehidupan dibangun secara menyeluruh dalam sebuah sistem
perhitungan matematis yang rapih. Pendekatan statistik merupakan landasan dalam
pembangunan model ini. Dalam ilmu sosial, pendekatan model peramalan memakai
data yang mewakili gambaran populasi obyek. Penggunaan teori probabilitas,
teori permainan dan sejumlah teorema dalam statistik dan matematika sangat
kental mewarnai pemodelan ini. Sebagai contoh: perilaku dan tindakan manusia
serta proses sosial adalah simbol yang harus dirubah ke dalam bentuk numeris
matematis atas dasar algoritma. Proses penerjemahan tersebut kemudian dibentuk
dalam model matematis yang dianggap mewakili sifat-sifat dari elemen peristiwa,
dan menunjukkan hubungan kausal sejumlah variabel dalam proses sosial. Contoh
sederhana dari model ini adalah model peramalan regresi linier dan parabola (parabolic
and liniear regression forecasting model).
i. Nilai (Value)
Istilah
nilai selalu dikaitkan dengan sesuatu. Nilai dapat dikategorikan bersifat
obyektif atau subyektif. Nilai yang memiliki sifat subyektif terkait dengan
nilai kepentingan. Sebagai contoh: nilai dari manfaat masa depan yang akan
didapat oleh pengambil keputusan, atau nilai manfaat dari penerapan sistem
pengolahan limbah pabrik bagi masyarakat. Untuk tujuan analisis dalam proses
pengambilan keputusan, nilai subyektif harus diukur dalam bentuk skala.
Pengukuran ini didasarkan pada preferensi atau minat pengambil keputusan
(kelompok atau individu) terhadap sesuatu.
Terdapat
hubungan garis lurus antara konsep optimisasi dengan nilai. Artinya, semakin
tinggi pandangan atau preferensi pengambil keputusan (atas dasar penentuan
nilai) terhadap alternatif, solusi dan tujuan, maka semakin tinggi tingkat
optimisasi/harapan atas peristiwa/ konsekuensi yang akan mewujudkan
keberhasilan solusi diterapkan dan mewujudkan tujuan. Teori pengambilan
keputusan menjadikan konsep nilai sebagai bagian dari "pengukuran" atas
persepsi, perilaku dan tindakan pengambil keputusan terhadap penentuan masalah,
penetapan sejumlah alternatif solusi, dan pemilihan solusi terbaik (keputusan
final terbaik).
Teknik-Teknik Pengambilan Keputusan
Teknik-teknik
pengambilan keputusan di bagian ini membantu kita dalam membuat keputusan
terbaik dikaitkan dengan ketersediaan informasi yang relevan. Dengan
teknik-teknik ini kita dapat memetakan sejumiah konsekuensi yang akan muncul
dari keputusan yang kita ambil atas alternatif solusi dan tindakan. Semenjak
pengambilan keputusan merupakan sebuah kajian yang rumit, dan terus berkembang,
maka sejumiah teknik yang diperkenalkan merupakan teknik yang relatif
sederhana, mudah dipahami, dan mudah diterapkan dalam keseharian. Tentu selain
teknik-teknik tersebut, terdapat banyak sekali teknik pengambilan keputusan
yang kebanyakan menggunakan perangkat lunak sebagai alat bantu perhitungan
peluang dan konsekuensi atas solusi. Teknik-teknik yang jauh lebih canggih
dapat dipelajari melalui sejumlah buku yang membahas penerapan teknologi dan
sistem informasi dalam pengambilan keputusan.
Pada bagian ini, kita
akan akan membahas secara singkat sejumlah teknik pengambilan keputusan yang
membantu kita dalam memilih opsi yang berbeda. Teknik-teknik tersebut membantu
kita dalam memutuskan apakah suatu tindakan memiliki kebermanfaatan atau tidak.
Beberapa teknik yang
disampaikan merupakan bagian dari model penilaian (judgemental model). Dimana model ini dibangun
mengikuti gaya pemikiran dan persepsi yang dimiliki seseorang. Pendekatan
matematis atau statistik jarang, atau bahkan tidak pernah, dipakai dalam
pembangunan model seperti ini. Perlu diingat bahwa seluruh alat pengambilan
keputusan yang terdapat di bagian ini hanyalah merupakan alat bantu bagi
kecerdasan, intelektualitas, mental, dan akal sehat kita dalam membuat
keputusan. Bagaimanapun juga. pengambilan keputusan pada akhirnya akan
ditentukan oleh faktor tersebut.
Alat-alat
Pengambilan Keputusan
1.
Analisis Diagram Pareto (Pareto Analysis)
Analisis Pareto merupakan
teknik yang sederhana, yang membantu kita dalam memilih perubahan tindakan yang
akan kita ambil secara efektif. Prinsip Pareto yang dikembangkan pada masa
ekonomi klasik dipakai sebagai landasan teknik ini, yaitu; dengan melakukan
tindakan sebesar 25 % dari keseluruhan tugas, maka kita dapat menghasilkan 75 %
keuntungan dari melaksanakan seluruh tugas. Analisis Pareto merupakan sebuah
teknik pengambilan keputusan yang bertujuan untuk menemukan perubahan yang akan
memberikan manfaat terbesar bagi pengambil keputusan. Teknik ini berguna dalam
kondisi terdapatnya sejumlah alternatif solusi dan tindakan yang memungkinkan
yang dapat dipilih.
Langkah-langkah
menggunakan teknik ini adalah sebagai berikut: (1) Tulis sebuah daftar
keinginan atau perubahan yang hendak kita raih. Bila daftar tersebut panjang,
oleh banyaknya keinginan atau perubahan yang kita kehendaki, maka kelompokkan
setiap keinginan atau perubahan ke dalam daftar yang sesuai. (2) Kemudian
berikan skor atas setiap kelompokkan atau item. Metode pemberian skor
tergantung dari jenis masalah yang ingin diselesaikan. Sebagai contoh: jika
kita ingin meningkatkan laba perusahaan, maka tentukan divisi mana dari
organisasi yang akan menghasilkan laba. Kemudian pilihan skor akan didasarkan
atas laba yang dihasilkan dari setiap divisi. Contoh lain: bila kita ingin
meningkatkan kepuasan pelanggan melalui peningkatan pelayanan, maka kita dapat
menentukan skor atas dasar jumlah keluhan pelanggan yang telah dihilangkan oleh
peningkatan pelayanan.
Keputusan terbaik
terletak dari keputusan kita untuk mengatasi masalah yang memiliki nilai
tertinggi. Skor tertinggi akan memberikan manfaat bagi kita bila hal tersebut
diselesaikan. Pada contoh kasus di atas, skor tertinggi atas sebuah divisi
memberikan gambaran pada kita bahwa divisi yang menghasilkan laba terbesarlah
yang harus diperhatikan untuk menjadi cash cow perusahaan.
Poin
Penting
Analisis Pareto
merupakan teknik sederhana yang memudahkan kita dalam mengidentifikasi masalah
yang paling penting, masalah utama, yang perlu mendapatkan perhatian segera
untuk diselesaikan. Sebagaimana langkah-langkah penentuan masalah yang telah di
bahas pada bagian sebelumnya, maka untuk menggunakan teknik analisis ini kita
perlu: (1) Membuat daftar masalah yang dihadapi, atau pilihan yang tersedia. (2) Kelompokkan
pilihan dimana pilihan tersebut merupakan bagian atau segi-segi dari masalah
serupa yang lebih besar (3) Tetapkan nilai atau skor terhadap tiap kelompokkan
(4) Fokuskan perhatian terhadap kelompok dengan skor tertinggi
Analisis Pareto tidak
hanya memberikan gambaran pada kita tentang masalah yang paling penting untuk
diselesaikan, namun teknik tersebut juga memberikan sebuah nilai yang
memperlihatkan seberapa besar atau parah masalah tersebut.
2. Analisis Perbandingan Sepasang (Paired Comparison Analysis)
Teknik pengambilan
keputusan ini membantu kita dalam menetapkan tingkat kepentingan satu
alternatif dibandingkan alternatif lainnya. Teknik ini memudahkan proses
pemilihan masalah yang paling penting untuk diselesaikan, atau memilih
alternatif solusi yang paling akan mendatangkan manfaat terbesar bagi
organisasi. Analisis ini membantu kita dalam menetapkan skala prioritas
terutama sekali bila terdapat konflik pemanfaatan atas sumber daya yang
terbatas. Analisis menjadi penting ketika kita tidak memiliki data yang lengkap
dan obyektif untuk mendasarkan pilihan kita.
Langkah-langkah
penggunaan teknik ini dapat dijabarkan sebagai berikut: (1) Daftar seluruh
pilihan yang kita miliki. (2) Gambarkan tabel pilihan yang terdiri dari baris
dan kolom pilihan. (3) Pergunakan label untuk membandingkan antara satu pilihan
dengan pilihan lain. (4) Untuk setiap perbandingan tentukan mana dari dua
perbandingan yang paling penting, kemudian tetapkan nilai untuk menunjukkan
tingkat kepentingan. Perbedaan nilai kepentingan dapat ditentukan sesuai dengan
jumlah pilihan. Bila terdapat empat pilihan maka skor bervariasi antara 0
(tidak ada perbedaan, tidak penting) sampai 4 (ada perbedaan, penting sekali).
(4) Satukan seluruh hasil dengan menambahkan nilai total untuk setiap pilihan.
Nilai ini dapat dikonversi ke dalam persentase.
Point
Penting
Teknik analisis paired comparison merupakan metode
yang baik untuk mengukur kepentingan relatif (relative importance) dari
sejumlah alternatif solusi dan tindakan. Analisis ini memudahkan kita dalam
menentukan keputusan kala skala prioritas dari masalah dan solusi tidak jelas,
atau ketika seluruh solusi terhadap masalah memiliki kemungkinan menarik untuk
dipilih. Teknik ini menyediakan kerangka untuk membandingkan setiap solusi atau
tindakan terhadap alternatif solusi atau tindakan lain, dan memperlihatkan pada
kita perbedaan kepentingan antara alternatif solusi.
3. Analisis Jaringan (Grid Analysis)
Teknik pengambilan
keputusan ini merupakan teknik yang berguna untuk menentukan pilihan atas satu
alternatif solusi. Dimana penggunaan yang paling efektif adalah bila kita
dihadapkan pada sejumlah alternatif solusi yang menarik, serta terdapatnya
beragam faktor yang harus dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan.
Langkah-langkah yang
dipakai dalam teknik pengambilan keputusan ini adalah: (1) Daftar seluruh
pilihan yang kita tetapkan, dan seluruh faktor yang kita anggap penting dalam
proses pengambilan keputusan. (2) Tempatkan keduanya dalam sebuah tabel, dimana
pilihan diletakkan pada baris dan faktor pada kolom. (3) Tetapkan tingkat
kepentingan relatif dari seluruh faktor. Tunjukkan hal tersebut dalam bentuk
angka. Angka tersebut akan digunakan untuk mengukur/ menimbang tingkat
preferensi dengan tingkat kepentingan dari faktor tersebut. Angka yang
ditetapkan bernilai jelas, dan bila tidak pergunakan teknik seperti paired
comparison analysis untuk memperkirakan nilai atau angka tersebut. (4) Beri
penilaian setiap faktor yang dipilih, dari 0 (buruk) sampai 3 (sangat baik).
Dalam pemberian nilai ini, kita tidak harus menetapkan nilai
yang berbeda untuk setiap pilihan. Bila tidak ada nilai yang dianggap baik
untuk satu faktor tertentu, maka alternatif pilihan dapat diberi nilai 0. (5) Kemudian
kalikan setiap nilai atau skor yang kita berikan dengan nilai kepentingan
relatif yang kita tetapkan. Langkah ini memberikan total pengukuran yang benar
dalam keputusan yang kita buat. (6) Akhirnya, tambahkan seluruh skor tertimbang
pada langkah lima untuk alternatif pilihan tertentu. Nilai pilihan tertinggi
merupakan pilihan solusi yang tepat atas masalah yang kita hadapi.
Poin
Penting
Teknik analisis ini
membantu kita dalam menentukan keputusan atas beberapa pilihan, yang dihadapkan
pada sejumlah faktor yang berbeda. Untuk menghasilkan pilihan yang terbaik,
maka skor awal ditentukan antara 0-3. Angka skor tersebut merupakan bentuk
"konsensus" tidak tertulis. Namun tentu pembuat keputusan dapat
menentukan angka skor antara 0 (buruk) sampai lebih dari 3 (sangat baik). Total
skor tertinggi menunjukkan pada alternatif solusi terbaik yang dapat dipilih.
4. Teknik Implikasi
Plus-Minus (Plus-Minus Implications, PMI)
Teknik-teknik
pengambilan keputusan yang telah dibahas secara singkat di atas memfokuskan
pada pemilihan satu tindakan dari sejumlah pilihan. Namun sebelum pilihan
diambil, maka penting bagi kita untuk menimbang konsekuensi yang akan muncul,
apakah baik-buruk, menguntungkan-merugikan, kelebihan-kekurangan, dan
sebagainya. Teknik pengambilan kepurusan PMI menimbang implikasi plus dan minus
dari suatu pilihan solusi atau tindakan.
Teknik ini digunakan untuk melihat konsekuensi plus-minus atau pro-kontra dari
suatu keputusan yang akan diambil.
Langkah-Iangkah
penggunaan teknik PMI dijabarkan sebagai berikut: (1) Gambar tabel dengan judul
setiap kolom: plus, minus, dan implikasi. (2) Di kolom plus, tulis
seluruh konsekuensi positif dari suatu pilihan. (3) Di kolom minus tulis
seluruh konsekuensi negatif dari suatu pilihan. (4) Di kolom implikasi
tuliskan seluruh implikasi
beserta hasil yang memungkinkan
dari pilihan yang diambil, baik positif maupun negatif . Tentukan nilai untuk setiap konsekuensi yang
telah ditetapkan. Dalam hal ini. penilaian dilakukan secara subyektif. (5) Totalkan
seluruh nilai. Hasil total positif menunjukkan bahwa pilihan sebaiknya diambil,
sedang nilai negatif sebaliknya.
Point
Penting
Teknik pengambilan
keputusan ini merupakan metode yang baik dalam menilai pandangan pro, kontra,
dan implikasi dari sebuah keputusan/ pilihan. Jika kita memiliki sejumlah
tindakan yang akan djambil, PMI merupakan teknik yang baik untuk menilai
kembali apakah pilihan yang diambil merupakan pilihan yang tepat atau tidak
untuk diambil. Jika ternyata dari hasil perhitungan PMI kita belum mendapatkan
pandangan yang meyakinkan akan pilihan yang telah ditetapkan, maka kita dapat
tentukan skor yang menunjukkan tingkat kepentingan relatif dari setiap faktor
plus-minus dan implikasi. Dalam hal ini penentuan dari faktor PMI seperti tabel
di atas beserta skornya, perlu mendapat perhatian yang besar. Artinya pengambil
keputusan harus benar-benar mencari faktor PMI dengan baik dan menentukan
skornya sesuai dengan tingkat preferensi yang mereka miliki. Sehingga total
skor yang muncul akan menunjukkan apakah pilihan atau keputusan yang diambil
harus dilaksanakan atau tidak.
5.
Analisis Kekuatan Lapangan (Force Field Analysis)
Teknik ini dipakai
untuk melihat seluruh kekuatan yang mendukung dan menghambat sebuah keputusan.
Teknik ini dapat dikatakan sebagai metode khusus untuk menimbang pandangan pro
dan kontra atas sebuah pilihan. Dengan melakukan analisis terhadap sejumlah
faktor kekuatan, maka kita dapat memperkuat kekuatan yang mendukung sebuah
keputusan, dan mengurangi pengaruh dari kekuatan yang menghalangi terbentuknya
keputusan yang baik.
Adapun langkah-langkah
untuk melaksanakan teknik analisis ini adalah: (1) Daftar seluruh
kekuatan yang mendukung di satu kolom, dan kekuatan lain yang menghalangi di
kolom lainnya. (2) Tentukan skor untuk setiap kekuatan, dari 1 (lemah) sampai 5 (kuat). (3)
Gambar diagram yang menunjukkan seluruh kekuatan, baik mendukung maupun
menghalangi keputusan beserta skornya.
Point
Penting
Analisis ini merupakan
teknik yang berguna untuk melihat sejumlah kekuatan, dan bila memungkinkan
seluruh kekuatan, yang mendukung maupun menghalangi suatu tujuan atau rencana
yang akan diputuskan. Teknik ini membantu kita dalam menimbang tingkat
kepentingan setiap faktor kekuatan, dan kemudian memberikan input bagi kita
tentang implementasi dari rencana (apakah rencana harus terus dilanjutkan atau
tidak). Pada dasarnya, teknik ini memberikan gambaran yang membantu kita dalam
mengidentifikasikan sejumlah perubahan yang dapat dibuat untuk memperbaiki
rencana guna meningkatkan pengambilan keputusan yang terbaik.
6. Analisis Biaya dan Manfaat (Cost/Benefit
Analysis)
Teknik analisis biaya
dan manfaat merupakan teknik yang digunakan untuk memutuskan kemungkinan
membuat perubahan atas alternatif pilihan yang telah dipertimbangkan.
Alternatif pilihan yang diajukan belum diimplementasikan, karena kita harus
menghitung uang dan waktu yang akan digunakan/ hilang jika pilihan
dilaksanakan. Teknik pengambilan keputusan ini mudah digunakan karena kita
hanya menghitung nilai perkiraan manfaat dari suatu tindakan. dan menguranginya
dengan biaya yang akan muncul. Analisis biaya dan manfaat pada umumnya
dilakukan dengan menerapkan teknik
analisis keuangan. Seluruh
biaya dan manfaat
dengan demikian, dikonversi
menjadi uang sebagai denominator utama.
Point Penting
Teknik biaya dan manfaat
merupakan teknik yang mudah digunakan untuk menentukan keputusan. Langkah awal
untuk menggunakan teknik ini adaiah menentukan biaya apa saja yang akan muncul,
dan berapa nilai seluruh biaya. Langkah selanjutnya adalah menentukan sejumlah
manfaat ekonomi yang dihasilkan dari suatu tindakan. Penentuan nilai biaya dan
manfaat harus dilakukan dengan tepat agar tidak terjadi penilaian yang terlalu
besar atas keduanya. Karena penilaian yang terlalu besar justru menghasilkan
bias keputusan.
Analisis ini dapat dilakukan
hanya dengan menggunakan biaya dan manfaat keuangan saja.
Namun demikian, kita
dapat memutuskan untuk
mengikutsertakan analisis faktor-faktor intangible. Jika faktor
ini turut dihitung, maka kesulitan penentuan nilai sebenarnya (real value) akan
muncul. Sehingga kita tidak dapat menghindari proses penentuan nilai biaya dan
manfaat secara subyektif.
Sejumlah teknik yang
diperlihatkan merupakan bagian dari begitu banyak teknik pengambilan keputusan.
Teknik pengambilan keputusan lain yang sering digunakan ialah analisis pohon
keputusan (decision trees). Teknik tersebut merupakan salah satu teknik
yang populer oleh nilai kesederhanaan dan kebermanfaatannya yang tinggi.
Kemudian terdapat teknik causal-effect (hubungan sebab-akibat) yang lebih
dikenal sebagai fishbone diagram atau ishikawa diagram. Teknik
ini memperlihatkan relasi antar sejumlah variabel yang memberikan gambaran
tentang suatu masalah secara mendetail. Model six thinking hats,
brainstorming dan linear programming merupakan teknik-teknik yang
membantu kita dalam pengambilan keputusan. Dua teknik yang disebutkan pertama
dapat dikatakan sebagai teknik pengambilan keputusan secara
kualitatif-deskriptif. Sedang teknik terakhir merupakan teknik
kuantitatif-analisis.
Selain itu, terdapat
sejumlah teknik lain yang jauh lebih canggih, dimana penentuan tingkat
probabilitas dari suatu peristiwa, dan konsekuensinya dilakukan dengan
menggunakan bantuan perangkat lunak komputer. Teknik pengambilan keputusan yang
digunakan dalam manajemen keuangan, sebagai contoh; perhitungan harga saham,
memiliki bangun perhitungan nilai probabilitas yang rumit. Pendekatan matematis
dan statistik yang rumit dipakai untuk menghasilkan nilai konsekuensi suatu
peristiwa pergerakan harga sebuah saham. Berdasarkan atas nilai perhitungan
yang didapat, para pialang menentukan pilihan mereka; apakah mau membeli saham
atau menjualnya.
Adapun ide dasar yang melandasi kebanyakan
teknik pengambilan keputusan adalah tetap the theory of subjective expected
utility (SEU). Dimana teori tersebut berangkat dari konsep probabilitas Bayes (Bayesian
Theorem). Dalam perkembangannya teori tersebut dibangun melalui model
matematika dan kemudian statistik yang rumit guna menentukan pilihan atas
sejumlah alternatif pilihan. Pilar dasar teori tersebut kemudian dipakai
sebagai landasan bagi pengembangan sejumlah teori, model, konsep, serta teknik
dalam ilmu ekonomi, teori statistik, riset operasi dan teori pengambilan
keputusan.
Sebagaimana telah
disebutkan bahwa teknik ini berguna sebagai alat bantu penentuan keputusan. Karena
fungsi dari teknik-teknik ini adalah alat bantu, maka hasil akhir akan
ditentukan oleh kemampuan kita dalam mengolah hasil analisis teknik pengambilan
keputusan menjadi input informasi yang rnendukung keputusan akhir. Artinya,
keputusan akhir untuk menentukan pilihan satu alternatif solusi terbaik, atau
solusi yang memuaskan, akan ditentukan oleh dua hal: sistematika berpikir
logis/ logika, atau totalitas proses pengolahan informasi secara intelektual
dan mental/ intuisi. Dimana antara keduanya tidak terdapat bentuk dikotomis,
hanya saling rnendukung dan menggantikan.
KETERLIBATAN KARYAWAN
Keterlibatan karyawan disebut juga manajemen
partisipatif (participative management)
merujuk pada tingkat dimana karyawan membagi informasi, pengetahuan, imbalan,
dan kekuasaan keseluruh organisasi. Karyawan mempunyai beberapa tingkat
aktivitas dalam pengambilan keputusan yang sebelumnya bukan merupakan tugasnya.
Keterlibatan karyawan dalam hal pengendalian sumber daya untuk sebuah
pekerjaan; meliputi kekuasaan untuk mempengaruhi keputusan pada unit kerja atau
organisasi. Semakin tinggi keterlibatan, semakin tinggi kekuatan seseorang
terhadap proses keputusan dan hasil.
Mengapa partisipasi karyawan menjadi bagian yang
begitu penting bagi pengambilan keputusan perusahaan? Satu alasan adalah bahwa
keterlibatan karyawan adalah komponen integral dari knowledge management. Pemimpin perusahaan mengetahui bahwa
pengetahuan karyawan adalah sumber daya kritis bagi keunggulan bersaing.
Bentuk Keterlibatan Karyawan
Keterlibatan karyawan ada dalam berbagai bentuk.
Pertama, akitvitas partisipasi formal
dan aktivitas informal. Kedua, keterlibatan
karyawan dapat berbentuk sukarela (voluntary) atau
statutory. Ketiga, keterlibatan langsung dan tidak langsung. Selengkapanya dapat dilihat pada tabel
berikut :
Tabel 4.
Bentuk Keterlibatan Karyawan
Tingkat Keterlibatan
Karyawan
Tingkat keterlibatan karyawan merefleksikan
beberapa tingkat kekuatan terhadap keputusan dan sejumlah tahap keputusan
dimana karyawan dapat menerapkan kekuatannya.
Tingkat kekuatan rendah (low level of
involvement), keterlibatan paling rendah adalah konsultasi selektif, dimana karyawan secara
individual ditanyakan mengenai informasi khusus atau opini tentang satu atau
dua aspek keputusan.
Tingkat keterlibatan menengah (moderate level of involement), terjadi ketika karyawan secara lebih
banyak diajak berkonsultasi baik secara individual ataupun kelompok. Mereka
menyampaikan tentang masalah dan menawarkan diagnosisnya dan rekomendasi tetapi
keputusan akhir masih berada diluar kendali mereka.
Tingkat
keterlibatan tinggi (High level of
involvement), terjadi ketika karyawan mempunyai kekuatan penuh terhadap
proses keputusan. Mereka menyelidiki dan mendefinisikan masalah,
mengidentifikasi solusi, memilih opsi terbaik, dan memonitor hasil dari
keputusan mereka.
Meningkatkan Partisipasi
Dalam Pengambilan Keputusan
Pengambilan
keputusan yang efektif kerap tergantung pada apakah para manajer melibatkan
orang-orang yang tepat dengan cara yang tepat dalam membantu mereka
menyelesaikan masalah. Saat ini
banyak manajer yang melibatkan karyawan level bawah dalam proses pengambilan
keputusan apabila dimungkinkan. Sebagai tambahan, sejumlah keputusan mungkin
membutuhkan derajat partisipasi bawahan yang lebih tinggi. Keputusan-keputusan
dapat dibuat melalui komite, kelompok tugas, partisipasi departemen, atau suatu
koalisi informal.
Model Vroom-Jago
Victor Vroom dan Arthur Jago mengembangkan model
partisipasi dalam keputusan yang menyajikan petunjuk bagi para manajer
praktisi. Model Vroom-Jago membantu manajer menaksir jumlah partisipasi bawahan
yang sesuai dengan kebutuhan. Model tersebut memiliki tiga komponen utama: gaya
partisipasi pimpinan, seperangkat pertanyaan diagnostik untuk menganalisis
situasi keputusan, dan serangkaian aturan keputusan.
Gaya Partisipasi Pimpinan. Model ini menggunakan lima level partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan
yang berkisar dari sangat otokratis sampai sangat demokratis. Gaya kepemimpinan
otokratis disajikan AI dan AII, gaya konsultasi dalam CI dan CII dan keputusan
kelompok dalam G. Lima gaya tersebut merupakan kontinum dan manajer sebaiknya
memilih salah satu gaya yang disesuaikan dengan situasi. Apabila situasi
terjamin manajer dapat membuat keputusan sendiri (AI), membagi masalah dengan
bawahan secara individu (CI), atau membiarkan para anggota kelompok membuat
keputusan (G).
Pertanyaan-pertanyaan Diagnostik. Derajat yang sesuai dengan partisipasi keputusan
tergantung pada tanggapan terhadap delapan pertanyaan diagnostik. (1) Persyaratan kualitas / quality requirement (QR) : seberapa
pentingkah kualitas keputusan itu
? Apabila keputusan yang berkualitas
tinggi sangat penting bagi kinerja kelompok, pimpinan harus terlibat secara
aktif. (2) Persyaratan komitmen / commitment
requirement (CR) : seberapa penting
komitmen bawahan terhadap keputusan ?
Apabila implementasi mensyaratkan
bawahan untuk terikat dengan keputusan, pimpinan sebaiknya melibatkan bawahan
dalam pengambilan keputusan. (3) Informasi dari pimpinan / leaders information (LI) : apakah
saya memiliki informasi yang cukup untuk membuat keputusan yang berkualitas
tinggi ? Bila seorang pimpinan tidak memiliki informasi atau keahlian yang
mencukupi, pimpinan sebaiknya melibatkan bawahan untuk memperoleh informasi. (4)
Struktur masalah / problem Structure (ST)
: apakah permasalahan terstruktur dengan
baik ? Apabila permasalahan yang muncul membingungkan dan tidak terstruktur
dengan baik pimpinan akan perlu berinteraksi dengan bawahan untuk
mengklarifikasi masalah dan mengidentifikasi kemungkinan solusi. (5) Probabilitas
komitmen / commitment probability (CV)
: apabila anda diminta untuk membuat
keputusan sendiri apakah anda dapat memastikan bahwa bawahan anda akan mematuhi
keputusan yang anda buat ? Apabila bawahan biasanya menerima apapun
keputusan pimpinan, keterlibatan mereka dalam proses keputusan akan kurang
begitu penting. (6) Kongruensi tujuan / goal
congruence (BC) : apakah bawahan juga
berusaha mencapai sasaran organisasi yang akan dicapai dengan menyelesaikan
masalah ini ? Apabila bawahan tidak saling berbagi sasaran organisasi yang
akan diraih, pimpinan sebaiknya tidak membiarkan kelompok untuk membuat
keputusan sendiri. (7) Konflik bawahan / subordinat
conflict (CO) : apakah konflik antar
bawahan yang membutuhkan solusi demikian sering terjadi ? Ketidak setujuan
antar bawahan dapat diselesaikan dengan partisipasi dan diskusi. (8) Informasi
bawahan / subordinat information (SI)
: apakah bawahan memiliki informasi yang
cukup untuk membuat keputusan yang berkualitas tinggi ? Apabila bawahan
memiliki informasi yang baik, maka tanggung jawab pengambilan keputusan dapat
didelegasikan kepada mereka.
Keunggulan dan Kelemahan dalam
pengambilan keputusan partisipatif
Dalam lingkungan kerja yang semakin membutuhkan
pemberdayaan dewasa ini, terjadi peningkatan keyakinan bahwa keterlibatan
pekerja level bawah dalam pengambilan keputusan adalah aturan dan bukannya
pengecualian. Walaupun demikian, para manajer sebaiknya mengingat bahwa
pengambilan keputusan secara kelompok memiliki keunggulan dan juga kelemahan
dibandingkan dengan pengambilan keputusan secara individual. Keunggulan dan
kelemahan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :
KESIMPULAN
Dari berbagai uraian tentang kepemimpinan, maka
penulis menyimpulkan bahwa : (1) Kepemimpinan merupakan hal penting yang
sangat berperan dalam organisasi, karena menyangkut upaya-upaya pengarahan dan
pemahaman dalam perilaku kelompok untuk mencapai tujuan. (2) Kebanyakan dari
teori-teori perkembangan tentang kepemimpinan,
kecuali kepemimpinan kharismatik ataupun transaksional, menunjukan bahwa teoori-teori tersebut banyak
dilihat dari perspektif yang tidak luas, dalam hal ini berdasarkan satu aspek dari proses tersebut.
Antara lain berdasarkan ciri, perilaku, kekuasaan dan pengaruh maupun
pendekatan situasional. (3) Teori tentang perilaku cukup berhasil dalam
mengidentifikasi hubungan yang konsisten antara pola perilku kepemimpinan dan
kerja kelompok, namun mengabaikan
pertimbangan dari faktor-faktor situasional yang mempengaruhi
keberhasilan maupun kegagalan, sedangkan kepemimpinan situasional menunjukan
bahwa pemimpin yang efektif mengadaptasi perilaku mereka untuk memenuhi
kebutuhan pengikut mereka dalam lingkungan tertentu.dan kepemimpinan
kharismatik paling tepat diterapkan bila
tugas dari pengikut memiliki komponen ideologis atau bila lingkungan melibatkan
satu tingkat stress dan ketidakpastian yang tinggi. (4) dalam mengambil
keputusan seorang pemimpin harus memperhatikan banyak aspek baik yang
menyangkut tipe keputusan maupun tahapan dalam proses pengambilan keputusan. (5)
Keterlibatan karyawan dalam
pengambilan keputusan memberikan efek beragam tergantung pada jenis keputusan
dan kegiatan yang dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Baron, Robert, and Jerald Greenberg, 1997, Organizational Behavior, 6th Edition, Prentice Hall, New Jersey.
Bowman. Sally, James Duncan, Charlie Weir. 2000. Decision-Making Autonomy in Multinational Corporation Subsidiaries
Operating in Scotland. European
Business Review. Vol 12 No. 3. PP 129-136.
Chong. Vincent K, Kar Ming
Chong. 2002. An Examination of the
Motivational and Informational Rules Roles of Budget Participation on
Performance. Working Paper.
Departement of Accounting and Finance, Faculty of Economics and Commerce The
University of Western Australia.
Daft, Ricard L. 2000. Manajemen.
Edisi Kelima. Terjemahan. Penerbit Erlangga.
Davis, Keith and
John W. Stroom, 1997, Organizational
behavior, Human Behavior at Work, 10th
Edition, International Edition, McGraw-Hill, New York.
Dessler, Gary, 2000, Human
Resources Management, 8th Edition, Prentice hall, International Inc.
……………, 1997, Human Resources
Management, 7th Edition, Prentice hall, International Inc.
Garcia-Lorenzo, J. Carlos Prado-Prado, Jesus Garcia Arca. 2000. Continous Improvement and Employe
Participation. The TQM Magazine.
Vol 12 Number 4. PP 290-294
Gibson, James L., John M.Ivancevich, and James H.Donnelly, 1996, Organization Behavior-Structure-Process,
7th Edition, Erwin homewood, Boston.
Sun. Hongyi, Ip Kee Hui, Agnes YK Tam, Jan Frick. 2000. Employee
Involvement And Quality Management. The TQM Magazine. Vol. 12 No. 5 PP
350-354
Kinicki, Kreitner, 1998, Organzational
Behavior, 4th Edition, McGrawHill.Inc, New York.
Luthans, Fred, 1995, Organizational
Behavior, 7th Edition, McGraw- Hill.Inc, New York.
…………….., 2002, Organizational
Behavior, 9th Edition, McGraw - Hill.Inc, New York.
McShane, L. Steven & Mary Von Glinow. 2003. Organizational Behavior. Emerging
realities for workplace revolution. Second edition. McGraw-Hill Irwin
Robbins, P.Stephen, 2007, Organizational
Behavior, 8th Edition, Prentice Hall, International.Inc.,
New Jersey.
……………………..., 2001, Organizational
Behavior, 9th
Edition, Prentice Hall, International.Inc., New Jersey.
Schmermerhorn Jr, John R., James G. Hunt and Richard N. Osborn. 2005. Organizational
Behavior. Ninth edition. John Willey and Sons.
Yukl,Gary, 1994, Leadership in Organization, 3th
Edition, Prentice-Hall Inc, Englewood Cliffs, New Jersey.