Senin, 31 Desember 2012

Mereka adalah Intrapreneur

“Innovation almost never happens in large organizations without an individual or small group passionately dedicated to making it happen. When such people  start up new companies, they are called entrepreneurs. Inside large organizations we call them intrapreneurs.”
—Gifford Princhot III (1985)—
Jadi intrapreneur itu adalah karakter wirausaha (entrepreneur) yang dimiliki oleh pekerja/karyawan dalam sebuah perusahaan. Berbeda dengan wirausahawan, mereka bukanlah pemilik (owner) melainkan pekerja kreatif dan inovatif yang selalu memberikan yang terbaik bagi perusahaan. Mereka  bisa saja duduk sebagai eksekutif atau karyawan biasa, namun karena karakternya yang berbeda, mereka seharusnya dihargai dengan baik oleh perusahaan, memperoleh pengakuan orang-orang disekelilingnya.
Di masa krisis, karyawan tipikal intrapreneur menjadi kebutuhan semua perusahaan. Pasalnya, krisis selalu membawa ketidakpastiaan sehingga perusahaan membutuhkan orang-orang mandiri, optimis, berfikir kreatif dan tidak mudah pasrah dengan keadaan. Di tangan para intrapreneur inilah perusahaan dapat melakukan surfing, mengarungi gelombang ketidakpastian.
Melihat karakter yang dimilikinya, seorang intrapreneur jelas bukanlah sekedar karyawan yang bekerja dengan rutinitas.  Ia hadir dan memiliki keberanian menantang hal-hal yang biasa.  Ia memiliki karakter yang unik, panggilan niat yang kuat, melakukan temuan baru, memelihara pertumbuhannya, menjaga agar perusahaan tetap segar di mata pelanggannya, dan tentu saja menyiapkan para penerusnya membawa perusahaan mencapai puncak kejayaan.
Steade et.al. (1984) menemukan setidaknya ada lima karakter yang menentukan kualitas seseorang yang bermental wirausaha, yaitu:
1)     Purposeful. Memiliki tujuan yang jelas dan berniat betul untuk mencapainya. Artinya bukan sekedar basa-basi dengan sekedar menempelkan visi dan misi perusahaan di dinding ruang rapat.
2)     Persuasive.  Mereka menyadari betul, sukses tak bisa diraih seorang diri, pasar tak mau membeli produk yang ditawarkan kalau tak menarik atau diperlakukan tidak pantas. Untuk memperoleh bantuan orang lain, ia harus menjaga perasaan orang lain. Mereka melakukan tindakan persuasif,  mengayomi, sehingga dirinya memiliki daya tarik dan pengaruh yang kuat.
3)     Persistent. Adalah sesuatu yang tingkatannya satu level berada di atas konsistensi. Persistent berarti tahan banting meskipun seseorang menghadapi banyak rintangan dalam merealisasikan mimpinya.  Ia tidak mudah menyerah, bahkan dalam otaknya tak ada kata “No/impossible”.  Ia tidak menghalalkan segala cara, melainkan menggunakan kekuatan pikiran dan akal untuk menembus setiap kesulitan.  Bagi mereka kegagalan merupakan hal yang penting dalam menguji sampai sejauh mana semangat yang mereka miliki saat ini, sebab sebuah tujuan mulia hanya bisa dicapai melalui rangkaian rintangan yang harus dimaknai dengan baik.
4)    Presumptious. Bisnis bagi seorang intrapreneur berarti dream and action.  Artinya diimpikan saja tidak cukup, dalam tataran praktis; punya strategi dan produk yang bagus juga tidak cukup, harus harus strategi yang bisa dieksekusi dengan keberanian dan kecepatan bertindak.  Bila perlu lakukan seorang diri tanpa perlu meminta petunjuk. Seorang intrapreneur mengambil keputusan dengan cepat, berani bertindak manakala orang lain masih ragu-ragu.
5)     Perceptive. Melalui intusinya, seorang intrapreneur punya keahlian melihat rangkaian aktivitas dan pihak-pihak terkait untuk merealisasikan gagasan-gagasannya.  Ia tahu keinginan Klien A, ada dimana, butuhnya apa, dan apa yang tidak diinginkannya. Mereka dengan jeli melihat peluang untuk dikembangkan sebelum orang lain melihatnya. Seorang intraprenur mampu melihat sesuatu yang tidak dilihat karyawan biasa dan mereka punya dorongan kuat menembusnya.
Desakan untuk bertingkahlaku sebagai wirausaha dalam organisasi muncul dalam berbagai situasi sebagai respon terhadap keadaan lingkungan. Dengan demikian seseorang yang tidak tertarik untuk menjadi seorang wirausaha dalam artian sebagai owner, dapat mempelajari dan menjalani tingkah laku seorang wirausaha sehingga terbiasa dan memiliki sifat tersebut.
Itulah mengapa mitos bahwa entrepreneur is born tidak berlaku, karena pada realitasnya kewirausahaan bisa dibentuk melalui proses belajar. Jadi tidak ada hubungannya antara gen, gender, kelas sosial bahkan pendidikan.  Yang benar setiap orang bisa belajar, melalui pergaulan yang intens dengan dunia ini sehari-hari.  Seorang karyawan biasa atau pemula dapat langsung terjun dan merasakan sendiri sampai akhirnya ia menemukan apa yang ia inginkan. Singkatnya, semua karyawan dapat dididik untuk memiliki karakter wirausaha dan di tangan para intrapreneur ini kreativitas dan inovasi perusahaan dipertaruhkan.

3112012/77 Highland Road 
sumber:
http://ekonomi.kompasiana.com/manajemen/2013/01/01/mereka-adalah-intrapreneur-521268.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar