Jumat, 26 Juli 2013

AL-Qur'an dan Terjemahanya. Edisi Ilmu Pengetahuan (11)



Epistemologi Ratu Semut 
Sekarang kita lihat contoh lain bahwa Al-Qur’an mampu menjadi sumber inspirasi bagi konstruksi bangunan ilmu pengetahuan. Mari kita baca dengan seksama ayat 18 Surah An-Naml dan mendiskusikanya.
Hingga ketika mereka sampai di lembah semut, berkatalah seekor semut, “Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya sedangkan mereka tidak menyadari.”

Ayat ini bila dibaca sekilas tampak telah serbajelas dan gamblang, apalagi bila hanya membaca makna dari terjemahan, bukan dari teks asli. Memang, nuansa ketika membaca Al-Qur’an dari orang yang tidak memahami bahasa Arab dan nahwu-sharaf sedikit pun tentu berbeda dengan mereka yang mengerti. Mereka yang tidak mengerti bahasa Arab akan langsung melihat dan menerima terjemahan apa adanya tanpa kritik, catatan, atau pertanyaan.

Mereka yang baru balajar nahwu-sharaf akan melihat sesuatu yang kurang dalam terjemahan tersebut. Terjemahan minimum “qalat namlatun” mestinya “(telah) berkata seekor semut betina” bukan “(telah) berakata seekor semut” tanpa kata betina. Alasannnya, namlatun membawa tanda ta’ marbuthoh sebagai(ۃ ) tanda bagi isim muannaŝ (kata benda perempuan sehingga semut dimaksud adalah semut betina, bukan semut jantan. Demikian pula kata yang mendahuluinya adalah qȃlat yang berasal dari qȃla dan disandari hiya yakni isim damir yang menunjuk subjek mu’annaŝ dan mufrad (perempuan tunggal).

Terjemahan “(telah) berkata seekor semut betina” dikatakan minimum karena terjemahan masih membatasi pada dua kata qȃlst namlatun, belum melibatkan kata lain dalam kalimat yang sama. Perhatikan kata-kata lanjutan yang terkait dengan jenis dan isi perkataan sang semut betina tersebut.
Sang semut betina sedang menyeru “ya ayyuha an-namlu” yang berarti “Wahai (para) semut”, di sini telah digunakan harf nida. Keterangan ini diperjelas dengan kalimat lanjutannya “udkhulu masȃkinakum” menggunakan fi’il ‘amr (kata kerja perintah) yang berarti) “Masuklah ke dalam rumah-rumah kalian”. Artinya sang semut betina sedang memerintah untuk masuk.

Selanjutnya, imajinasi atau personifikasi di dalam kehidupan manusia akan mendapatkan kenyataan bahwa yang memerintah adalah pemerintah atau perempuan atau pemimpin, seperti camat, bupati, gubernur, presiden, dan seterusnya. Artinya, semut betina tersebut adalah pemimpin para semut dan karena berkelamin betina, semut tersebut adalah ratu. Dengan demikian, terjemahan yang paling pas adalah,
Hingga ketika mereka sampai di lembah semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari.”

Tetapi, terjemahan Al-Qur’an dalam bahasa Indonesia tidak satu pun yang mengartikan qȃlat namlatun dengan “berkata ratu semut”, kecuali Mahmud Yunus yang menerjemahkan dengan “berkata raja semut”. Meski raja dan ratu dapat mempunyai peran sama, keduanya berbeda dalam jenis kelamin, laki-perempuan atau jantan-betina. Terjemah Departemen Agama RI dalam bahasa Jawa menyebut (ratune) semut”. Terjemahan ini selain kurang tegas karena menggunakan tanda kurung (ratune), dalam bahasa Jawa, ratu juga bermakna raja yang laki-laki seperti banyak digunakan dalam ungkapan pewayangan. Prabu Puntadewa ratu ing Ngamarta, Prabu Baladewa ratu ing Mandura, Prabu Kresna ratu ing Dwarawati, dan seterusnya. Pengertian ini juga digunakan dalam menerjemahkan Surah An-Nas ayat 2, mȃliki al-nȃs dengan “ingkang ngratoni manungsa” atau “yang merajai manusia”.

Ada juga kritik atas pemaknaan seperti uraian di depan Namlatun tidak merujuk pada semut betina, melainkan seekor semut, sedangkan namlun berarti banyak semut (jamak). Bila kritik ini benar, pertanyaan yang dapat diajukan adalah apa bahasa Arab untuk semut betina maupun semut jantan. Bagaimana guru biologi di Kairo atau Madinah harus menyampaikan kalimat dengan arti “seekor semut betina membawa sebutir telur” dan “seekor semut jantan mendorong sebutir gula” kepada murid-muridnya di depan kelas? Dus, kritik ini tidak kuat.

Hasil sementara analisis bahasa atas Surah An-Naml ayat 18 menyatakan bahwa pemimpin komunitas semut adalah ratu. Biolog atau zoolog muslim dapat menjadikan pemahaman ini sebagai starting point atau titik tolak penelitiannya. Ratu bagi semut adalah hasil analisis bahasa, bukan teks apa adanya dari Kitab Suci, al-malikatu (ratu). Bandingkan dengan keistimewaan lebah, khususnya tentang sarang dan khasiat lebah seperti yang tersurat dalam QS An-Nahl [16]: 68-69.
Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah, “Buatlah sarang-sarang di gunung-gunung, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia, kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu).” Dari perut lebah itu, keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang berpikir.

Pertama, Al-Qur’an menggunakan kata an-nahlu untuk judul surah dan objek di ayat 68. Kedua, dinyatakan secara jelas bahwa lebah diberi wahyu agar membangun rumah-rumah mereka di gunung-gunung dan pepohonan dan makan buah-buahan. Ketiga, Al-Qur’an menginformasikan bahwa dari perut lebah keluar cairan yang dapat diminum dan berfungsi sebagai obat. Dari ayat-ayat ini, rahasia kelebihan dan keutamaan lebah relatif jelas dan mudah dipahami. Semua disampaikan menggunakan redaksi yang sangat jelas tanpa perlu analisis bahasa sebagaimana kasus semut.

Karena ratu merupakan hasil atau kesimpulan dari analisis bahasa, langkah selanjutnya adalah konfirmasi lapangan atau laboratorium atas pemimmpin semut. Dalam proses ilmiah, ratu semut dimunculkan sebagai hipotesis yang perlu diuji kebenarannya melalui langkah-langkah atau eksperimen terencana di laboratorium. Inilah contoh dan bentuk konkret epistemologi Islam, sumber informasi awal bagi ilmu berasal dari Kitab Suci, bukan dari mitos, keraguan, dan curiosity semata.

Laboratorium, dengan demikian, sekaligus berperan sebagai hakim yang menentukan apakah dugaan bahwa pemimpin semut adalah betina benar atau salah. Ternyata biologi membenarkan hipotesis tersebut, bahwa pemimpin semut adalah betina, ratu.

Masalah tidak berhenti di sini. Pertanyaan lebih lanjut dapat kita ajukan. Mengapa semut dipilih untuk diabadikan di dalam Al-Qur’an yang diketahui sebagai mukjizat terbesar sekaligus petunjuk bagi umat manusia sampai akhir zaman? Mengapa bukan hewan lain, seperti belalang, cacing, kecoa, orong-orong atau hewan lainya? Apakah kelebihan semut dibandingkan hewan-hewan lain? Atau, ada apa dengan semut? Cara untuk menjawab pertanyaan ini tidak lain yaitu dengan penelitian lapangan, laboratorium.

Jawabannya juga sudah dikuak oleh para ilmuwan di luar Islam. Majalah Reader Diggest yang terbit pada akhir dasawarsa 70-an pernah menguraikan panjang lebar keistimewaan semut dibandingkan hewan-hewan lainya. Pertama, komunitas semut mempunyai sistem atau struktur kemasyarakatan lengkap dengan pembagian tugasnya. Kedua, masyarakat semut mengenal sistem peperangan kolektif. Artinya, kelompok semut tertentu yang dipimpin seekor ratu semut dapat berperang dengan komunitas semut yang dipimpin oleh ratu lainnya. Hewan lain umumnya bertarung individu-individu. Ketiga, semut mengenal sistem perbudakan. Telur sebagai harta benda utama dari pihak semut yang kalah perang akan dikuasai dan diangkut oleh pihak semuut pemenanng. Telur-telur ini akan dijaga sampai menetas dan bayi semut ini akan dijadikan budak-budak mereka yang menang. Keempat, semut mengenal sistem peternakan. Pada daun pohon jambu, mangga, rambutan, atau lainnya, kadang terdapat jamur putih lembut. Di sana ada hewan kecil berwarna putih yang menghasilkan cairan manis. Semut tahu hewan ini malas berpindah, karena itu semut membantu memindahkannya ke tempat baru bila lahan di sekitar itu telah mulai tandus dan setelah semut memerah cairannya setiap periode waktu tertentu. Sampai saat ini belum diketahui hewan lain yang mengenal sistem perbudakan dan peternakan. Kelima, semut mengenal sistem navigasi yang baik.

Apakah rahasia semut hanya itu? Wallahu a’lam. Manusia baru menyibak rahasia dan keistimewaan semut sebanyak itu. Sifat-sifat dan keistimewaan lain harus diselidiki lebih lanjut melalui riset lapangan dan laboratorium yang terancang, terjadwal, bahkan terukur. Dengan cara seperti itulah, ilmu pengetahuan yang maju dan berkembang pesat sekarang dibangun. Sciences start with a little question and end with bigger questions.

Al-Qur’an adalah petunjuk bagi manusia, termasuk calon dan ilmuwan muslim. Al-Qur’an menyebutkan banyak fenomena alam dengan awalan atau akhiran yang sifatnya menantang. Apakah kita tidak memerhatikan dan memikirkannya. Ada 800 ayat kauniyah, jumlah yang tidak sedikit dan tidak patut diabaikan. Ayat-ayat tersebut ditampilkan dengan warna khusus dalam Al-Qur’an yang pembaca pegang ini. Tujuannya, agar mendapat perhatian khusus, kemudian ditindaklanjuti dengan kajian dan penelitian bagi lahirnya kembali sains dikalangan muslim. Semua tentu untuk tegaknya risalah-Nya di muka bumi ini.

Rabi’al-Awwal 1430


......
Pustaka:
Sofyan Abdul Rosyid (2011).Al-Qur'an dan Terjemahanya. Edisi Ilmu Pengetahuan PT Mizan Publishing House. Bandung 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar