ABSTRAK.
Segala Ilmu pengetahuan lahir dari filsafat, sejak abad 18 muncul ilmu pengetahuan baru yaitu Manajemen. Sesungguhnya ilmu tersebut bukanlah sesuatu yang baru karena Ilmu manajemen termasuk bagian dari Ilmu Sosial (Moral Philosophy). Segala sesuatu setiap pembahasan tentang gejala atau objek sesuatu ilmu pengetahuan (manajemen pendidikan), paling sedikit mempertanyakan: apa hakekat
gejalanya (landasan ontologis), bagaimana cara mendapatkan (landasan epistemologis), dan apa manfaatnya (landasan aksiologis).
PENDAHULUAN
Membahas tentang filsafat manajemen pendidikan, tidak bisa kita pisahkan dengan sejarah filsafat. Seperti kita ketahui filsafat mempunyai andil yang sangat besar terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, segala ilmu pengetahuan lahir dari rahim filsafat. Bisa dikatakan bahwa filsafat adalah induk segala ilmu pengetahuan. Pada fase awalnya filsafat hanya melahirkan dua ilmu pengetahuan, yakni ilmu alam (Natural Philosophy) dan ilmu sosial (Moral Philosophy) maka dewasa ini terdapat lebih dari 650 cabang keilmuan (Suriasumantri, 2005:92). Hal ini, menurut Ibnu Khaldun disebabkan oleh berkembangnya kebudayaan dan peradaban manusia.
Dalam abad ke 18 dengan bermunculannya negara-negara maju di belahan dunia, muncul cabang ilmu pengetahuan baru yakni manajemen, yang semula masih segan diakui sebagai ilmu pengetahuan. Hal ini bukanlah suatu yang baru. Ilmu kemasyarakatan (yang sejak semula dinamakan sosiologi) harus memperjuangkan kedudukannya untuk menjadi ilmu pengetahuan disamping ilmu ilmu pengetahuan yang lain. Demikian pula halnya ilmu ”manajemen” yang menjadi bahan perbincangan kita sekarang. Barulah pada masa Taylor dan Fayol, seiring dengan tumbuhnya negara-negara industri ilmu manajemen itu mulai dianggap sebagai ilmu. Kelahiran ilmu manajemen kemudian diadopsi oleh dunia pendidikan yang kemudian disintesiskan menjadi manajemen pendidikan.
Menurut Suriasumantri (2005:35), Setiap pembahasan tentang gejala atau objek suatu ilmu pengetahuan (manajemen pendidikan), paling sedikit kita pertanyakan (1) apa hakikat gejala/objek itu (landasan ontologis), (2) bagaimana cara mendapatkan atau penggarapan gejala/objek itu (landasan epistemologis), (3) apa manfaat gejala/objek itu (landasan aksiologis).
Rumusan Masalah :
1. Bagaimanakah landasan ontologis manajemen pendidikan?
2. Bagaimana landasan epistemologis manajemen pendidikan?
3. Apa manfaat atau landasan aksiologis manajemen pendidikan?.
A. Landasan Ontologi Manajemen Pendidikan
Pertama-tama pada latar filsafat diperlukan dasar ontologis dari manajemen pendidikan. Adapun aspek realitas yang dijangkau teori dan manajemen pendidikan melalui pengalaman panca indera ialah dunia pengalaman manusia secara empiris baik yang berupa tingkat kualitas maupun kuantitas hasil yang dicapai. Objek materi
manajemen pendidikan pendidikan ialah sisi manajemen yang mengatur seluruh kegiatan kependidikan, yaitu, Perencanaan, pengorganisasian, Pengerahan (motivasi, kepemimpinan, pengambilan keputusan, komunikasi, koordinasi, dan negosiasi serta pengembangan organisasi) dan pengendalian (Meliputi Pemantauan, penilaian, dan pelaporan.
B. Landasan Epistemologis Manajemen Pendidikan
Menurut Husaini (2006:7) pengertian manajemen pendidikan adalah seni atau ilmu mengelola sumber daya pendidikan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Manajemen pendidikan dapat pula didefinisikan sebagai seni dan ilmu mengelola sumber daya pendidikan mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien. Sumber daya pendidikan adalah sesuatu yang dipergunakan dalam penyelenggaraan pendidikan yang meliputi enam hal; (1) administrasi peserta didik; (2) administrasi tenaga pendidik; (3) administrasi keuangan; (4) administrasi sarana dan prasarana; (5) administrasi hubungan sekolah dengan masyarakat; dan (6) administrasi layanan khusus.
Perencanaan adalah sejumlah kegiatan yang ditentukan sebelumnya untuk dilaksanakan pada suatu periode tertentu dalam rangka mencapai tujuan yang ditetapkan.
Tujuan perencanaan adalah (1) standar pengawasan, (2) mengetahui kapan pelaksanaan dan selesainya suatu kegiatan, (3) mengetahui siapa saja yang terlibat, (4) mendapatkan kegiatan yang sistematis, (5) meminimalkan kegiatan yang tidak produktif, (6) mendeteksi hambatan dan kesulitan yang ditemui, dan (7) mengarahkan pada pencapaian tujuan.
Manfaat dari perencanaan adalah :
1. sebagai standar penggagasan dan pengawasan
2. pemilihan sebagai alternatif terbaik
3. penyusunan skala prioritas, baik sasaran maupun kegiatan
4. menghemat pemanfaatan sumber daya organisasi.
5. membantu manajer menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan.
6. alat yang memudahkan dalam berkoordinasi dengan pihak terkait.
7. alat yang meminimalkan pekerjaan yang tidak pasti.
Pengorganisasian adalah (1) penentuan sumber daya dan kegiatan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan organisasi, (2) proses perencanaan dan pengembangan suatu organisasi, (3) penguasaan tanggung jawab tertentu, (4) pendelegasian wewenang yang diperlukan untuk individu-individu dalam melaksanakan tugas tugasnya.
Tiga komponen pengorganisasian:
1. ada kerja sama,
2. ada orang (pelaksana), dan
3. adanya tujuan bersama
Manfaat Pengorganisasian adalah :
1. Mengatasi terbatasnya kemampuan, kemauan, dan sumber daya yang dimiliki.
2. untuk mencapai tujuan yang lebih efektif dan efisien,
3. wadah memanfaatkan sumber daya yang dimiliki secara bersama-sama.
4. wadah mengembangkan potensi dan spesialisasi yang dimiliki seseorang.
5. wadah mendapatkan jabatan dan pembagian kerja.
6. wadah mencari keuntungan bersama.
7. wadah mengelola lingkungan bersama-sama.
8. wadah menggunakan kekuasaan dan pengawasan
9. wadah mendapatkan penghargaan.
10. wadah memenuhi kebutuhan manusia.
11. wadah menambah pergaulan
Salah satu fungsi manajemen adalah pengerahan atau pelaksanaan. Setelah melaksanakan perencanaan dan pengorganisasian yang terpenting adalah implementasi dari perencanaan yaitu pelaksanaan. Pelaksanaan dalam program organisasi sangat tergantung dari dua aspek, yaitu: kepemimpinan, dan motivasi kerja anggota organisasi. Antara pemimpin dan pelaksana mempunyai tugas dan bertanggung jawab masing masing atas tugasnya. Program tidak akan berjalan sesuai dengan yang diinginkan apabila tidak didukung oleh kepemimpinan yang kuat dan motivasi kerja para anggota organisasi.
Pengendalian adalah proses pemantauan, penilaian dan pelaporan perencanaan atas pencapaian tujuan yang dicapai yang telah ditetapkan untuk tindakan korektif guna penyempurnaan lebih lanjut.
Pengendalian sering disebut dengan pengawasan atau controlling.
Tujuannya adalah:
1. menghentikan atau meniadakan masalah, penyimpangan, penyelewengan, pemborosan, hambatan dan ketidak adilan.
2. Mencegah terulangnya kembali kesalahan penyimpangan, penyelewengan, pemborosan, banbatan dan ketidakadilan.
3. menciptakan cara yang lebih baik untuk membina yang telah baik.
4. menciptakan suasana keterbukaan, kejujuran, partisipasi dan akuntabilitas organisasi.
5. meningkatkan kelancaran operasi organisasi.
6. memberikan opini atas kerja organisasi.
7. menciptakan terwujudnya pemerintahan yang bersih.
Manfaat pengawasan adalah meningkatnya akuntabilitas dan keterbukaan dalam organisasi.
Dasar epistemologis diperlukan dalam manajemen pendidikan atau pakar ilmu pendidikan demi mengembangkan ilmunya secara produktif dan bertanggung jawab. Sekalipun pengumpulan data di lapangan sebagian dapat dilakukan oleh tenaga pemula namun telaah atas objek formal ilmu manajemen pendidikan memerlukan
pendekatan fenomenologis yang akan menjalin studi empiris dengan studi kualitatif-fenomenologis. Pendekatan fenomenologis itu bersifat kualitatif, artinya melibatkan pribadi dan diri peneliti sebagai instrumen pengumpul data secara pasca positivisme. Karena itu penelaaah dan pengumpulan data diarahkan oleh pendidik atau ilmuwan sebagai pakar yang jujur dan menyatu dengan objeknya. Karena penelitian tertuju tidak hanya pemahaman dan pengertian (verstehen, Bogdan & Biklen, dalam Umaedi: 1999).
Pemikiran ini telah mendorong munculnya pendekatan baru, yakni pengelolaan peningkatan mutu pendidikan di masa mendatang harus berbasis sekolah sebagai institusi paling depan dalam kegiatan pendidikan. Pendekatan ini, kemudian dikenal dengan manajemen peningkatan mutu pendidikan berbasis sekolah (School Based Quality Management) atau dalam nuansa yang lebih bersifat pembangunan (developmental) disebut School Based Quality Improvement.
Konsep manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah ini ditulis dengan tujuan;
a. Mensosialisasikan konsep dasar manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah khususnya kepada masyarakat.
b. Memperoleh masukan agar konsep manajemen ini dapat diimplementasikan dengan mudah dan sesuai dengan kondisi lingkungan Indonesia yang memiliki keragaman kultural, sosio ekonomi masyarakat dan kompleksitas geografisnya.
c. Menambah wawasan pengetahuan masyarakat khususnya masyarakat sekolah dan individu yang peduli terhadap pendidikan, khususnya peningkatan mutu pendidikan.
d. Memotivasi masyarakat sekolah untuk terlibat dan berpikir mengenai peningkatan mutu pendidikan/pada sekolah masing- masing.
e. Menggalang kesadaran masyarakat sekolah untuk ikut serta secara aktif dan dinamis dalam mensukseskan peningkatan mutu pendidikan.
f. Memotivasi timbulnya pemikiran-pemikiran baru dalam mensukseskan pembangunan pendidikan dari individu dan masyarakat sekolah yang berada di garis paling depan dalam proses pembangunan tersebut.
g. Menggalang kesadaran bahwa peningkatan mutu pendidikan merupakan tanggung jawab semua komponen masyarakat, dengan fokus peningkatan mutu yang berkelanjutan (terus menerus) pada tataran sekolah.
h. Mempertajam wawasan bahwa mutu pendidikan pada tiap sekolah harus dirumuskan dengan jelas dan dengan target mutu yang harus dicapai setiap tahun, 5 tahun, dst. sehingga tercapai misi sekolah kedepan.
Peran Esensial Pemimpin Kepemimpinan mempunyai peran strategis dalam upaya perbaikan kualitas. Setiap anggota organisasi harus memberikan kontribusi penting dalam upaya tersebut. Namun, setiap upaya perbaikan yang tidak didukung secara aktif oleh pimpinan, komitmen, kreativitas, maka lama-kelamaan akan hilang.
C. Dasar Aksiologis Manajemen Pendidikan
Aksiologi merupakan suatu pendidikan yang menguji dan mengintegrasikan semua nilai tersebut dalam kehidupan manusia. Dengan kata lain nilai-nilai tersebut ditanamkan dalam pribadi para pemimpin pendidikan (kepala sekolah), guru, staf dan anak didik. Sesuai dengan tujuannya, maka manfaat manajemen pendidikan; Pertama, terwujudnya suasana belajar dan proses pembelajaran yang Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAIKEM); Kedua, terciptanya peserta didik yang aktif mengembangkan potensinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara; Ketiga, terpenuhinya salah satu dari 4 kompetensi tenaga pendidik dan kependidikan (tertunjangnya kompetensi profesional sebagai pendidik dan tenaga kependidikan sebagai manajer); Keempat, tercapainya tujuan pendidikan secara efektif dan efisien; Kelima, terbekalinya tenaga kependidikan dengan teori tentang proses dan tugas administrasi pendidikan (tertunjangnya profesi sebagai manajer pendidikan atau konsultan manajemen pendidikan); Keenam, teratasinya masalah mutu pendidikan. (Husaini, 2006:8).
Kemanfaatan teori manajemen pendidikan tidak hanya perlu sebagai ilmu yang otonom tetapi juga diperlukan untuk memberikan dasar yang sebaik-baiknya bagi pendidikan sebagai proses pembudayaan manusia secara beradab. Oleh karena itu nilai manajemen pendidikan tidak hanya bersifat intrinsic sebagai ilmu seperti seni untuk seni, melainkan juga nilai ekstrinsik dan ilmu untuk menelaah dasar-dasar kemungkinan bertindak dalam praktik melalui kontrol terhadap pengaruh yang negatif dan meningkatkan pengaruh yang positif dalam pendidikan. Dengan demikian ilmu pendidikan tidak bebas nilai mengingat hanya terdapat batas yang sangat tipis antar pekerjaan administrasi pendidikan dan tugas pendidik sebagai pedagogik. Dalam hal ini relevan sekali untuk memperhatikan pendidikan sebagai bidang yang sarat nilai seperti dijelaskan oleh Phenix (1966). Itu sebabnya pendidikan memerlukan teknologi pula untuk menjembatani persoalan yang sedang berlangsung maupun yang akan terjadi.
SIMPULAN
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Landasan Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi (pragmatis) dalam manajemen pendidikan mempunyai peran penting dalam :
1. Menentukan nilai-nilai filosofis dalam pengembangan manajemen pendidikan.
2. Dasar ontologi manajemen pendidikan adalah objek materi manajemen pendidikan ialah sisi manajemen yang mengatur seluruh kegiatan kependidikan, yaitu, perencanaan, pengorganisasian, pengarahan (motivasi, kepemimpinan, pengambilan keputusan, komunikasi, koordinasi, dan negosiasi serta pengembangan organisasi) dan pengendalian (meliputi pemantauan, penilaian, dan pelaporan).
3. Dasar epistemologis diperlukan dalam manajemen pendidikan atau pakar ilmu pendidikan demi mengembangkan ilmunya secara produktif dan bertanggung jawab.
4. Dasar Aksiologis Manajemen Pendidikan adalah Kemanfaatan teori Manajemen pendidikan tidak hanya perlu sebagai ilmu yang otonom tetapi juga diperlukan untuk memberikan dasar yang sebaik-baiknya bagi pendidikan sebagai proses pembudayaan manusia secara beradab. Oleh karena itu nilai manajemen pendidikan.
SARAN
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka setiap pembahasan mengenai ilmu pengetahuan diharapkan melalui kajian landasan filosofis, yaitu ontologi, epistemologi dan aksiologi agar supaya upaya dan usaha yang menjadi program dalam manajemen pendidikan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
SUMBER
Amri,BORNEO, Vol. II, No. 2, Desember 2008
Jurnal Ilmu Pendidikan LPMP Kalimantan Timur Volume II Nomor 2, bulan Desember 2008. Halaman 1-8 ISSN: 1858-3105
Tidak ada komentar:
Posting Komentar